Kisah-Kisah Perjalanan Diri Warnai Sinema Bentara
(Baliekbis.com), “Bulan Di Atas Kuburan”, sebuah film Indonesia karya sutradara Edo W.F Sitanggang, menjadi salah satu dari empat film yang akan tayang dalam program Sinema Bentara kali ini. Merujuk tajuk “Perjalanan Diri”, program ini digelar pada Kamis (28/9) dan Jumat (29/9) pukul 18.00 Wita di Bentara Budaya Bali (BBB), Jl. Bypass Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, Ketewel, Gianyar.
Tak hanya Bulan Di Atas Kuburan (2015), tiga film lainnya yang ditayangkan yakni Piku (India, 2015, Sutradara: Shoojit Sircar); La Dolce Vita (Italia, 1960, Sutradara: Federico Felini); Seven Years In Tibet (Prancis, 1997, Sutradara: Jean-Jacques Annauq). Film-film lintas bangsa tersebut telah meraih berbagai nominasi dan penghargaan internasional, mengisahkan perjalanan manusia ke beragam penjuru tempat dalam pencarian jati diri yang hakiki; menempuh jarak panjang dari kota asal; mengeksplorasi berbagai tempat dan suasana baru; mempelajari keragaman adat; membuka wawasan akan nilai-nilai keterbukaan, toleransi dan empati. Sinema Bentara kali ini masih diselenggarakan dengan konsep Misbar, mengedepankan suasana nonton bersama yang akrab, guyub, dan hangat. Selain pemutaran film, program ini dimeriahkan pula diskusi sinema, pertunjukan musik, dan pasar kreatif misbar.
Adapun program kali ini didukung oleh Bioskop Keliling BPNB Bali Wilayah Kerja Bali, NTB, NTT, Konsulat Kehormatan Italia di Denpasar, Pusat Kebudayaan Prancis Alliance Francaise Bali, dan Udayana Science Club. Sayang dilewatkan kelana Tigor dan Sahat dalam film Bulan Di Atas Kuburan (Indonesia, 2015, Durasi: Sutradara: 120 menit, Edo W.F Sitanggang) pada hari pertama Sinema Bentara. Film ini menceritakan kisah dua pemuda Batak, Tigor dan Sahat yang tergiur untuk mencoba peruntungan di Jakarta. Sebelumnya, di kampung, Sabar memamerkan kesuksesannya hidup di Jakarta sebagai seorang pengusaha batu bara. Namun, kenyataannya berbeda. Segala cara dilakukan untuk bertahan hidup di ibu kota. Bulan Di Atas Kuburan merupakan film yang dibuat ulang dari judul yang sama karya sutradara Asrul Sani tahun 1973. Tajuk film ini juga terinspirasi dari puisi alit Sitor Sitomorang yang tersohor berjudul “Malam Lebaran”, hanya 1 baris saja. Pantas saja film ini meraih penghargaan Aktris Pendukung Terpilih pada Piala Maya 2015 dan Pameran Wanita Pendukung Terbaik pada Indonesian Movie Actors Award 2016.
Film yang turut hadir pada hari pertama yakni film Seven Years In Tibet (Prancis, 1997, Durasi: 139 menit, Sutradara: Jean-Jacques Annaud). Seven Years in Tibet adalah sebuah film drama biografi berdasarkan pada buku 1952 dengan nama yang sama yang ditulis oleh pendaki gunung Austria, Heinrich Harrer tentang pengalamannya di Tibet antara 1944 dan 1951 saat Perang Dunia II, periode interim dan invasi Tibet pada 1950 yang dilakukan oleh Tentara Pembebasan Rakyat. Film ini meraih nominasi Best Original Score pada Golden Globes Usa 1998, nominasi Grammy Awards 1998, dan menerima penghargaan Film Asing Terbaik pada Guild of German Art House Cinemas 1998 serta Audience Award pada Rembrandt Awards 1998. Pada hari kedua, tayang Piku (India, 2015, Durasi: 125 Sutradara: Shoojit Sircar). Piku adalah seorang wanita yang bekerja di New Delhi. Ia sangat peduli terhadap keluarga, setelah kepergian sang ibu, ia harus mengurus sang ayah yang mulai sakit-sakitan. Ia berusaha menyembuhkan ayahnya dengan melakukan perjalanan ke kota lain untuk berobat. Piku menyewa mobil dan seorang supir bernama Rana
(Irrfan Khan), meski bukan merupakan anggota dari keluarga Piku, tapi ia harus terjebak dalam drama keluarga Piku. Berkat kehadiran Rana selama perjalanan, hubungan Piku dan ayahnya menjadi lebih baik dan menyenangkan. Film ini menerima Penghargaan Filmfare 2016 untuk Film Terbaik, Aktris & Aktor Terbaik, Skenario Terbaik, Musik Latar Terbaik, Penghargaan Film Nasional untuk Aktor Terbaik 2016, Screen Award untuk Aktris dan Aktor Terbaik 2016, Penghargaan Zee Cine untuk Critic’s Choice Best Actor 2016, International Indian Film Academy Award untuk Aktris Terbaik 2016. Terakhir yang tidak kalah menarik yakni Marcello Rubini, seorang jurnalis yang hampir putus asa pada film La Dolce Vita (Italia, 1960, Durasi: 180 menit, Sutradara: Federico Fellini) . La Dolce Vita mengisahkan tentang perjalanan Marcello Rubini, seorang jurnalis yang menghabiskan waktunya selama lebih dari tujuh hari dan tujuh malam di Roma dalam sebuah pencarian cinta dan kebahagiaan. La Dolce Vita memenangkan Palme d’Or di Festival Film Cannes 1960 dan Oscar untuk Kostum Terbaik, The Newyork Times menyebut La dolce vita sebagai salah satu film Eropa yang paling terkenal dan paling banyak ditonton pada 1960an. Film tersebut dinominasikan untuk empat Academy Awards, dan memenangkan salah satunya untuk Rancangan Kostum Terbaik: Entertainment Weekly menempatkannya sebagai film terbesar ke-6 sepanjang masa. Pada 2010, film tersebut meraih peringkat #11 dalam “100 Film Sinema Dunia Terbaik” menurut majalah Empire. (ist)