Kurangi Kemiskinan, Adi Susanto: Pemprov Diharapkan Bantu Dana Subsidi Calon TKI Kapal Pesiar
(Baliekbis.com), Pekerja kapal pesiar terbukti memberikan multiflier effect yang besar, salah satunya mengatasi masalah lapangan kerja dan mengurangi angka kemiskinan di Bali.
“Jadi sudah seharusnya pemerintah serius membantu dan memberikan subsidi bagi calon pekerja yang ingin bekerja di kapal pesiar tapi terkendala biaya untuk berangkat,” ujar praktisi ketenagakerjaan dan pemerhati TKI, I Nengah Yasa Adi Susanto S.H.,M.H.,CHT., Minggu (6/1) di Denpasar.
Dikatakan Adi, tahun 2018 Pemprov Bali merencanakan anggaran Rp10 miliar untuk subsidi bagi 500 calon pekerja kapal pesiar asal Bali. Namun kemudian dibatalkan. “Saya pesimis ini bisa terwujud, jika tidak ada yang mengawal dan peduli dengan TKI kapal pesiar,” tegas Adi yang juga mantan Sommelier selama 10 tahun di Celebrity Cruises ini.
Adi juga mengaku kecewa dengan tidak responsifnya Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan DPRD Bali terkait program dana subsidi ini. “Saya sudah pernah audiensi dan dipanggil oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Bali tapi tidak ada tindak lanjut. Saya siap presentasi di DPRD Bali tapi malah dibatalkan,” keluh Adi yang juga Direktur LSP LPK Monarch Bali itu.
Ia menyayangkan kesan kurang seriusnya pemerintah memerhatikan para TKI asal Bali seperti TKI kapal pesiar. Contohnya progam dana subsidi bagi calon TKI kapal pesiar yang kurang mampu belum terealisasi padahal direncanakan dimulai pada 2018 lalu. “Ini terkesan setengah hati untuk membantu calon pekerja kapal pesiar yang kurang mampu,” kata Adi Susanto yang juga caleg PSI (Partai Solidaritas Indonesia) maju ke DPR RI dapil Bali nomor urut 1 itu.
Padahal, tambah Direktur PT. Ratu Oceania Raya Bali itu, ketika pemerintah memberikan dana subsidi atau dana hibah ini kepada orang-orang yang tidak mampu untuk bekerja di kapal pesiar, justru akan mengurangi tingkat kemiskinan. “Pemerintah harus serius membantu permasalahan SDM dan ketenagakerjaan ini agar bisa mengurangi kemiskinan,” harap Adi yang juga Ketua DPW PSI Provinsi Bali itu.
Di sisi lain Adi menyoroti dana hibah bansos yang difasilitasi anggota dewan yang cenderung hanya untuk kepentingan politik meraup suara pemilih. Secara elektoral, kata Adi, anggota Dewan tidak akan diuntungkan ketika hibah bansos digunakan untuk membantu masyarakat secara orang per orang seperti membantu calon pekerja kapal pesiar.
Kalau masyarakat membongkar balai banjar atau pura lalu diberikan bansos, maka seluruh masyarakat banjar atau pengempon pura diharapkan memberikan suara dan memilih anggota Dewan bersangkutan ketika maju lagi dalam kontestasi Pemilu Legislatif (Pileg).
“Mindset ini harus diubah. Makanya saya tidak setuju ada hibah bansos ini dibagi-bagikan untuk difasilitasi penyalurannya oleh anggota Dewan. Dana bansos ini harusnya dianggarkan untuk program-program berbasis kerakyatan dan produktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membangun SDM,” ujar Adi.
Untuk itu diharapkan progam dana subsidi bagi calon TKIP kapal pesiar ini bisa direalisasikan di tahun 2019. Progam ini pun semestinya diprioritaskan bagi calon pekerja kapal pesiar yang sudah siap dengan skill yang pengalaman minimal setahun di industri hospitality (hotel, vila, restoran dan sejenisnya). Namun mereka memang kurang mampu dan terkendala biaya untuk berangkat bekerja di kapal pesiar. “Tidak bisa mengambil orang yang baru tamat SMA/SMK,” terang Adi.
Secara teknis, progam dana subsidi ini juga diharapkan melibatkan para LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) di Bali. Caranya kerjasama Disnaker kabupaten/kota dengan LPK yang ada sebab mereka yang tahu persis penyiapan skillnya. Lalu pemberangkatan baru dikoordinasikan dengan pihak agen kapal pesiar. “Kalau tidak melibatkan semua stakeholder, bantuan dan progam ini mubazir. Tujuan subsidi ini tidak akan tercapai dan malah akan jadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan-red),” tandas advokat di Kantor Hukum Widhi Sada Nugraha & Partners ini. (wbp)