Pakar UGM: Perlu Koordinasi Fleksibel Pusat-Daerah Tangani Covid-19
(Baliekbis.com), Guru Besar Fisipol UGM, Prof.Dr. Erwan Agus Purwanto mengatakan pemerintah perlu melakukan koordinasi secara dinamis dalam penanganan wabah Covid-19 ini. Menurutnya, disituasi darurat saat ini, koordinasi dengan regulasi yang kaku tidak lagi bisa diterapkan.
“Dalam situasi darurat, koordinasi dengan logika pad aturan yang kaku tidak bisa lagi dilakukan. Kuncinya adalah komunikasi dan adjusment yang dinamis di semua level,” jelas pakar kebijakan publik ini saat penyampaian seruan moral UGM dalam melawan Covid-19 secara daring, Senin sore (13/4)
Apabila semua elemen memiliki semangat yang sama yakni gotong royong, maka hal tersebut dapat dilakukan. Mislanya, gubernur, bupati, ataupun wali kota dapat mengajukan usulan dan inisiatif kepada menteri maupun presiden terkait pengendalian wabah virus corona ini.
Dekan Fisipol UGM ini mengungkapkan koordinasi dengan cara baru dibutuhkan saat dihadapkan dengan situasi yang tidak normal. Koordinasi yang fleksibel dan dinamis sangat dibutuhan dalam kondisi krisis saat ini.
“Dibutuhkan koordinasi yang dinamis, tidak berdasar otoritas dan posisi.Namun pada tujuan untuk melidungi masyarakat keluar dari krisis Covid-19,” terangnya.
Pernyataan senada turut disampaikan Dekan FKKMK UGM, Prof.dr. Ova Emilia, M.Med.,Ed., SPOG (K)., Ph.D. Dia menyebutkan perlunya koordinasi yang sifatnya luar biasa dalam penanganan Covid-19.
“Butuh koordinasi yang tidak biasa saja, tapi koordinasi luar biasa yang fleksibel dan kelegawaan semua pihak,” terangnya. Contohnya, saat ada lonjakan baik ODP maupun PDP yang memerlukan karantina tidak hanya diatasi oleh sektor ksehatan saja. Namun membutuhkan koordinasi dengan berbagai pihak seperti yang dilakukan di Yogyakarta bekerjasama dengan balai diklat, asrama haji, dan balai-balai yang terdapat di kabupatan atau kota di Yogyakarta.
Demikian juga saat berbicara tentang rumah sakit. Ova menjelaskan rumah sakit berada di sektor kesehatan, tetapi dimiliki sektor yang berbeda-beda. Misalnya, rumah sakit milik pemerintah daerah, swasta, dan pemerintah pusat yang masing-masing mempunyai alur komando yang berbeda.
“Mereka harus kerja bersama, putuskan bersama untuk kepentingan masyarakat. Misal di Jogja ada 80-an rumah sakit, mana yang jadi rujukan teratas ya semua harus bantu baik SDM maupun peralatannya dari tempat lain agar pelayanan bisa diwujudkan,”paparnya. (ika)