Lewat “Rare Angon Melayangan Nyujuh Langit” Ida Bagus Ugrasena “Ngayah” Keliling Dunia “Nindihin” Bali
(Baliekbis.com), Nama Ida Bagus Ugrasena sudah tidak asing di kalangan pecinta layang-layang di seluruh dunia. Hampir 30 tahun ia keliling ke lebih dari 200 kota di dunia untuk memperkenalkan karya layang-layangnya yang bertajuk “Rare Angon Melayangan Nyujuh Langit”. Hasilnya, layangan tradisional Bali dan layangan kreasinya hingga populer ke seluruh penjuru dunia. Kini dalam ajang Dieppe Kite Festival di Normandy, Perancis yang akan digelar 8-16 September 2018, pria yang akrab disapa Gus Sena itu kembali tampil mengharumkan nama Bali. Ia akan memboyong “Rare Angon Melayangan Nyujuh Langit” yang sudah menjadi ikon layangan Bali serta ikon dalam setiap festival layang-layang Internasional. Seperti layangan Janggan, Bebean, Pecutan dan layangan kreasi.
“Layangan Rare Angon Janggan sudah menjadi ikon dunia. Dan saya ingin terus melayangan keliling dunia untuk membawa misi memperkenalkan budaya Bali. Ngayah pada Ida Bhatara Rare Angon nindihin Bali,” kata Gus Sena saat ditemui di Denpasar, Minggu (26/8/2018). Tidak hanya juga mengikuti berbagai rangkaian lomba dalam festival layang-layang di Perancis yang sudah ada sejak 1980 ini, Gus Sena juga akan terlibat dalam berbagai aksi sosial. Maupun juga edukasi dalam bentuk workshop membuat layang-layang.
“Biasanya akan ada edukasi on the spot. Jadi saya spontan ikut mengajar dan melatih bagaimana membuat layang-layang khususnya juga layang-layang ikon dari Bali,” terang pria yang sudah lebih dari 10 kali rutin hadir di Dieppe Kite Festival, Perancis ini. Baginya kehadiran “Rare Angon Melayangan Nyujuh Langit” di berbagai festival layang-layang internasional ibarat sudah menjadi tradisi dan keharusan. Sebab para pecinta layang-layang dari seluruh penjuru dunia juga sangat menanti bisa menyaksikan langsung keunikan tampilan dan aksi layang-layang Rare Angon ini meliuk-liuk di udara.
“Tanpa ada layangan tradisi dari Bali, layang-layang Rare Angon, festival ini dirasakan tidak meriah. Layangan kita ini berbeda. Ada energi, jadi ada taksu. Sebab sudah dipasupati oleh 9 Ida Pedanda Nabe,” ujar pria yang pernah meraih berbagai penghargaan dan juara dalam berbagai festival layang-layang internasional itu. Sama seperti perjalanan menghadiri ratusan festival layang-layang international di berbagai penjuru dunia dengan biaya sendiri, keberangkatan Gus Sena ke Perancis untuk festival layang-layang terbesar di dunia itu juga tanpa bantuan anggaran dari pemerintah. Orang-orang terdekatnya menyebutkan bahwa Gus Sena bahkan hingga menghabiskan uang ratusan miliar selama ini hanya untuk bisa ngayah melayangan keliling dunia ke berbagai festival.
Hal itu juga tak terlepas dari kecintaannya pada layangan sejak kecil. Baginya melayangan untuk membanggakan Bali dan “ngayah ngiring” Ida Bhatara Rare Angon yang dipercaya sebagai dewa layang-layang di Bali ibarat sebuah perjalanan spiritual yang juga bersifat personal. Ada ikatan batin dan kesatuan jiwa (soul) antara dirinya dengan layang-layang Rare Angon yang juga dipercaya memiliki spirit dan taksu Bali itu. Maka tak heran jika ia kerap hanya seorang diri hadir di festival sambil membawa layang-layang dan berbagai aksesoris serta perlengkapan untuk menerbangkannya. Gus Sena juga sudah terbiasa menerbangkan layang-layang berukuran 4 meter hingga 6 meter seorang diri.
“Layang-layang yang saya bawa ini prototipe atau miniaturnya. Jadi ukuran maksimal 6 meter. Kalau yang asli sampai 40 meter,” terangnya. Namun berbagai tantangan dan kendala pernah ia hadapi dalam menerbangkan layang-layang di sejumlah festival. Apalagi ketika angin memang sedang tidak bersahabat. Bahkan suatu ketika saat ia ikut festival di Inggris, Gus Sena sempat diolok-olok oleh warga Inggris. Sebab saat itu ia tidak bisa menerbangkan layangan akibat tak ada angin.
“Orang Bali dibilang punya banyak dewa. Sekarang kamu memanggil angin saja tidak bisa. Minta dewa kamu membantu,” begitu seloroh sejumlah warga Inggris yang hadir di festival. Gus Sena langsung terkejut. Ditambah sedikit rasa amarah bercampur “jengah”. Namun ia tidak habis akal dan tidak mati kutu. Berbekal keyakinan sebagai bakta (pemuja) atau “panjak” Ida Bhatara Rare Angon, Gus Sena bersama sang istri R.A. Helmi Ginanti langsung melakukan sejumlah ritual pemujaan. Istrinya meniup sangka kala. Sambil juga mengibar-ngibarkan kober (semacam bendera) bergambar Hanoman. Sambil juga Gus Sena dalam hati merafal mantra pemujaan dan doa secara khusyuk.
“Tapi kemudian saya bingung dimana mencari dupa. Karena tidak ada dupa, saya lantas merokok agar ada unsur apinya. Sebab bunga, air suci dan api adalah tiga unsur utama pemujaan kita kepada para dewa,” tuturnya. Akhirnya setelah beberapa saat angin berhembus. Lalu layang-layangnya bisa terbang. Bahkan seperti menari-nari di udara, ikut merayakan pemujaan pada Dewa Rare Angon. “Jadi tantangan terberat saya di Inggris. Orang -orang di negara ini percaya hal mistis, bahkan tahayul. Jadi kesannya dewa saya seperti diuji,” seloroh pria kelahiran Denpasar, 1 Agustus, 1965 itu. (wbp)