Koleksi Karya Made Wianta Kembali Disorot oleh Museum der Kulturen Basel
(Baliekbis.com), Kabar menggemberikan baru-baru ini telah menghampiri keluarga besar mendiang maestro Made Wianta. Bagaimana tidak, beberapa karya terbaiknya yang dikerjakan di Basel Swiss pada periode 90-an, telah dikoleksi kembali sebagai tambahan koleksi Museum der Kulturen Basel.
Kabar ini tentu mempunyai arti penting dalam sejarah perjalanan karir berkeseniannya. Wianta sebagai seniman kontemporer Indonesia walaupun telah tiada, seolah tak pernah berhenti terus mengukirkan namanya dalam kancah seni rupa dunia.
Sebagai seniman modern Indonesia, Wianta telah menggarisbawahi komitmen salah satu museum terbaik di Swiss ini untuk mempromosikan keragaman budaya, dan inklusivitas dalam koleksinya melalui seni rupa.
Dengan menambah koleksi karya dari seniman Wianta, tentu akan menambah daya tarik tersendiri bagi Museum der Kulturen Basel dalam menawarkan perspektif segar mengenai isu-isu kontemporer dunia yang berakar kuat dari keluhuran budaya timur, khususnya Bali.
Dengan dikoleksinya kembali karya Wianta oleh lembaga prestisius sekelas Museum der Kulturen Basel, tentu pula akan semakin mengangkat profil sang seniman. Pengakuan ini disampaikan oleh Yudha Bantono yang turut menjadi saksi pertemuan dengan Deputi Direktur Museum der Kulturen Basel pada akhir Maret baru-baru ini di Kota Basel.
Menurut Yudha, dengan penambahan koleksi kembali karya Made Wianta oleh Museum der Kulturen Basel, dampaknya tidak hanya memvalidasi kembali visi artistik Wianta, tetapi juga membuka pintu bagi seniman-seniman baru lainnya dari berbagai latar belakang, untuk memamerkan karyanya di lembaga-lembaga seni dunia.
Pria yang sangat aktif mengadakan lawatan seni ke eropa ini, pada kesempatan yang sama juga mengkuratori pameran Crossing Lines, yakni pameran bersama Made Wianta dan Stephan Spicher pada bulan Maret lalu di il Rivellino Leonardo Da Vinci Locarno Swiss.
Kembali menurut Yudha, Wianta setidaknya telah mengadakan pameran beberapa kali di Museum der Kulturen Basel, yakni Catur Yuga (1999) dan Crossing Lines (2001), serta yang terbaru pameran bersama ” Making The World – Lived Worlds” (2021), tentu ini menjadi bagian tersendiri kedekatannya dengan Museum der Kulturen Basel.
“Ditambahkannya karya Made Wianta ke dalam koleksi Museum der Kulturen Basel, kemungkinan besar akan memicu dialog dan refleksi dalam pergerakan seni rupa di Eropa,” tambah Yudha.
Gaya artistik Wianta yang unik dalam memadukan konsep dan pemikiran Bali sebagai bagian dari jati dirinya, kemudian dikembangkan dengan teknik abstraksi modern, dipandang oleh banyak pemirsa sebagai karya yang memiliki beragam penafsiran.
Setidaknya ada sembilan periodisasi karya Wianta yang selama berkarir ia hasilkan. Kesembilan itu di antaranya periode Karangasem, dot atau titik-tiktik, triangle, quadrangle, kaligrafi, mixed media, asembling, kalender, seni instalasi dan happening art.
Karya sembilan periode ini telah banyak dibicarakan baik oleh kalangan seniman, akademisi, kritikus, peminat seni, kolektor, galeri seni dan museum baik di dalam dan luar negeri.
“Keputusan Museum der Kulturen Basel untuk mengoleksi kembali karya Made Wianta merupakan bukti kekuatan seni rupanya dalam menjembatani dialog budaya, menumbuhkan kreativitas, dan menginspirasi perubahan. Dengan menampilkan kreasi visioner Wianta, museum ini tidak hanya menghormati warisan sang seniman, tetapi juga membuka jalan bagi dunia seni yang lebih inklusif dan beragam”, kata Yudha di kediaman keluarga Made Wianta Tanjung Bungkak Denpasar.
Intan Wianta, istri mendiang Made Wianta mengucapkan terima kasih kepada Museum der Kulturen Basel atas dikoleksinya kembali karya Made Wianta. “Semoga karya-karya Made Wianta di Museum der Kulturen Basel dapat menjadi mercusuar yang dapat menginspirasi bagi generasi mendatang, serta mengingatkan kita akan kemungkinan tak terbatas yang bisa didapatkan, termasuk menunjukkan kemampuan karya seninya di mata internasional”, tambah Intan. (ist)