Kawal Kebhinekaan Jelang Pemilu, Alumni PT Deklarasikan Forkom Bali Lintas Generasi
(Baliekbis.com), Puluhan peserta diskusi memenuhi Sanggar Kagama Bali di Jalan Raya Dalung, Sabtu (7/1/2022). Mereka adalah alumni dari berbagai perguruan tinggi, di antaranya Unud Denpasar, Universitas Warmadewa Denpasar, UGM Yogyakarta, ITS Surabaya, Ubaya (Universitas Surabaya), Unwip (Universitas Wijaya Putra) Surabaya, Unair Surabaya, ITB, Universitas Brawijaya Malang, Universitas Pancasila Jakarta, hingga University of Pennsylvania Amerika Serikat.
Mereka kini bergelut di dunia kerja profesional di Bali, ada pengusaha pariwisata, pemilik hotel, pemilik rumah makan, notaris, pengacara, event organiser, kontraktor, LSM, akademisi, budayawan, seniman, dokter, juga pemilik BPR. Tak ketinggalan pula ada yang dari pemanggku adat di Bali. Sementara dari kalangan mahasiswa, hadir sejumlah aktivis BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Mereka hadir mengikuti diskusi terfokus yang digelar Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT) Bali dengan tema ‘Tegak Bersama Menjawab Tantangan Bangsa di Masa Depan’.
Diskusi menghadirkan pemantik, di antaranya akademisi yang juga mantan hakim konstitusi DR Dewa Gde Palguna MHum, Ketua GIPI Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana, Anak Agung Gede Agung Wedhatama (Petani Muda Keren), Dr I Gusti Rai Putra Wiguna (psikiater), I Ketut Eriadi Ariana SS MHum (pelaku budaya, Jro Penyarikan Batur) dan Ni Luh Rosita Dewi (aktivis BEM Unwar).
Dalam diskusi, Dewa Palguna menyatakan, proses menjadi sebuah bangsa yang dilalui Indonesia memang belum selesai sepenuhnya. Kepentingan-kepentingan berbasis identitas dan kelompok masih sering muncul. “Karena itu dibutuhkan pemimpin yang mampu menjaga agar kehendak untuk bersatu dari bangsa ini tetap hidup. Berdiri di atas kebhinekaan,” ujarnya.
Apalagi kepentingan sempit itu kemudian bertaut dengan situasi kesenjangan sosial ekonomi yang belum sepenuhnya teratasi. Menurut akademisi Unud itu, perwujudan negara kebangsaan yang demokratis dan berdasarkan hukum di Indonesia sebenarnya sudah cukup kuat. Namun kultur hukumnya masih sangat lemah. “Itu sebabnya, korupsi sulit diatasi diberantas, meskipun sudah banyak OTT tetapi kurang memberikan efek jera,” katanya.
Sementara Ida Bagus Agung Partha Adnyana menyatakan, belajar dari masa pandemi Covid-19 dan bencana-bencana yang pernah terjadi sebelumnya, Bali tidak boleh hanya menggantungkan diri kepada pariwisata. “Ibaratnya, janga menaruh telor dalam satu keranjang,” tegasnya.
Menurutnya, pembangunan Bali juga harus terintegrasi dengan konsep ‘One Island, One Management’ sehingga dari sembilan kabupaten dan kota di Bali tak harus semuanya dikembangkan ke arah pariwisata. “Pajak hotel dan restoran pun harus dibagi secara adil,” tegasnya.
Dalam konsep ini, konektivitas antara pariwisata dengan pertanian menjadi sangat penting dan saling membutuhkan. Ia juga mengusulkan agar Bali lebih dikembangkan sebagai tourism hub sehingga bisa bersinergi dengan daerah-daerah lain di Indonesia.
Sementara itu Anak Agung Gede Agung Wedhatama menyatakan, peluang untuk mengembangkan pertanian di Bali sangat terbuka. Namun, kata dia, harus menerapkan penggunaan teknologi atau melalui smart agriculture. Menurut pendiri gerakan Petani Muda Keren (PMK) ini, pertanian pun harus dikembangkan dengan prinsip wirausaha sehingga petaninya harus memiliki kemandirian dalam menentukan proses produksi, sumber daya hingga pasar bagi produknya.
Dalam kaitan dengan pariwisata, dia meminta agar para petani dan lahannya tak hanya dilihat sebagai objek semata. Tetapi juga dilibatkan dan diberdayakan agar memiliki akses langsung dengan wisatawan.
Sementara itu, psikiater I Gusti Rai Putra Wiguna menyebut, dari sisi kesehatan mental, kondisi warga Bali sebenarnya sedang menghadapi tantangan. Jumlah penyandang gangguan jiwa di Bali mencapai 11/1.000 KK atau sekitar 80 ribu orang.
“Para pemimpin Bali maupun pemimpin bangsa sudah saatnya memberi perhatian lebih pada masalah ini,” tegasnya. Diskusi kemudian bergulir, sejumlah gagasan dari para peserta diskusi bermunculan, terkait dengan tantangan dan harapan kepada pemimin di Bali maupun nasional. Secara umum, peserta diskusi menginginkan modernisasi saat ini tidak mencabut budaya Bali dari akarnya.
Pembangunan harus menguatkan SDM dan SDA lokal sehingga kesejahteraan bisa merata ke semua lapiran dan tidak sakit mentalnya. Di akhir diskusi, puluhan peserta menandatangani deklarasi Forum Kebangsaan Bali Lintas Generasi (FK BliGen). Forum ini akan berkelanjutan mengawal aspirasi Bali kepada para pemimpin di Bali dan nasional. Koordinator KAPT Bali, Made Duarsa alias Dedu menyebutkan, forum diskusi sengaja digelar untuk menjaring aspirasi dari berbagai kalangan dan generasi di Bali untuk nantinya dititipkan kepada para calon pemimpin. Mengingat, Pemilu dan Pilpres segera bergulir sehingga perlu menggali serta mengawal aspirasi yang cocok untuk bangsa Indonesia yang majemuk dan beragam.
“Forum ini dimaksudkan untuk menjaring aspirasi-aspirasi terkait masalah-masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dan Bali serta kepemimpinan yang diharapkan di masa depan. Jangan sampai bangsa ini terpecah, kita harus tetap bersatu menjaga kebhinekaan, kemajemukan. Jangan sampai kita terpecah karena politik identitas, yang kita cari, utamanya adalah yang bisa menjaga keberagaman, berdiri di atas kebhinekaan. Indonesia ini besar, beragam suku, budaya, keyakinan dan kepulauan. Jangan tercerai berai,” tegas alumni Teknik Mesin ITS Surabaya tersebut.
Dedu menyebutkan, peserta diskusi sengaja dihadirkan dari lintas generasi. Mulai dari angkatan kuliah tahun 1980, 1990, 2000, 2010, dan saat ini angkatan 2020 agar bisa menyerap aspirasi dari segela generasi. Dedu mengatakan, momentum Pemilu 2024 merupakan ruang terbuka agar berbagai aspirasi anak bangsa muncul di permukaan. “Kita dari Bali juga ingin memberikan warna itu. Khususnya agar bangsa ini tetap bersatu dan keadilan sosial bisa diwujudkan,” tegasnya. Dedu melanjutkan, hasil diskusi lintas generasi ini nantinya akan disampaikan kepada para calon pemimpin bangsa di masa depan.
Ditanya apakah forum ini terkait dukungan terhadap Capres, Dedu menyatakan, saat ini belum ada yang resmi menjadi Capres karena belum ada yang mendaftar ke KPU. Pihaknya akan menunggu siapa yang akan didaftarkan sebagai Capres ke KPU. “Tapi yang kita inginkan adalah Capres yang rekam jejaknya jelas, berdiri di atas kemajemukan di Indonesia, bisa menginspirasi bangsa ini lebih maju dan toleran, menjunjung tinggi ke-Indonesia-an. Dan harus bisa melanjutkan program-program Pak Jokowi,” tegasnya. (ist)