Mudarta: Bali Perlu Pemimpin “Tri Hita Karana”
(Baliekbis.com), Jelang Pilgub Bali 2018 konstelasi politik terus berkembang bahkan sampai saat ini belum bisa dipastikan berapa pasangan calon yang akan maju. Meski demikian siapa pun pemimpin Bali ke depan harus mampu melaksanakan Tri Hita Karana sehingga Bali ajeg dan rakyatnya sejahtera. Demikian dikatakan Ketua DPD Partai Demokrat Bali I Made Mudarta,S.Sos. saat diminta komentarnya terkait Pilgub Bali, Kamis (31/8) di Kuta.
Menurut Mudarta, konsep Tri Hita Karana sudah jelas, tinggal bagaimana melaksanakannya dengan baik. Dari sisi parhyangan yakni hubungan antara manusia dengan tuhan memang sudah berjalan baik. Namun hubungan antara manusia dengan manusia (pawongan) serta manusia dengan lingkungan (palemahan) masih belum sesuai harapan. “Kita lihat dari sisi pawongan masih sering terjadi bentrok. Dari sisi alam juga banyak yang rusak dimana sungai tercemar dan sebagian alam rusak akibat ulah manusia,” jelasnya. Melihat kondisi ini, maka menjadi tugas pemimpin Bali nanti untuk bisa membenahinya. “Karena itu rakyat harus cerdas memilih pemimpin yang bisa menjaga Bali agar ajeg,” tambahnya.
Mudarta menjelaskan saat ini kondisi Bali timpang. Pembangunan tidak merata akibat terkonsentrasi di Bali Selatan. Sehingga hal ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tak merata. Bukan saja secara fisik, juga ekonomi masyarakatnya. Masih banyak rakyat miskin dan tak mampu sekolah. “Padahal salah satu cara pengentasan kemiskinan adalah dengan pendidikan,” tegasnya. Untuk itu, politisi yang juga pelaku bisnis ini mengingatkan pemimpin Bali nanti harus bisa memecahkan masalah tersebut. “Jadi dia harus paham dengan Tri Hita Karana dan konsisten menjalankannya. Ini juga menjadi tugas masyarakat untuk jeli memilih pemimpinnya yang betul-betul bisa menjaga Bali,” tegasnya.
Menurut Mudarta, secara ekonomi sebenarnya Bali mampu mensejahterakan masyarakatnya. Pasalnya pendapatan Bali dari sektor pariwisata sangat besar. “Kalau saja pemasukan ini bisa dimanfaatkan secara tepat, maka kemiskinan akan bisa dientaskan sepenuhnya,” jelasnya. Masalahnya, pemasukan yang begitu besar itu hanya sebagian kecil yang bisa digunakan, itupun tak merata. Jadi ini juga menjadi tugas pemimpin untuk bisa mengelola pemasukan dari sektor pariwisata ini secara maksimal. “Kita bisa mencontoh DKI Jakarta,” ujar Mudarta. (bas)