Ogoh-ogoh dengan Iringan Sound System Tak Cirikan Budaya Bali
(Baliekbis.com),Sehari sebelum Nyepi tepatnya pada malam pangrupukan, sebagian besar warga akan tumpah ruah ke jalan untuk menyaksikan pengarakan ogoh-ogoh. Nah untuk tahun ini, Pemerintah Kota Denpasar kembali melarang pengarakan boneka raksasa dengan perwujudan buta kala ini menggunakan sound system.
Keputusan dari Pemkot inipun mendapat tanggapan positif masyarakat, salah satunya tokoh muda Denpasar, I Gusti Agung Ngurah Adi Mertha,SE. Menurutnya, pengarakan ogoh-ogoh dengan diiringi sound system tidak mencerminkan budaya Bali.
“Apalagi seperti tahun lalu, ada yang secara khusus membawa DJ untuk beratraksi di atas panggung kecil di dekat ogoh-ogohnya. Ini sudah keluar jalur dari pakem budaya kita. Saya harap ini tidak terjadi lagi,” ujarnya di Denpasar, Selasa (5/3/2019).
Menurut pria yang akrab disapa Jik Wah Uyuk, perangkat desa di masing-masing wilayahnya diharapkan turut memberikan imbauan dan juga pendampingan kepada generasi milenial ini untuk tidak lagi menggunakan sound system. “Jika menggunakan sound system sungguh menyimpang dari budaya adat Bali,” ujar pria kelahiran Denpasar 23 April 1980 ini.
Lebih lanjut Jik Wah Uyuk mengatakan, pihaknya juga mengapresiasi keputusan Pemkot yang tetap memperbolehkan parade ogo-ogoh, kendatipun dalam suasana pemilihan umum. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah kota komitmen untuk melestarikan seni dan budaya Bali.
“Kalau tidak kita yang melestarikan, siapa lagi? Cuma perlu diingat, kita juga harus mendampingi para generasi milinial agar tidak menyimpang dari budaya Bali dengan wajibkan arak-arakan ogoh-ogoh menggunakan iringan gong bleganjur,” jelasnya.
Sementara itu, terkait sampah yang biasanya berserakan seusai pengarakan ogoh-ogoh, pihaknya berharap warga yang menonton arak-arakan tersebut juga harus ikut berpartisipasi agar segera memungut dan membuangnya ke tempat sampah. Apalagi Perwali No. 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Plastik telah terbit. “Jangan biarkan bumi rusak dengan plastik, kasihan anak cucu kita nanti, karena plastik sangat susah untuk hancur dan butuh waktu ratusan tahun,” tandasnya. (gus)