Pembangunan Pura Ibu Panti Dukuh, Kontraktor Bantah Potong Anggaran Proyek

(Baliekbis.com), Kontraktor yang menggarap pembangunan Pura Ibu Panti Dukuh di Bualu Badung mengaku sudah melaksanakan pekerjaan sesuai aturan yang ditetapkan.

“Tidak ada pemotongan anggaran proyek pembangunan pura senilai Rp2 miliar itu,” tegas kontraktor I Wayan Arta yang dikonfimasi wartawan via telepon, Selasa (19/11) terkait proyek yang ramai dibicarakan tersebut.

Proyek yang menggunakan dana hibah tahun 2023 dari Pemkab Badung itu menjadi polemik karena ada dugaan pemotongan anggaran dan beberapa bangunan tidak diselesaikan sesuai rencana.

Menurut Arta, semua kegiatan proyek pembangunan pura sudah berjalan dan dikerjakan sesuai rencana. “Tidak ada penyunatan anggaran sebesar Rp 700 juta dari proyek Rp 2 miliar tersebut. Pembangunannya sudah selesai dan sudah dilakukan serah terima dengan ‘pengempon’,” tambahnya.

“Dana yang saya terima murni, semua mengikuti mekanisme pembangunan hingga pembeliannya sesuai aturan. Tidak ada pemotongan dana Rp700 juta itu,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan, bahwa setiap adanya perubahan selalu melakukan koordinasi dengan pihak pengempon, seluruh pembangunan dilakukan atas persetujuan pengempon pura.

“Kami sudah kerjakan sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur). Semua atas kesepakatan para pengempon,” lanjutnya.

Disinggung terkait adanya keluhan pengempon soal proyek yang tak sesuai spesifikasi, ia mengatakan Pelinggih telah dipermak sesuai koordinasi dan pihak pengempon tidak ada mempermasalahkan sebelum proses serah terima.

“Soal 19 pelinggih itu sudah sesuai, ada pelinggih parahyangan dan pelinggih taksu itu diluar sudah berkoordinasi dengan pengempon. Pembangunan biaya dialihkan ke dalam terus dipakai pembangunan lagi kalau tidak salah, Tugu Penyarikan, Pelinggih Sri Sedana dan Pelinggih Sumur,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, bantuan Dana Hibah dari Pemkab Badung menjadi sorotan warga. Pasalnya, Dana Hibah Rp2 miliar yang diperuntukkan untuk pembangunan pura di Bualu diduga bermasalah.

Sesuai prosedur, Dana Hibah ini adalah Uang Rakyat bersumber dari Pajak yang kemudian dikelola oleh Pemkab Badung. Selanjutnya, bantuan Dana Hibah ini diajukan oleh warga Kabupaten Badung itu sendiri, yang digunakan untuk kepentingan rakyat seperti untuk pembangunan pura.

Atas dasar tersebut, warga Pengempon Pura di Bualu mengajukan proposal, yang disiapkan oleh Tim Perumus yang berasal dari luar.

Setelah dibuatkan proposal, datanglah Tim Verifikasi, lalu dicek ke lapangan dan disetujui, yang akhirnya Dana Hibah cair senilai Rp 2 miliar ditransfer langsung masuk ke rekening panitia.

Setelah dana masuk Rp 2 miliar, ditemukan ada dana berupa Down Payment (DP) senilai Rp 700 juta tertanggal 26 Oktober 2023, yang langsung diambil dari rekening panitia dan diserahkan ke pihak pemborong atau kontraktor berinisial WA, dengan dalih pekerjaan tahap pertama.

“Ternyata, dalam prakteknya tidak sesuai dengan spesifikasi dan bahan lama dipakai lagi, sehingga jadi pakrimik (buah bibir) pembicaraan warga,” keluh salah seorang warga.

Anehnya lagi, warga tidak diperbolehkan mengetahui tahapan kerja pembangunan Pura, lantaran semua pekerjaan pembangunan sudah diserahkan ke pihak pemborong lengkap berisi Tim Pengawas dan Kode Etik.

Padahal, warga penerima Dana Hibah mestinya berhak mengetahui rincian penggunaan dana yang diperoleh sesuai peruntukannya.

“Dapat Rp 2 miliar, tapi uang Rp 15 juta tetap berjalan, sampai penyerahan hasil laporan malah minus Rp 140 juta. Itu jadi pakrimik krama (warga, red), karena pengerjaan juga tidak sesuai spesifikasi,” kata warga.

Warga juga heran ada dua Pelinggih yang masuk di proposal, tetapi tidak dikerjakan pemborong, tapi justru dibiayai swadaya oleh warga Pengempon Pura.

“Pokoknya proposal dapat segitu, jangan banyak tanya dan komentar, juga itu berkat Dana Hibah. Jadi, kami tidak bisa komentar dan berbuat apa-apa,” urainya.

Sesuai isi proposal, ada 19 Pelinggih yang semestinya wajib dikerjakan. Namun, 2 Pelinggih yakni Parahyangan dan Taksu tidak dikerjakan.

“Di proposal ada Pelinggih Parahyangan dengan nilai Rp 76.506.090,- dan juga Pelinggih Taksu senilai Rp 60 juta-an itu tidak dikerjakan pemborong,” ungkapnya. Warga berharap pihak berwenang agar mengecek ke lapangan agar masalahnya jelas. (ist)

Leave a Reply

Berikan Komentar