Mahasiswa Universitas Udayana Bali Gelar Festival Reformasi untuk Peringati Merosotnya Demokrasi

(Baliekbis.com), Mahasiswa Universitas Udayana Bali menyelenggarakan Festival Hari Reformasi dengan tema “Harap Harap Cemas” sebagai bentuk evaluasi terhadap kinerja sembilan tahun presiden yang dianggap menimbulkan permasalahan dalam perjalanan dan dinamika demokrasi di Indonesia. Acara ini berlangsung di Ruang Terbuka Hijau Kampus Sudirman, Denpasar, selama dua hari, mulai Minggu, 26 Mei 2024 hingga Senin, 27 Mei 2024.

Festival ini menampilkan berbagai kegiatan, termasuk pemutaran film bertema demokrasi yang membahas isu komersialisasi pendidikan serta pameran galeri demokrasi pada hari pertama dan kedua. Pada hari kedua, diadakan diskusi bersama yang menghadirkan tiga pembicara utama: Efatha Filomeno Borromeu Duarte, S.IP., M.Sos., akademisi dari Universitas Udayana; Rezky Pratiwi, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Bali; dan Riski Dimastio, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. Acara ditutup dengan pernyataan sikap dari mahasiswa.

Dalam pemaparannya, Riski Dimastio menyatakan, “Reformasi 26 tahun menjadi sebuah sejarah dan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Namun saat ini terjadi kemunduran dalam demokrasi yang hampir mirip gejalanya dengan Orde Baru, di mana penegakan HAM mulai pudar. Hal ini merupakan ujian politik bagi bangsa ke depannya. Oleh karena itu, penting bagi anak muda untuk memiliki pandangan sendiri yang dapat dimulai dengan hal-hal kecil seperti diskusi untuk memberikan pengetahuan mengenai keadaan kita saat ini.”

Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana, Efatha Filomeno Borromeu Duarte, S.IP., M.Sos., menambahkan, “Ironi saat ini adalah negara mengontrol ruang pikir masyarakatnya. Padahal konsep bernegara dimulai melalui pemikiran, dan hal ini mampu didapat melalui literasi politik. Ketidakcukupan pengetahuan mendorong usaha untuk mencari tahu lebih. Negara tidak boleh mengontrol ruang pikir dan diskusi masyarakatnya.”

Rezky Pratiwi, Direktur Utama Lembaga Bantuan Hukum Bali, menyampaikan bahwa “LBH Bali telah melakukan banyak advokasi terkait demokrasi dan melihat bahwa terjadi regresi dalam demokrasi saat ini. Negara menciptakan asumsi bahwa serangan terhadap masyarakat sipil adalah untuk melindungi kepentingan negara, sehingga ruang sipil menjadi sempit. Oleh karena itu, penguatan masyarakat penting dilakukan melalui komunitas rentan di akar rumput.”

Festival Hari Reformasi ini menjadi momentum penting bagi mahasiswa dan masyarakat Bali untuk mengevaluasi perkembangan demokrasi di Indonesia dan mendorong partisipasi aktif dalam menjaga nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.

I Nengah Aditya Kusuma Putra, Kepala Bidang Kajian dan Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, mengatakan bahwa diskusi ini diselenggarakan berkolaborasi dengan kawan-kawan BEM PM Udayana sebagai bentuk refleksi dari cita-cita reformasi.

“Harapannya, mahasiswa jangan pernah melupakan apa yang menjadi tonggak perjuangan bangsa dalam menentang penindasan dan penjajahan bangsa sendiri terhadap rakyatnya. Dengan diselenggarakannya diskusi ini, tentu untuk memantik kembali api perjuangan yang menjadi cita-cita reformasi. Kami BEM FH Unud menolak segala bentuk tindakan represi terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan berpikir di Indonesia, serta pemerintah wajib melindungi hak berpendapat dan menjamin kebebasan akademik sebagaimana perintah konstitusi UUD NRI 1945,” ujar Aditya.

Tomy Priatna Wiria, Menteri Aksi dan Propaganda BEM PM Universitas Udayana, menjelaskan, kegiatan ini merupakan program yang akan mencerdaskan masyarakat umum, dengan harapan bahwa program-program tersebut akan menjadi cerminan untuk menjelaskan bagaimana pemerintah hari ini harus terus dikritik dengan kebijakan-kebijakannya. (ist)