OJK Dukung Program Pemerintah dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional
(Baliekbis.com),Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengerahkan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk meringankan beban masyarakat, pelaku sektor informal dan UMKM serta pelaku usaha lainnya sekaligus menjaga stabilitas dan kinerja lembaga jasa keuangan.
“Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan pelaku pasar sehingga mampu meningkatkan capital inflows dan sebaliknya menahan capital outflows. Sejak awal kondisi pandemi, OJK dengan sigap memberikan respon cepat dengan menerbitkan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019,” jelas Ananda R. Mooy, Plh Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusra, Senin (5/10).
Selanjutnya, penerbitan POJK tersebut diiringi dengan lahirnya kebijakan Pemerintah terkait subsidi bunga. Tidak hanya itu, untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional dan mengoptimalkan implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), OJK juga telah mengeluarkan serangkaian kebijakan yang akomodatif dan forward looking, fokus dan terarah.
Stabilitas Sektor Keuangan Masih Terjaga
Intermediasi industri perbankan nasional pada Agustus 2020 tercatat masih mampu tumbuh positif sebesar 1,04% yoy untuk Bank Umum dan 16,38% untuk BPR. Tentu capaian ini merupakan hal yang cukup mengesankan di tengah pandemi Covid-19 yang masih menggelayuti perekonomian nasional.
Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) mampu tumbuh di level tinggi sebesar 11,64% yoy untuk Bank Umum dan 14,76% yoy untuk BPR. Profil risiko lembaga jasa keuangan nasional pada Agustus 2020 masih terjaga pada level yang manageable dengan rasio NPL gross tercatat stabil sebesar 3,22% pada Bank Umum dan 8,36% pada BPR.
Ananda R. Mooy menambahkan di tengah situasi pandemi ini, kinerja perbankan baik Bank Umum maupun BPR periode Agustus 2020 masih dalam kondisi yang sehat dan kondusif. Penghimpunan DPK seperti giro, tabungan dan deposito meningkat selama 3 bulan terakhir ini yaitu menjadi sebesar Rp110,48 triliun walaupun mengalami perlambatan pertumbuhan dibanding Agustus 2019 yaitu -2,12% yoy.
Adapun penyaluran kredit kepada masyarakat tumbuh 1,52% yoy menjadi Rp92,36 triliun. Untuk industri BPR sendiri mengalami pertumbuhan kredit sebesar 1,44% yoy. Secara umum, kredit konsumsi masih mendominasi penyaluran kredit di Bali dengan share sebesar 38,41% disusul dengan kredit kepada sektor perdagangan besar dan eceran dengan share sebesar 28,73%.
Untuk Loan to Deposit Ratio (LDR) Provinsi Bali masih dalam batas wajar yaitu sebesar 83,60%. Hal yang patut disyukuri juga yaitu angka kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) terus mengalami penurunan sejak posisi puncaknya pada bulan April tahun ini. NPL Perbankan di Bali periode Agustus 2020 sebesar 3,55%, dengan NPL Bank Umum sebesar 2,89% dan BPR sebesar 8,22%.
Diharapkan kinerja perbankan Provinsi Bali baik Bank Umum maupun BPR periode selanjutnya juga tetap sehat dan kondusif. Selanjutnya, untuk Industri Pasar Modal di Bali periode Agustus 2020 juga cukup menggembirakan dengan pertumbuhan investor saham dan investor reksa dana berturut-turut sebesar 41,30% yoy dan 83,34% yoy.
Namun demikian, dari sisi Industri Keuangan Non Bank di Bali terjadi perlambatan pertumbuhan piutang pembiayaan di Perusahaan Pembiayaan dan Modal Ventura berturut-turut sebesar -6,45% dan -10,69%. Sedangkan untuk investasi di Dana Pensiun mengalami pertumbuhan sebesar 3,44% yoy.
Dalam upaya memitigasi dampak pelemahan ekonomi dan menjaga ruang untuk peran intermediasi sektor jasa keuangan, OJK kembali mengeluarkan kebijakan lanjutan dengan merelaksasi ketentuan di sektor perbankan untuk lebih memberikan ruang likuditas dan permodalan perbankan sehingga stabilitas sektor keuangan tetap terjaga di tengah pelemahan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid–19.
OJK senantiasa memantau perkembangan pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian global dan domestik. OJK juga akan terus menyiapkan berbagai kebijakan sesuai kewenangannya menjaga stabilitas industri jasa keuangan, melindungi konsumen sektor jasa keuangan serta mendorong pembangunan ekonomi nasional.
Penerapan Kebijakan Relaksasi Kredit/Pembiayaan oleh Industri Jasa Keuangan di Bali
Di Provinsi Bali sendiri industri jasa keuangan telah melaksanakan restrukturisasi dengan data yang berhasil dihimpun Per September 2020, secara outstanding terdapat 228.951 rekening kredit perbankan terdampak dengan besaran kredit Rp33,92 Triliun. Dari jumlah tersebut sebanyak 182.476 rekening dengan total kredit Rp28,09 Triliun telah mendapatkan restrukturisasi.
Khusus untuk Bank Umum di Provinsi Bali, terdapat 197.706 rekening terdampak dengan besaran kredit Rp27,86 Triliun. Dari jumlah tersebut sebanyak 161.742 rekening dengan total kredit Rp23,53 Triliun telah mendapatkan restrukturisasi.
Sementara itu, untuk Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Bali, terdapat 31.245 rekening terdampak dengan besaran kredit Rp6,06 triliun. Dari jumlah tersebut sebanyak 20.734 rekening dengan total kredit Rp4,56 triliun telah mendapatkan restrukturisasi.
Untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bali, dari 10 Bank Umum yang telah melaporkan tercatat bahwa terdapat 101.736 rekening dengan nominal Rp4,22 triliun yang terdampak. Dari jumlah tersebut sebesar 77.330 rekening dengan nominal kredit Rp3,37 triliun telah mendapatkan restrukturisasi.
Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh 67 Perusahaan Pembiayaan diketahui bahwa untuk Provinsi Bali terdapat 123.937 rekening dengan besaran nominal pembiayaan Rp7,08 triliun terkena dampak Covid-19. Dari jumlah tersebut, sebanyak 95.699 rekening dengan nominal pembiayaan Rp6,17 triliun telah mendapatkan persetujuan restrukturisasi.
PT Pegadaian yang berlokasi di Bali mencatat terdapat 3.142 nasabah dengan nominal pembiayaan Rp91,92 miliar yang terdampak. Dari jumlah tersebut sebesar 2.659 nasabah dengan nominal pembiayaan Rp76,52 miliar yang mengajukan keringanan dan telah disetujui.
Sedangkan PT Permodalan Nasional Madani yang berkantor cabang di wilayah Bali mencatatkan 95 nasabah dengan nominal pembiayaan Rp19,46 miliar terdampak. Selanjutnya, dari jumlah tersebut sebanyak 9 nasabah dengan pembiayaan Rp1,25 miliar telah mendapatkan keringanan.
OJK secara proaktif melakukan pemantauan dan koordinasi hingga di daerah-daerah melalui kepanjangan tangan kantor regional atau kantor OJK di daerah. Upaya ini dilakukan untuk mempercepat proses identifikasi sekaligus mengatasi berbagai kendala yang ada.
OJK meyakini pemulihan ekonomi secara bertahap dan berkelanjutan di daerah-daerah pada gilirannya akan menopang pemulihan ekonomi nasional yang lebih solid dan cepat. Salah satu program Pemerintah adalah Penempatan Uang Negara pada Bank Umum dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional sebagaimana yang tertuang dalam PMK 70/PMK.05/2020.
Total Penyaluran Uang Negara di Bali hingga September 2020 adalah sebesar Rp3,46 triliun dengan potensi penyaluran hingga akhir tahun 2020 adalah sebesar Rp4,45 triliun. Selain itu, perbankan Bali juga mengimplementasikan PMK 71/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Untuk Provinsi Bali sendiri, total pelaku usaha yang telah mendapatkan penjaminan kredit per 30 September 2020 adalah sebanyak 2.330 pelaku usaha dengan kredit yang dijaminkan sebesar Rp682 milisr.
Ke depan, OJK terus konsisten memperkuat pengawasan terintegrasi untuk dapat mendeteksi lebih dini potensi risiko terhadap stabilitas sektor jasa keuangan dan juga mendukung terlaksananya program PEN secara menyeluruh guna mengakselerasi pemulihan ekonomi. OJK juga melakukan pemantauan dan asesmen terhadap perkembangan pandemi Covid-19 serta meningkatnya tensi geopolitik global/regional untuk menakar dampaknya terhadap perekonomian dan sektor keuangan.
Dalam situasi dan kondisi saat ini, OJK senantiasa mempersiapkan kebijakan preemptive dan forward looking serta mengeluarkan kebijakan tersebut secara tepat waktu. Tak kalah pentingnya, OJK juga terus memperkuat koordinasi dengan seluruh otoritas terkait dan segenap pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. (ist)