“Ngejot #2” Galungan, Peradah Bangli dan FPMHD-Unud Sambangi Warga Tak Mampu di Balik Bukit Kintamani
(Baliekbis.com), Dewan Pimpinan Kabupaten Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Indonesia Bangli bersama Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Udayana (FPMHD-Unud) menyambangi masyarakat di balik bukit Kintamani yakni Dusun Alengkong, Dusun Bukit Sari, Dusun Kayu Selem serta Dusun Kayu Padi yang semuanya masuk dalam Desa Songan, Kintamani, Bangli. Kegiatan tersebut serangkaian dengan “Peradah Ngejot #2” DPK Peradah Indonesia Bangli. Program ini dilaksanakan menyongsong Hari Suci Galungan dan Kuningan.
Ketua Panitia “Peradah Ngejot #2” DPK Peradah Indonesia Bangli, I Wayan Sui Suadnyana menuturkan kegiatan tersebut memang dilaksanakan sebelum tiba hari raya Galungan dan Kuningan. Hal ini sebagai upaya membantu atau meringankan beban masyarakat dalam merayakan hari raya tersebut.
“Yang disasar adalah mereka yang dikategorikan kurang mampu terutama yang sudah lansia atau tidak bisa bekerja karena keterbatasan,” katanya Sabtu (20/7/2019) usai melaksanakan program tersebut.
Sui menuturkan, “Peradah Ngejot #2” DPK Peradah Bangli kali ini menyasar sebanyak 10 Kepala Keluarga (KK) di empat dusun. 10 KK itu diantaranya masing-masing 3 KK di Dusun Bukit Sari, Dusun Alengkong dan Dusun Kayu Selem serta 1 KK di Dusun Kayu Padi.
Selain itu, program “Peradah Ngejot #2” ini juga menyambangi sebuah sekolah dasar di balik bukit Kintamani, tepatnya SDN 7 Songan. Disana, DPK Peradah Indonesia Bangli bersama FPMHD Unud menyumbangkan masing-masing sebanyak 390 pcs buku tulis serta bacaan satwa Tantri untuk para siswa. “Kami menyumbangkan 720 buah atau 72 pack buku tulis kepada siswa di sana. Jadinya per siswa mendapatkan enam buah buku. FPMHD-Unud juga menyumbangkan 130 buah bolpoin,” tuturnya.
Pemuda asal Banjar Langkan, Desa Landih, Bangli itu menuturkan segala bentuk bantuan yang disalurkan kepada siswa maupun masyarakat merupakan sumbangsih dari masyarakat. Dana tersebut dikumpulkan mulai awal Juni 2019. “Terima kasih untuk masyarakat umum yang sudah memberikan kami kesempatan dalam menyalurkan tali kasih ini kepada masyarakat. Mudah-mudahan kegiatan ini senantiasa bisa berkembang kedepan,” harapnya sembari mengucapkan terimakasihnya kepada Kepala Desa Songan A dan B beserta jajaran yang telah memfasilitasi kegiatan tersebut.
Ketua DPK Peradah Indonesia Bangli, I Ketut Eriadi Ariana, mengungkapkan kegiatan yang telah digelar untuk kedua kalinya itu adalah bentuk realisasi ajaran agama Hindu, khususnya Tri Hita Karana. Pihaknya meyakini, bentuk terbaik ajaran agama terjadi ketika apa yang ada di sastra dapat direalisasikan dan memberi manfaat untuk orang banyak.
“Selama ini ajaran agama seringkali hanya diwacanakan atau direalisaikan dalam laku-laku ritual, belum benar-benar mengakar pada tindakan nyata. Konsep pawongan atau manusa yadnya misalnya, kebanyakan baru direalisasikan sebatas upacara yang konon dapat meningkatkan derajat kesucian yang diupacarai. Namun, kadang kala kita abai dengan masyarakat sekitar, lupa masih banyak ada tetangga yang harus berhutang untuk melakoni ritual,” jelasnya.
Penetapan lokasi pun memang disengaja di balik bukit Kintamani, yang notabene memiliki akses yang sangat sulit dan jauh dari pusat kota/kecamatan apalagi kabupaten. “Melalui program ini kami banyak mendapat cerita soal kehidupan krama Bangli di balik bukit yang aksesnya masih cukup sulit. Lantaran akses ini, mereka lebih cepat ke Karangasem dibandingkan ke ibu kota Kintamani. Mereka juga sangat terbatas pada akses pendidikan dan kesehatan, yang sejatinya merupakan kebutuhan mendasar setelah makanan,” katanya.
Sebagai organisasi pemuda yang sejatinya turut mewakili kalangan intelektual, pihaknya juga menyisipkan pesan pemaknaan dari pelaksanaan Hari Suci Galungan dan Kuningan. “Selain berupa sembako, kami juga sertakan risalah kecil di jotan yang kami bagikan. Tujuannya ingin mengingatkan makna berhari raya, disamping memang berupaya memberi ‘asupan’ batin kepada mereka. Karena, kami percaya kenyang perut belum tentu cukup asupan batin. Bukan juga bermaksud menggurui,” tandasnya.
Sementara itu, Koordinator FPMHD Unud, I Putu Eka April Yanto, berharap gerakan kecil tersebut dapat memacu semangat siswa di sana untuk lebih giat lagi belajar. “Semoga apa yang kami salurkan bisa bermanfaat bagi warga setempat dan juga dapat memotivasi adik-adik kami di daerah Songan untuk lebih giat lagi belajar,” katanya.
Layanan kesehatan dan pendidikan menjadi dua layanan publik yang sangat dibutuhkan masyarakat di balik Bukit Kintamani. Menurut penuturan Kepala Dusun Bukit Sari, Songan, Kintamani, I Jero Gede Simpen, akses layanan kesehatan terdekat memang cukup jauh, yang terletak di Desa Songan. Untuk melalui itu mereka harus naik-turun gunung, yang bisa memakan waktu 20 s.d. 30 menit.
“Layanan kesehatan memang sangat kami perlukan di sini, mungkin bisa diwujudkan dalam bentuk puskesmas pembantu atau lainnya, sebab untuk mencapai yang terdekat memang cukup jauh dari lokasi dusun kami. Belum lagi jika rumah masyarakat bersangkutan di luar akses jalan utama,” katanya.
Akibat yang paling dirasakan akibat minimnya ketersediaan layanan kesehatan ini ketika ada masyarakat yang hendak melahirkan. “Beberapa kasus, masyarakat kami pernah melahirkan di perjalanan, sebelum sampai di layanan kesehatan terdekat. Begitu juga ketika warga ada yang sakit,” ucapnya.
Selain itu, akses listrik dan jalan juga masih sangat diharapkan. Akses jalan hotmix dan listrik diakui baru terselesaikan pada 2018 silam. Khusus listrik, ia mengakui memang baru sebagian warga yang teraliri listrik. “Ada yang belum (teraliri listrik), masih ada yang menggunakan listrik swadaya, yang awalnya digunakan manaikkan air danau, ada juga menggunakan solar panel surya bantuan pemerintah,” tambahnya.
Pengakuan senada juga dinyatakan Kepala SDN 7 Songan, I Nyoman Arus. Ia mengungkapkan aliran listrik di sekolahnya masih dialiri listrik swadaya, sehingga tak cukup kuat digunakan untuk banyak keperluan alat pendukung pendidikan. “Keperluan administrasi saya kerjakan di rumah, kalau di sini tidak kuat,” ucapnya.
Ditambahkan, pihaknya sejatinya kekurangan tenaga pengajar. Saat ini hanya ada 7 guru di SDN 7 Songan, dengan yang berstatus PNS sebanyak tiga orang. “Kami tidak punya guru olahraga, sehingga diajar oleh guru pelajaran lain,” imbuhnya.
Keprihatinan juga tampak dari kondiak sarana penunjang perpustakaan dan ruang kelas. Pantauan di lapangan, buku pelajaran banyak yang merupakan fotocopy, sedangkan kondisi kelas banyak terlihat plafon yang jebol. (eri)