Kasus Munir Daluwarsa 2022, GMNI Hukum Udayana Nyalakan Ratusan Lilin
(Baliekbis.com), Dalam upaya merawat ingatan mengenai rentetan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia pada bulan September, GMNI Hukum Udayana nyalakan ratusan lilin di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kampus Sudirman Universitas Udayana (7/9). Selain itu, aksi tersebut diiringi musikalisasi puisi dan dihiasi bentangan spanduk yang bertuliskan “18 Tahun Tanpa Kejelasan, 18 Tahun Tanpa Kepastian, 18 Tahun Tanpa Keadilan, Sampai Kapanpun Kami Menolak Lupa”.
Kegiatan tersebut diawali dengan Diskusi Terbuka yang bertajuk “Merawat Ingatan Tragedi Kemanusiaan Yang Terlupakan”. Diskusi berfokus pada kasus pembunuhan Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib yang meninggal dunia akibat diracun saat terbang ke Amsterdam, Belanda pada 7 September 2004.
Diskusi ini menghadirkan pemantik yang berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lingkar Karma, I Made Aryana Putra Atmaja, S.H., M.H. serta mahasiswa FH Unud Tembang Merah Sunny Socialista. Diskusi ini diikuti oleh puluhan aktivis mahasiswa dari berbagai organisasi kemahasiswaan.
Melalui narasi awalnya, Tembang Merah menjelaskan komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM bisa tercermin dari kasus Munir. “Kalau pemerintah serius dalam menjamin perlindungan terhadap HAM, secara sederhana pemerintah harusnya secara sukarela membuka laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir kepada publik”, jelasnya.
Ketua GMNI Hukum Udayana, Made Cadusa Suarsa dalam sesi diskusi menyampaikan bahwa kasus Munir akan daluwarsa di tahun 2022 ini. “Kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM (Munir) sudah tiba di penghujung jalan alias daluwarsa, artinya ada batas waktu 18 tahun penyelesaian sebagaimana ketentuan Pasal 78 ayat (1) KUHP. Saya khawatir ini akan memperpanjang catatan kelam impunitas ketika kasus ini tidak segera bergeser menjadi pelanggaran HAM Berat”, ujarnya.
Menyambung tanggapan Cadusa Suarsa, Advokat LBH Lingkar Karma mengatakan bahwa mahasiswa harus dapat menjamin penegakan HAM di Indonesia secara berkelanjutan. “Kita harus tetap bergerak dan berusaha menjamin bahwa di negara demokrasi Indonesia ini tidak ada lagi kasus pelanggaran HAM, serta jangan sampai ada Munir lainnya yang harus meregang nyawa hanya karena membela kebenaran”, tandas I Made Aryana sembari menyimpulkan diskusi September Hitam.