Mainkan Irama di Taman Angsoka
(Baliekbis.com), Sekaa Gambuh Kaga Wana Giri Desa Kedisan Kabupaten Gianyar bius seluruh penontong yang memadati area panggung angsoka area taman budaya Kamis, (28/6) siang. Sekaa gambuh dengan balutan busana hijau lumut kombinasi hitam ini memainkan irama dengan sangat apik nan lembut. Sekaa Gambuh yang didominasi kaum lansia tersebut mengusung judul “Punapi Gunung Pengebel” Punapi Gunung Pengebel merupakan sebuah lakon yang diambil dari cerita Malat. Cerita ini mengisahkan perjalanan Raja kerajaan Gegalang yang melakukan ritual keagamaan sebagai syujud syukurnya kehadapan Tuhan Hyang Maha Esa.
Cerita Punapi Gunung Pengebel ini menceritakan sebelum kerajaan mengalami kedamaian dan kesejahteraan sang raja pernah berucap Saat nanti jika kerajaan Gegalang damai sang raja akan melaksanakan upacara Punagi di gunung pengebel. Upacara Punagi itu sendiri merupakan ucapan rasa syukur kehadapan Hyang parama Kawi dan Lelangit-lelangit kerajaan. Disamping itu dipilihnya gunung sebagai tempat pemujaan karena sesuai kepercayaan hindu, Gunung merupakan tempat bersemayamnya roh-roh suci para leluhur.
Guna mewujudkan upacara punagi tersebut sang raja mengadakan rapat kerajaan. Bertepatan dengan hari purnama kedasa berangkatlah sang raja bersama permaisuri, semua patih punggawa dan abdi kerajaan menuju Gunung Pengebel. Diceritakan upacara Punagi berjalan dengan lancar tanpa adanya halangan berkat ketulusan sang raja. Namun tatkala sang raja dan rombongan balik menuju kerajaan, sang raja dihadang oleh Raja Pamotan yang ingin membunuh Raja Gegalang. Peperangan tak bisa dihindarkan lagi, dengan semangat yang berapi-api serta kemulian raja Gegalang, raja Pamotan tidak berhasil membunuh raja Gegalang. Dikisahkan dalam pertempuran tersebut tidak ada yg kalah ataupun menang. Begitu diceritakan kelihan gambuh Kaga Wana Giri Gusti Ngurah Widiantara.
Lebih lanjut widiantara menjelaskan cerita tersebut dari cerita panji cerita panji yang sudah ada sejak dulu. Widiantara juga mengakui bahwa kesenian gambuh merupakan warisan leluhur desa kedisan. “Mengingat kesenian gambuh merupakan ibu dari semua tarian. Maka dari itu perlu perhatian lebih untuk meransang generasi muda agar mau menarikan gambuh sebagai wujud melestarikan warisan leluhur” jelas Widiantara.
Widiantara juga menerangkan kesenian gambuh mulai berkembnag di Desa Kedisan sejak tahun 1972 ketika ada imigran dari karangasem datang kesana. “Untuk tampil di PKB kali ini kami telah melakukan latihan secara intensif sejak sebulan lalu. Kami juga ingin mengucapkan terimakasih karena telah diberi ruang untuk menampilkan kesenian Gambuh di PKB tahun 2018 ini”, Tutup Widiantara. (abg)