Mengaku Dirugikan, GKHN Datangi Pengadilan Tinggi Bali Minta Cabut BAS Nurasa, S.H.
(Baliekbis.com), Puluhan pimpinan organisasi pergerakan di Bali yang tergabung dalam Gerakan Kearifan Hindu se-Nusantara (GKHN), bersama-sama perwakilan 66 ormas-ormas Hindu Bali yang tergabung dalam Forum Koordinasi Hindu Bali, Forum Taksu Bali, Puskor Hindunesia, Pesraman Kayu Manis, Swastika Bali, Cakrawayu Bali, DPP APN, Warih Dalem Pemayun, Dharma Murti Jembrana, Sandi Murti, YJHN, Suka Duka Pande seluruh Bali, Pecalang Dukuh Sakti Bali, Brahmastra, Keris Bali dll, Kamis (3/6) mendatangi Ketua Pengadilan Tinggi Bali.
Tim Hukum GKHN yang dipimpin I Nengah Yasa Adi Susanto,S.H.,M.H. dan A.A. Ngurah Mayun Wahyudi,S.H. minta agar Berita Acara Sumpah (BAS) I Ketut Nurasa,S.H. dicabut dan kepada Organisasi KAI agar I Ketut Nurasa, SH diberhentikan sebagai advokat.
GKHN mengaku dirugikan dan tidak terima akibat perilaku mantan narapidana I Ketut Nurasa yang saat ini menjadi seorang advokat, sekaligus yang bersangkutan adalah salah satu tokoh bergelar Prabhu di Sampradaya Non Dresta Bali Hare Krishna ( ISKCON) yang telah memecah belah keutuhan Krama Desa Adat yang ada di wilayah Bali.
Disebutkan, Advokat I Ketut Nurasa,SH telah mengaburkan eksistensi Desa Adat Bali yang dilindungi Undang-undang, dengan membentuk ormas yang namanya berkaitan dengan Krama Bali, seolah-olah lebih legitimit dari eksistensi Desa Adat Bali.
I Ketut Nurasa, S.H. telah membuat pengaduan kepada Polda Bali terkait dengan pemberian gelar “Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet”, yang dinyatakan sebagai identitas palsu yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Dan Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet juga diberi Gelar Adat sebagai “Bendesa Agung” adalah sebutan Jabatan Ketua Majelis Desa Adat pada tingkat Provinsi yang sudah menjadi keputusan Bendesa Adat se-Provinsi Bali.
Pemberian gelar sebagai Penglingsir Agung dan Bendesa Agung tersebut, merupakan nilai-nilai adat yang sangat dihormati dan dijadikan sebagai norma-norma adat dalam kehidupan masyarakat hukum adat di Bali. “Nilai-nilai dan norma-norma adat tersebut, saat ini telah dilecehkan oleh I Ketut Nurasa, S.H. yang menganggap gelar tersebut sebagai identitas palsu dan tindakan melawan hukum, dan telah mengadukan nilai-nilai adat yang sangat kami sucikan itu ke Polda Bali.
GKHN merasa tersinggung dan sangat dirugikan serta terhina atas sikap dan perilaku I Ketut Nurasa, S.H., yang menganggap gelar dan jabatan adat tersebut sebagai identitas palsu,” tegas Adi Susanto.
Sikap dan perilaku ini dinilai oleh para advokat telah mengacaukan kehidupan sosial Krama Desa Adat, karena tindakan yang dilakukannya itu telah membuat gaduh krama Desa Adat Bali. Advokat I Ketut Nurasa, S.H. dianggap telah mengobok-obok nilai-nilai adat yang selama ini disucikan, dan dijadikan sebagai norma hukum adat yang berlaku di lingkungan Krama Desa Adat di seluruh wilayah Bali.
Sebagai seorang mantan narapidana seharusnya yang bersangkutan sadar atas kehidupan kelam yang pernah dilaluinya, tetapi malah sebaliknya, telah menggunakan profesinya tersebut hanya untuk menghancurkan adat-istiadat dan budaya Bali, dan menghancurkan reputasi dan pembunuhan karakter, serta nama baik Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, yang sangat dihormati dan banggakan dan menjadi suri tauladan Umat Hindu Dresta Bali, karena pribadinya yang bijaksana, jujur dan selalu menegakkan kebenaran (dharma) dalam membela hak-hak umat Hindu Dresta Bali.
Perbuatan yang dilakukan Nurasa, S.H. tersebut adalah perbuatan yang melangar Undang-undang dan kode etik profesi advokat sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h dan huruf 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003, tentang Advokat, yang menyatakan bahwa, untuk menjadi seorang Advokat, syarat-syarat yang diatur dalam pasal tersebut adalah “tidak pernah dipidana karena melakukan Tindak Pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih” dan harus “berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil dan mempunyai integritas yang tinggi”. (ist)