Konferensi Asia Tenggara Perangi Human Trafficking Pelaut, Dewa Susila Dorong Pemerintahan Perkuat Kebijakan
(Baliekbis.com), Praktik eksploitasi dan perbudakan serta human trafficking (perdagangan manusia) pada tenaga kerja pelaut belum bisa dihapuskan sepenuhnya baik saat mulai proses rekrutmen hingga ketika sudah bekerja di atas kapal. Kondisi ini pun menjadi perhatian serius organisasi internasional yang menangani tenaga kerja.
Untuk itulah Southeast Asia Conference on Regional Coordination and Action to Combat Trafficking and Labour Exploitation ini Fisheries (Konferensi Asia Tenggara Koordinasi Regional dan Aksi untuk Memerangi Perdagangan dan Eksploitasi Tenaga Kerja di Sektor Perikanan) digelar di The Stones Hotel, 28-29 November 2018 belum lama ini.
Konferensi tingkat Asia Tenggara ini digelar atas kerja sama Organisasi Buruh Internasional (ILO/International Labour Organization) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman RI.
“Hasil konferensi ini akan digunakan ILO sebagai acuan untuk merumuskan kebijakan dalam mencegah dan memerangi human trafficking di kalangan pelaut,” kata Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Cabang Bali I Dewa Putu Susila yang juga salah satu peserta dalam konferensi ini dari kalangan serikat pekerja.
Pembahasan dalam konferensi ini melibatkan instansi pemerintah seperti Kemenko Kemaritiman, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Tenaga Kerja, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI. Dari serikat seperti Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) kemudian juga perwakilan pelaku bisnis atau perusahaan.
Konferensi ini berupaya merumuskan peningkatan ksejahteraan pelaut dan pola menangani human trafficking maupun ekploitasi dan perbudakan dengan instrumen kebijakan. “Hasil konferensi ini kami harapkan memepengaruhi dan memperkuat kebijakan pemerintah agar tidak terjadi human trafficking di kalangan pelaut,” kata Dewa Susila yang juga caleg DPRD Bali daerah pemilihan (dapil) Tabanan nomor urut 2 dari Partai NasDem itu.
Lebih lanjut dikatakan selama ini payung hukum yang langsung menyentuh pelaut adalah PKL (Perjanjian Kerja Laut) yang merupakan turunan CBA (Colective Bergaining Agreement) dan melibatkan tripartid. Kesepakatan Kerja Bersama atau CBA ini adalah perjanjian kerja kolektif yang dibuat dan ditandatangani oleh
perusahaan angkutan laut atau pemilik dan
operator kapal dengan serikat pekerja pelaut diketahui olch Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
“PKL ini yang mengatur standar gaji, jam kerja dan kesepakatan lainnya dan juga payung hukum jika ada kecelakaan kerja dari pelaut. Ini juga salah satu instrumen untuk mencegah human trafficking dan eksploitasi pelaut,” terang Dewa Susila yang juga pengurus KONI Bali Bidang Hubungan Luar Negeri dan Sport Tourism itu. Dewa Susila menambahkan, KPI sebagai serikat pekerja pelaut dan organisasi resmi diakui pemerintah dan diamanatkan UU, punya kewajiban memperjuangkan perlindungan para pelaut atau ABK dan menjadi mitra strategis pemerintah, perusahaan maupun stakeholder terkait.
Namun selama ini masih banyak permasalahan yang dihadapi KPI dalam perlindungan pelaut khususnya di kapal ikan. Salah satunya adalah tidak adanya pendataan yang jelas. “KPI Bali selalu fokus pada upaya pendataan pelaut-pelaut kapal ikan. Ini memang agak sulit ketika mereka tidak menjadi anggota kita,” ujar pria yang juga Ketua DPC Partai NasDem Denpasar Barat itu.
Karenanya keanggotan KPI ini penting untuk mendata pelaut dan memberikan perlindungan ketika terjadi permasalahan di atas kapal, Kendatipun tanpa ada keanggotaan KPI, kata Dewa Susila, pihaknya berkewajiban bergerak ketika ada permasalahan yang menimpa pelaut.
Namun dengan adanya keanggotaan KPI, maka perlidungan dan penyelesaian masalah bisa lebih cepat dan terintegrasi melibatkan stakeholder terkait. “Dengan kurangnya pendataan ini kita agak sulit melakukan perlindungan menyeluruh dan koordinasi dengan stakeholder,” tandas Dewa Susila yang juga Sekretaris Umum Persatuan Gateball Seluruh Indonesia (Pergatsi) Bali itu. (wbp)