Pameran Warna Rosi di Beberapa Kota di Indonesia: Mencerminkan Perasaan dan Semangat Hidup dalam Dua Budaya Berbeda

Lukisan Rosi adalah bentuk media ekspresi diri, memungkinkan dirinya menyampaikan pikiran, emosi dan pengalaman hidupnya selama ini. Melalui ritmis lingkaran warna-warni dinamis dan menawan yang diciptakan oleh jari-jarinya, Rosi mengomunikasikan suara artistiknya, mencerminkan perasaan terdalamnya dan semangat hidup dalam dua budaya yang berbeda.

(Baliekbis.com), Rosi yang memiliki nama lahir Ni Nyoman Rosita Ujianti dari pasangan I Made Ukir Dharta (Bali) dan Mysah (Banyuwangi) adalah pelukis otodidak. Minat melukisnya sudah ada sejak kecil. Ia merekam ingatan melalui gerak sebagai penari dan gerakan tangan. Saat menari inilah yang kemudian menjadi teknik untuk melukis.

Sebelum memantapkan diri terjun melukis, lulusan Universitas Widya Gama Malang ini bekerja cukup lama di industri pariwisata di antaranya, pertama di Hotel Aman Nusa, Nusa Dua, Ritz-Carlton Bali, dan terakhir di Four Seasons Resort di Maladewa. Ketika ke Perancis, ia menikah dan sekarang mengelola institut kecantikan Ayu bien-être di Strasbourg.

Ia kemudian mengungkapkan dirinya sebagai seorang pelukis, berpameran dengan nama Rosi di berbagai tempat seperti Villa Schutzenberger (Strasbourg 2018), Hotel Reagent Petite Rance (Strasbourg 2019), dan Hotel Boma (Strasbourg 2019).

Setiap karyanya yang dilukis dari telunjuk jarinya menambah kedalaman repertoar artistiknya, memperkaya pemaknaan dengan ragam citra yang dapat dinikmati oleh penikmat karyanya. Kemampuan Rosi memadukan dua budaya berbeda dalam karya seninya selama ini merupakan bukti kematangan dari pengalamannya.

Tumbuh di lingkungan multikultural, ia dihadapkan pada beragam adat, tradisi, dan cara hidup. Perpaduan budaya ini memberinya perspektif unik yang tercermin dalam karya seninya. Dengan menggabungkan unsur-unsur dari dua budaya barat dan timur, ia mendobrak batasan dan menciptakan representasi visual dari identitasnya sendiri.

Lingkaran ritmis repetitive yang dibuat Rosi dengan jari-jarinya selama ini, telah menjadikan identitas pencapaian artistiknya. Bentuk lingkaran, tanpa awal dan akhir, melambangkan siklus kehidupan yang tiada akhir dan keterhubungan dengan segala sesuatu yang ada. Ini seperti melambangkan kesatuan, keutuhan, dan sifat siklus keberadaan.

Melalui lingkaran-lingkaran ini, Rosi mengomunikasikan
keyakinannya akan keselarasan dan keterhubungan berbagai budaya, meski terdapat perbedaan yang nyata.

Warna memainkan peran penting dalam karya seni Rosi, karena warna membangkitkan emosi dan menyampaikan pesan lebih dari sekadar kata-kata. Setiap rona memiliki arti tersendiri, dan dengan memilih warna yang ingin dihadirkan serta kemampuan memadukannya secara cermat, Rosi menciptakan pengalaman visual yang menawan bagi siapapun yang melihatnya.

Warna-warna cerah dan berani yang ia gunakan mencerminkan sifat penuh gairah dan keinginannya untuk tampil menonjol. Melalui karya seninya, ia mampu menyalurkan emosi dan menyampaikan pikiran terdalamnya tapa mengucapkan sepatah kata pun.

Karya seni Rosi tidak hanya menceritakan perjalanan pribadinya tetapi juga menjangkau khalayak yang lebih luas. Ini berfungsi sebagai jembatan antar budaya, memungkinkan orang- orang dari latar belakang berbeda untuk terhubung dan memahami satu sama lain pada tingkat yang lebih dalam.

Melalui karya seninya, Rosi menantang praduga dan stereotip, mendorong dialog tentang keragaman dan penerimaan budaya.

Sebagai orang Bali, Indonesia yang tinggal di Strassbourg ia tidak bisa begitu saja melepaskan tradisinya yang melekat pada dirinya. Ia tetap berpegang teguh pada kekuatan spirit keluhuran budayanya.

Ketika ia bertemu dengan budaya barat, ia tidak serta merta ingin terlibat dalam benturan atau membenturkan diri dalam melihat persoalan yang berbeda. Ini meraciknya, ia justru menariknya dalam garis-garis harominis yang saling bertemu dalam lingkaran dan warna.

Pada pamerannya tahun 2019 di Strasbourg yang mengusung tema “Spirit dua budaya yang berbeda”, Rosi tetap konsisten melalui karyanya untuk menghadirkan pembicaraan betapa penting titik temu dialog barat dan timur dalam mencapai keharmonisan bagi kehidupan yang lebih baik di atas bumi ini.

Salah satu aspek lain paling luar biasa dari karya Rosi adalah kemampuannya memasukkan spiritualitas ke dalam karya seninya. Lukisannya memancarkan rasa energy semesta. Rosi menyadari sepenuhnya, bahwa setiap goresan yang dibuat melalui jarinya sejatinya hadir dipandu oleh kekuatan yang lebih tinggi.

Unsur spiritual ini terlihat dari pilihan warna, lingkaran-lingkaran dengan motif berbeda-beda seperti sebuah simbol-simbol Bali yang kaya makna. Melalui karya seninya, Rosi
mengajak kita menjelajahi dimensi sakral dari keberadaan kita dan terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri
kita sendiri.

Dalam laku spiritual tradisi Hindu-Bali misalnya, rasa syukur pada diri Rosi sudah mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari. la melukis seperti halnya memanjatkan dan memadukan doa.

Ketika paginya dimulai dengan “Puja Surya Sewana” sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah kehidupan di setiap pagi. Saat itu sebenarnya ia sudah mulai menangkap jutaan vibrasi warna ketika matahari terbit tiba. Diungkapkan dengan berbagai bentuk-bentuk yang kaya estetika.

Rosi dengan Keberhasilannya sangat percaya bahwa dirinya
adalah media perantara yang yang menerima keberkahan, ia tidak bisa menolaknya atas energi yang hadir pada dirinya. Inilah sebenarnya kekuatan karyanya, bahwa ia melukis bukan semata-mata untuk dirinya, bahwa karya lukisannya adalah kejutan indah dalam sepirit budaya yang diperlukan dunia.

Penyelenggaraan Pameran Warna Rosi di Indonesia dimaksudkan sebagai ajang komunikasi budaya melalui performa seni, baik yang telah diinisiasi oleh Sang Pelukis sendiri maupun beberapa undangan kegiatan internasional di Strasbourg Prancis, yang tentunya akan lebih bermakna bila kemudian dilanjutkan terjalin terutama di persada tercinta, Nusantara.

Tujuan pelaksanaannya tak terlepas dari rasa ingin berbagi wawasan dan kecintaan pada budaya Indonesia dan rekaman pembelajaran berbudaya di Prancis oleh Rosi melalui seni lukis selama berpuluh tahun pengalaman berkarya.

Diharapkan dengan eksibisi karya ini, para pengunjung dari segala usia mendapatkan pengalaman pembelajaran yang menyenangkan, terutama bagi anak-anak dan kalangan remaja serta kawula muda penikmat seni.

Pameran ini juga menawarkan dinamika warna yang disuguhkan dengan apik yang menjadi “visual healing” bagi yang menikmatinya. Selain itu, pameran ini juga merupakan media yang dapat menguatkan hubungan kedua negara yang sudah berjalan dengan baik selama ini.

Program Kegiatan Pameran Tunggal Warna Rosi, Atraksi 3D Immerse Digital, Seminar dan Workshop

Kerjasama dengan instansi dan Institusi terkait menjadi prioritas yaitu dengan Dinas Pariwisata dan universitas serta pihak-pihak lain yang mendukung terlaksananya kegiatan ini.

Jadwal Kegiatan

Di Bali, Rosi akan memamerkan karyanya pada 17,18,19 Agustus 2024 di Hotel New Puri Tempo Doeloe, Sanur–Bali

Makassar, pada 2,3 Agustus di Mal Nipah Makassar (to be confirmed)

Banyuwangi, pada 26,27,28,29 Juli 2024 di Gedung Juang 45 Banyuwangi

Serpong, pada 2,4 Agustus 2024 di Carstensz and Mall Gading Serpong (to be confirmed)

Jakarta, pada 12,13 Agustus 2024
di IFI Wijaya – Jakarta

Jakarta, 16 – 17 Agustus 2024 di Fakultas Seni Rupa IKJ – Jakarta (to be confirmed)

Pelaksana Kegiatan: Prof. Dr. Warsito,S.Si., DEA – Indonesia
Deputi Bidang Koord. Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama – Kementerian Koord. Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK RI) : Mme. Leyla Kayacik – Prancis
Special Representative of the Secretary General
of the Council Europe for migration and refugees/
Wakil Khusus Sekretaris Jenderal Konsul Eropa untuk Migrasi dan Pengungsi: Laurent Yordey (Strasbourg –Prancis)
St. Aisyah Rahman (Strasbourg – Prancis) : Marcella Robert (Bali – Indonesia)
Jean Coteau (Bali – Indonesia)
Yudha Bantono (Bali – Indonesia)
Khairunnisak (Jakarta – Indonesia)
Andika Prima Maha Putra (Strasbourg – France) Ario Sighat (Strasbourg – France)
Peter Sam (Strasbourg France)
Dina Zahrah Perrotin (Strasbourg France).