Korporasi Petani Solusi Bisnis Pertanian Songsong New Normal
(Baliekbis.com), Pelaku agribisnis atau agribusinessman dibutuhkan dalam mentransformasi agribisnis di Indonesia menuju korporasi petani. Korporasi petani menjadi solusi dalam mengembangkan dan memperkuat bisnis pertanian menyongsong era baru (new normal).
Demikian diungkapkan Guru Besar IPB University, Bogor Prof Dr Muhammad Firdaus, SP, M. Si saat tampil selaku narasumber pada Webinar Agribusiness Research bertajuk Peluang dan Tantangan Pertanian Songsong New Normal. Webinar yang dibuka Dekan FP Unud Dr. Ir. I Nyoman Gede Ustriyana, MM dan dimoderatori Koordinator Prodi Agribisnis Dr. Ir. I Dewa Putu Oka Suardi, M.Si dilaksanakan pada Rabu (10/6) diikuti lebih dari 450 peserta dari seluruh Indonesia. Narasumber lainnya Kepala Dinas Pertanian danKetahanan Pangan Provinsi Bali Ir. Ida Bagus Wisnuardhana, M,Si. Guru Besar FP unud Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS, dan Manajer Operasional Islands Organic Bali Ramadhani Yudha Prasetya.
Prof. Firdaus menjelaskan agribusinessman memiliki ciri siap mengambil resiko, menguasai sumber daya pertanian dan mampu mengakses sumber daya di luar sektor pertanian dan mampu membuat kebutusan skala usaha secara tepat. Karakter pebisnis pertanian semacam itu sangat dibutuhkan dalam membentuk korporasi petani. Ada empat komponen yang harus diperbaiki menunjang korporasi petani meliputi sosial ( peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan serta modernisasi manajemen usaha tani), ekonomi (pengembangan kapasitas usaha, permodalan, networking dan pemasaran), teknologi (pengolahan produk berstandar, penggunaan teknologi tepat guna untuk menjaga keberlanjutan usaha tani), serta nilai tambah (standarisasi produk, inovasi pengembangan produk hilir, dan mengikuti trend terkini).
Korporasi Petani, kata akademisi yang terlibat dalam penyusunan kebijakan pertanian di Kementan RI tersebut, sudah diujicobakan di Pulau Jawa untuk komoditas kopi dan padi. Ide korporasi petani menjadi tindak lanjut dari ide-ide aplikasi bisnis yang disediakan IPB University bagi petani di era pandemic seperti Food Logistic, Crops Management, dan Crops Improvement. Prof. Firdaus menyatakan Islands Organic Bali menjadi satu model korporasi petani karena usaha pertanian ini melibatkan petani disekitarnya untuk bertanam padi. “Apa yang dilakukan Pak Ramadani itu sudah tergolong agribusinessman karena usahanya siap mengambil resiko,” ujarnya.
Ramadani Prasetya memaparkan Islands Organic Bali didirikan sejak tahun 2005 dengan visi mengembangkan pasar produk pertanian organik di Bali untuk keberlanjutan pangan organik melalui penciptaan jejaring kerjasama antara petanidan konsumen. “Kami melakukan kerjasama dengan chep (juru masak) internasional yang bertugas di hotel dan restoran berbintang sebelum Pandemi COVID-19. Masalah yang kami hadapi dalam menyalurkan produk petani ke hotel pembayaranya di belakang hingga 3 bulan, ini sangat menyulitkan dalam menjaga keberlanjutan usaha tani yang dikelola petani kecil sebagai mitra kami,” tegasnya. Ditambahkan, salah satu kiat dalam menjaga eksistensinya di bisnis pertanian saat ini selalu menampilkan produk baru danmembuka pasar baru. Contohnya, Islands Organic Bali memasarkan buncis unggu yang berbeda dengan yang adadipasaran.
Sementara itu Prof. Antara menyoroti hubungan sektor pertanian dan pariwisata di Bali. Dijelaskan, ada keterkaitantidak langsung (indirect linkages) dengan pariwisata berupa pasokan produk-produk pertanian di pasar-pasar umum dan swalayan untuk masyarakat atau rumah tangga yang bekerja di pariwisata, dan keterkaitan ikutan (induced linakges) memasok produk untuk warung-warung atau restoran yang dikembangkan oleh pekerja pariwisata. Jika pariwisata berkembang dan maju ditandai oleh peningkatan kunjungan wisatawan dan tingkat hunian hotel (occupation rate), kataya, maka peluang pasar produk-produk pertanian dan industri kecil-menengah semakin besar, sehingga kedua sektor pertanian dan industri kecil yang produk untuk memasok pariwisata juga semakin berkembang.
Saat ini, kata Prof. Antara, pertanian Bali pingsan (lupa diri sementara) dan industri kecil-menengah sempoyongan. Kolapsnya pariwisata juga menurunkan daya beli masyarakat Bali secara umum, karena banyak masyarakat Bali aktivitasnya terkait dengan pekerja pariwisata. “Ini semuanya bersifat sementara, tergantung pada cepat/lambatnya pemulihan (recovery) pariwisata dari kolaps. Jadi wabah Covid-19 tidak hanya berdampak terhadap perekonomian global dan nasional, tetapi juga terhadap perekonomian Bali yaitu pariwisata, pertanian dan industri kecil-menengah di Bali,” pungkasnya.
Sementara itu Kadis Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ir. Ida Bagus Wisnuardhana, M,Si. Memaparkan tantangan pembangunan pertanian di Bali sangat klasik yakni alih fungsi lahan, keterbatasan modal dan ketatnya persaingan pasar. “Saat pandemi Covid-19 keterbatasan modal usaha dan kesulitan pemasaran,” ujarnya. Ditambahkan, ada empat program yang dilancarkan mengatasi masalah tersebut meliputi peningkatan produktivitas dan produksi, pengamanan produksi, pengembangan infrastruktur pertanian dan pengolahan dan pemasaran hasil. Kebijakan lainnya, kata dia, melakukan refocusing anggaran pertanian untuk pengembangan cadangan pangan masyarakat, dan pemasaran produk pertanian baik secara online dan antar pulau. (ist)