Menekan Tingginya Angka Bunuh Diri di Bali: Perlu Kolaborasi dan Kurangi Ego Sektoral

(Baliekbis.com), Anggota DPD RI perwakilan Bali I.B. Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan pentingnya
kolaborasi berbagai pihak terkait dalam upaya menekan kasus bunuh diri di Bali yang angka rata-ratanya tertinggi di Indonesia.

Berdasarkan data 2023, Bali tercatat sebagai provinsi dengan angka bunuh diri tertinggi di Indonesia,
mencapai 3,07 per 100.000 penduduk. Data Riskesdas 2018 juga menunjukkan Bali memiliki prevalensi gangguan jiwa berat tertinggi di Indonesia. Bali juga termasuk dalam sepuluh besar provinsi dengan penyalahgunaan narkoba tertinggi dan dana terbesar yang dialokasikan untuk judi online pada tahun 2023.

Angka bunuh diri di Bali yang tertinggi secara nasional tersebut harus menjadi perhatian serius dari semua pihak. “Karena itu kami mendukung berbagai upaya untuk membangun sistem yang lebih baik dalam penanganan masalah kesehatan mental ini,” ujar Rai Mantra yang juga Ketua Ikayana (Ikatan Alumni Universitas Udayana) ini dalam jumpa pers, Senin (25/11) di Warung Bendega Renon Denpasar.

Jumpa pers dihadiri Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ, Koordinator Bidang V Ikayana, Pengabdian Masyarakat dr. Anak Agung Istri Mira Yudiani dan Sekretaris Bidang V Ikayana, Gusti Alit Suputra.

Menurut Rai Mantra tingginya tingkat bunuh diri disebabkan banyak faktor. Kolaborasi dan ego sektoral harus cair agar bisa menekan angka bunuh diri ini. “Ikayana di usianya yang ke-50 juga ingin turut berkontribusi dalam mengatasi bunuh diri ini,” ujarnya.

Penanganan dan pencegahan bunuh diri diperlukan kolaborasi lintas sektoral dan komitmen pemerintah. Kesehatan mental merupakan aspek penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang unggul di masa depan.

Sementara itu Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar, dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ., menjelaskan penyebab bunuh diri bersifat multifaktorial dan multisektor. Karena itu perlu kerja sama, kolaborasi dalam penanganannya. Mulai dari pencegahan, seperti layanan konseling, faktor lingkungan, hingga penanganan kasus bunuh diri itu sendiri.

Melihat tingginya angka bunuh diri di Bali, dinilai penting adanya semacam Perda (Peraturan Daerah) untuk pencegahan serta penanganan kasus yang terjadi.

Koordinator Bidang V Ikayana, Pengabdian Masyarakat dr. A.A. Istri Mira Yudiani menjelaskan notulensi dari diskusi yang melibatkan 14 stakeholders yang akan menjadi bahan rekomendasi untuk pembuatan kebijakan pemerintah.

Sebelumnya Ikayana menggelar seminar bertajuk “Membangun Ekosistem Pencegahan dan Penanganan Bunuh Diri”. Dalam seminar terungkap fakta mengenai tingginya angka bunuh diri di Bali dan paling tinggi di tingkat nasional.

Seminar menghasilkan beberapa rekomendasi penting dalam rangka pencegahan bunuh diri, di antaranya perlunya penguatan kampanye edukasi di media sosial dan komunitas, meningkatkan akses layanan kesehatan mental yang mudah dijangkau masyarakat, terutama kelompok rentan seperti remaja, lansia, serta individu dengan gangguan jiwa atau fisik.

Salah satu rekomendasi utama adalah pengembangan sistem penanganan bunuh diri yang terintegrasi dan komprehensif, yang melibatkan semua sektor mulai dari pemerintah, lembaga kesehatan, hingga organisasi masyarakat dan keluarga. Program “Bali Menyama Bagia” yang mengusung sistem informasi digital terstandar untuk menangani bunuh diri secara holistik, dari pencegahan hingga rehabilitasi, menjadi salah satu inisiatif yang diusulkan untuk dimplementasikan di Bali.

Seminar juga menekankan pentingnya pendekatan yang lebih baik dalam penanganan kasus bunuh diri dengan melibatkan berbagai pihak terkait, seperti polisi, rumah sakit jiwa, BPJS Kesehatan, serta yayasan sosial. (bas)