Mikroplastik dan Racun Kimia: Kombinasi Mematikan bagi Ekosistem Laut
(Baliekbis.com), Salah satu bentuk pencemaran yang semakin mengkhawatirkan adalah mikroplastik. Mikroplastik merupakan partikel plastik yang sangat kecil, sering kali tidak terlihat oleh mata telanjang, namun memiliki dampak yang luar biasa besar terhadap ekosistem laut. Mikroplastik banyak terdeteksi di daerah pesisir atau pesisir. Selain itu mikroplastik didefinisikan sebagai partikel plastik berukuran sangat kecil, dengan diameter kurang dari 5 mm.
Partikel ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti serpihan plastik yang lebih besar yang terdegradasi, butiran plastik dari produk kosmetik, dan serat sintetis dari pakaian. Partikel yang mengendap ini tidak hanya mencemari lingkungan secara fisik tetapi juga menjadi media bagi racun kimia seperti pestisida, logam berat, dan bahan kimia industri untuk masuk ke dalam rantai makanan laut.
Ayu Aulia, dkk dalam sebuah artikel yang berjudul “Literature Review: Dampak Mikroplastik Terhadap Lingkungan Pesisir, Biota Laut dan Potensi Risiko Kesehatan” yang dipublikasikan di Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia menyatakan, perairan pesisir cenderung mengandung konsentrasi mikroplastik yang lebih tinggi dibandingkan dengan sungai. Hal ini disebabkan oleh akumulasi limbah plastik dari berbagai sumber, termasuk aktivitas manusia di wilayah pesisir, aliran sungai, dan pembuangan langsung ke laut.
Dalam sebuah artikel yang berjudul “Dampak Pencemaran Mikroplastik di Wilayah Pesisir Laut” yang ditulis oleh Jamika et al yang dipublikasikan di Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik pada tahun 2023, ia menyebutkan bahwa mikroplastik yang masuk ke dalam perairan pada akhirnya akan mengendap di sedimen. Sedimen merupakan akhir pengendapan dari partikel makro dan partikel mikro yang berasal dari material hasil erosi yang bersumber dari daratan dan dari bahan organik yang terakumulasi di dasar perairan.
Ronaldy Lovina et al dalam artikelnya yang berjudul “Dampak Pencemaran Mikroplastik Pada Ikan, Kerang dan Sedimendi Perairan Indonesia: Review” yang dipublikasikan di Jurnal Pengendalian Pencemaran Lingkungan pada tahun 2024, menyatakan mikroplastik memiliki karakteristik toksik yang berbahaya bagi organisme perairan atau akuatik. Ketika partikel mikroplastik masuk ke dalam sel atau jaringan organisme, mereka dapat mengganggu fungsi biologis, menghambat laju pertumbuhan, dan bahkan menyebabkan kematian.
Bahaya ini diperparah oleh kemampuan mikroplastik untuk menyerap dan membawa racun kimia seperti logam berat atau polutan organik, yang dapat meningkatkan efek merusaknya pada organisme. Selain merusak kesehatan individu biota, keberadaan mikroplastik dalam ekosistem juga mengganggu keseimbangan ekosistem perairan secara keseluruhan. Organisme yang terpapar mikroplastik dapat mengalami stres fisiologis, menurunnya tingkat reproduksi, dan populasi yang berkurang drastis, yang pada akhirnya berdampak pada jaring makanan laut.
Efek ini merugikan tidak hanya pada tingkat spesies tertentu tetapi juga pada keseluruhan keanekaragaman hayati perairan. Selain dampaknya terhadap organisme perairan, pencemaran mikroplastik dan racun kimia juga memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan manusia, terutama mereka yang tinggal di daerah pesisir. Banyak masyarakat pesisir menggantungkan mata pencaharian mereka sebagai nelayan, memperoleh penghasilan dari hasil menjual tangkapan ikan dan biota laut lainnya.
Ketika ekosistem perairan tercemar, jumlah dan kualitas hasil tangkapan nelayan pun menurun dan tidak bisa dipasarkan, baik akibat kematian biota laut maupun kontaminasi yang membuat ikan tidak layak untuk konsumsi karena akan menyebabkan efek yang buruk bagi kesehatan manusia. Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa mikroplastik memiliki potensi untuk menyebabkan sejumlah gangguan kesehatan pada manusia, termasuk gangguan metabolisme, neurotoksisitas, dan peningkatan risiko kanker.
Selain itu, mikroplastik juga dapat memicu berbagai masalah kesehatan lainnya, seperti gangguan kekebalan tubuh, kerusakan sistem saraf, gangguan reproduksi, dan sifat karsinogenik ungkap Ayu Aulia et al dalam artikel yang berjudul “Literature Review: Dampak Mikroplastik Terhadap Lingkungan Pesisir, Biota Laut dan Potensi Risiko Kesehatan” yang dipublikasikan di Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia pada tahun 2023 Selain dampak-dampak tersebut, mikroplastik yang mengandung bahan kimia berbahaya, seperti logam berat dan polutan organik, dapat memperburuk potensi risiko kesehatan.
Paparan mikroplastik dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati dan ginjal, yang mengarah pada penurunan kemampuan tubuh dalam mendetoksifikasi bahan berbahaya yang bisa menyebabkan kematian. Beberapa penelitian juga menunjukkan hubungan antara mikroplastik dan penurunan jumlah sel darah merah, yang dapat menyebabkan anemia. Untuk mengurangi mikroplastik dan racun kimia di perairan, langkah pertama yang paling penting dilakukan adalah dengan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang benar.
Pendidikan ini harus dimulai dari tingkat rumah tangga dan diperluas ke lingkungan umum, seperti sekolah, tempat kerja, dan fasilitas umum lainnya, terutama. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, kita dapat mendorong perubahan perilaku dalam mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah, terutama plastik sekali pakai yang menjadi penyebab utama pencemaran mikroplastik. Penerapan pengelolaan sampah yang tepat di rumah, seperti memilah sampah, mengurangi penggunaan plastik, serta memanfaatkan produk yang lebih ramah lingkungan, dapat mengurangi jumlah sampah yang akhirnya mencemari perairan.
M. Zaid Fathulloh et al, dalam artikelnya yang berjudul “Identifikasi Mikroplastik di Udara: Upaya Penanggulangan False Solution Plastic Management” yang dipublikasikan di Environmental Pollution Journal (Ecoton Journal) pada tahun 2021, mengatakan pengelolaan sampah yang paling umum diterapkan pada saat ini adalah konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Reduce berfokus pada upaya untuk mengurangi konsumsi plastik, khususnya plastik sekali pakai, yang menjadi penyebab utama pencemaran lingkungan. Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dapat dimulai dengan memilih alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti tas kain, wadah makanan yang dapat dipakai ulang, atau produk berbahan biodegradable.
Reuse mengarah pada penggunaan kembali barang atau plastik yang masih bisa dimanfaatkan, dengan tujuan menghindari pembuangan barang yang masih memiliki nilai guna. Misalnya, botol plastik bekas bisa dipakai ulang untuk berbagai keperluan rumah tangga atau bisnis kecil, sehingga memperpanjang masa pakai barang tersebut dan mengurangi limbah yang dihasilkan. Recycle berarti mendaur ulang sampah plastik yang tidak lagi digunakan menjadi produk baru yang berguna.
Proses ini memungkinkan bahan plastik yang telah terbuang untuk diolah kembali menjadi barang-barang baru, seperti perabot rumah tangga, bahan bangunan, atau produk tekstil. Selain itu, daur ulang mengurangi kebutuhan akan produksi plastik baru, yang dapat mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon yang dihasilkan oleh industri plastik. Konsep 3R ini bukan hanya sekadar cara mengelola sampah, tetapi juga mengedepankan prinsip keberlanjutan dengan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Penerapan yang konsisten dari prinsip ini dapat mengurangi volume sampah plastik yang mencemari lingkungan, menghemat sumber daya alam, dan mengurangi jejak karbon yang dihasilkan oleh proses produksi plastik.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan industri untuk berkomitmen pada penerapan 3R secara lebih luas, baik melalui kebijakan, edukasi, maupun inovasi dalam produk dan teknologi ramah lingkungan.
Penulis: I Gusti Ngurah Bagus Roni Rihena Mahasiswa Prodi Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa
Leave a Reply