Pemerintah Mesti Lindungi Masyarakat dari Obat dan Makanan Berbahaya
(Baliekbis.com), Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang diwakili oleh Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Bali Ida Bagus Kade Subhiksu, menyambut baik kunjungan kerja Panja Komisi IX DPR RI terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan, di Ruang Ayodya, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Bali, Denpasar, Selasa (10/7).
Dalam sambutannya, Gubernur Pastika mengungkapkan apresiasinya terhadap inisiatif Komisi IX DPR RI untuk membuat RUU tersebut. Menurutnya di jaman globalisasi dan digitalisasi telah membawa dampak yang begitu cepat dan signifikan pada bidang kesehatan. Dengan teknologi modern, industri farmasi dan makanan kini mampu memproduksi berbagai produk dengan skala besar dengan jangkauan yang luas. Selain itu, konsumsi masyarakat terhadap produk semakin meningkat, namun pengetahuan masyarakat masih terbatas untuk dapat memilih produk secara tepat, benar dan aman.
Dengan latar belakang ini, menurut Pastika sering terjadi berbagai masalah dikalangan masyarakat mengenai temuan obat illegal, obat palsu, vaksin palsu, obat tradisional mengandung bahan kimia, kosmetik mengandung bahan kimia dan masalah keamanan pangan. Untuk itu, hal ini menjadi tugas bersama antara pemerintah pusat dan daerah untuk melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Lebih lanjut, Pastika berharap kunjungan Komisi IX DPR RI kali ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para peserta untuk menyampaikan permasalahan yang terjadi dilapangan sehingga hal tersebut dapat dijadikan kerangka berfikir serta rumusan dalam proses perancangan RUU tersebut.
Sementara itu, Ketua Rombongan Komisi IX DPR RI Ichsan Firdaus mengungkapkan bahwa berdasarkan pengawasan yang dilakukan oleh BPOM pada tahun 2015 pelanggaran obat ddan makanan yang ditindaklanjuti secara pro-justitia meliputi pelanggaran dibidang kosmetika sebanyak 35% perkara, pelanggaran dibidang obat tradisional sebanyak 25% perkara, pelanggaran dibidang obat sebanyak 23% perkara, dan pelanggaran dibidang pangan sebanyak 17% perkara, dimana pelanggaran tersebut sebagian besar berupa pelanggaran tanpa izin edar, tranpa keahlian dan tanpa kewenangan.
Sedangkan, jika dlihat dari sudut peraturan, menurutnya saat ini terdapat berbagai peraturan perundang-undnagan dan sampai pada pembentukan lembaga pemerintahan Non-Kementerian, namun hal tersebut belum mampu menjadi payung hukum yang kuat bagi pelaksanaan pengawasan obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan serta makanan. Untuk itu, Komisi IX DPR RI berinisiatif untuk membuat RUU yang lebih menukik dan diharapkan dapat menjadi payung hukum yang lebih kuat dalam melakukan pengawasan obat dan makanan. Untuk itu, ia berharap dalam pertemuan tersebut diperoleh masukan dari seluruh pemangku kepentingan terkait terhadap draft RUU tersebut. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Kepala BPOM Provinsi Bali, Kepala Disperindag Provinsi Bali, serta beberapa pemangku kepentingan terkait juga melakukan diskusi panel terkait masukan terhadap draft RUU pengawasan obat dan makanan. (sus)