Lembaga Pendidikan Harus Siap Hadapi Industri 4.0
(Baliekbis.com), Anggota Komisi VI DPR RI daerah pemilihan (dapil) Gde Sumarjaya Linggih, mengingatkan lembaga pendidikan baik sekolah maupun pendidikan tinggi harus responsif menyikapi dinamika industri 4.0. Sebab jika tidak maka SDM yang dicetak tidak akan memilik daya saing global dan digital.
“Industri 4.0 ini adalah termasuk mesin generasi kedua yang digabung dengan science dan teknologi. Jadi berbisnis secara konvensional nantinya porsinya akan kecil sekali. Jadi mau tidak mau bisnis dan industri harus mulai dengan penerapan artificial intelligent, robotik, dan big data. Ini yang harus ditatap oleh teman-teman kita di lembaga pendidikan seperti di SMK/SMA maupun perguruan tinggi,” kata kata politisi yang akrab disapa Demer ini yang dihubungi serangkaian Hari Pendidikan Nasional, Rabu (2/5/2018).
Lebih lanjut dikatakan, saat ini Indonesia tengah menghadapi gelombang revolusi industri keempat atau revolusi industri 4.0. Era ini ditandai dengan automatisasi di berbagai bidang pekerjaan, masifnya penggunaan teknologi IoT (Internet of Things), kecerdasan buatan (artificial intelligent/AI) di berbagai lini, teknologi robotik, dan analisis berbasis big data.
Untuk menghadapi era industri 4.0 ini, lembaga pendidikan harus mampu menyiapkan dan meningkatkan daya saing SDM menangkap peluang maupun menghadapi tantangan baru yang disruptif baik ketika terjun di dunia kerja maupun saat berwirausaha. “Lembaga pendidikan harus mampu di garda terdepan menyiapkan SDM menghadapi revolusi industri 4.0 dengan berbagai perubahan cepat dan masif ini,” tambahnya.
Lebih jauh Demer menambahkan ada beberapa hal yang harus dikuasai dan diperhatikan dalam revolusi industri 4.0 ini. Pertama, penerapan sharing economy atau ekonomi berbagi. Saat ini trend bisnis tidak lagi owning economy atau ekonomi memiliki dimana ketika ingin mendirikan usaha, seorang pengusaha harus mempunyai aset sendiri.
“Saat ini konsepnya adalah sharing economy atau ekonomi berbagi. Jadi kita tidak harus punya aset sendiri. Maka kolaborasi menjadi penting. Misalnya Go-Jek tidak punya sepeda motor ataupun tukang ojek, mereka hanya punya sistem dan aplikasi,” papar Demer yang juga mantan Ketua Kadin Bali itu.
Hal berikutnya yang menjadi titik krusial juga adalah inovasi dan kreativitas. Sebab industri berubah dengan cepat. Maka cara-cara lama tidak bisa lagi terus digunakan.
“Inovasi dan kreativitas adalah bagian penting yang harus ditekankan dan ditanamkan pada siswa dan generasi muda untuk bisa menangkap peluang dan menghadapi tantangan industri 4.0,” tambah politisi Golkar itu.
Hal ketiga yang juga menjadi kunci adalah teknologi yang menjadi penanda industri 4.0 seperti teknologi IoT (Internet of Things), kecerdasan buatan (artificial intelligent/AI), teknologi robotik, dan analisis berbasis big data. “Maka lembaga pendidikan juga harus mampu memanfaatkan teknologi tersebut dan mendorong anak didiknya juga memahami peluang bisnis dan usaha yang ditimbulkan, pungkas Demer.
Di sisi lain, untuk menghadapi tantangan dan menangkap peluang revolusi industri 4.0, Presiden Joko Widodo (Jokowi) awal April lalu telah meluncurkan peta jalan atau roadmap“Making Indonesia 4.0” sebagai agenda nasional. Salah satu strategi Indonesia memasuki Industri 4.0 adalah menyiapkan lima sektor manufaktur yang akan menjadi percontohan untuk memperkuat fundamental struktur industri tanah air. Kelima sektor tersebut, yaitu industri makanan dan minuman, industri otomotif, industri elektronik, industri kimia, serta industri tekstil. (wbp)