Pemkab Gianyar Nganyarin di Pura Samuantiga
(Baliekbis.com), Pemkab Gianyar bersama Pemkab Tabanan, melaksanakan upacara nganyarin di kahyangan jagat Pura Samuantiga, di Desa Pakraman Bedulu, Senin (7/5). Prosesi upacara yang dihadiri pejabat dan ASN kedua pemerintah kabupaten itu, dipuput dua pedanda, masing masing Ida Pedanda Putra Manggis dari Geriya Wanayu Desa Bedulu, serta Ida Pedanda Geriya Kediri Tabanan. Ketua Paruman Pengemong Pura Samuantiga, Drs. Wayan Patera M.Hum., menuturkan upacara Penganyaran di kahyangan jagat Pura Samuantiga setiap tahunnya dilaksanakan secara bergiliran oleh seluruh Pemkab dan Pemkot serta Pemprop Bali.
Selain unsur pemerintah daerah, upacara penganyaran juga dilakukan jajarn Badan Kerja Sama Lembaga Perkreditan Desa (BKS LPD) bersama Lembaga Pembina LPD Bali. ‘’Sehari sebelumnya, pada hari Minggu (6 Mei-red) pimpinan dan pengurus BKS LPD dan LP LPD bersama seluruh pimpinan serta keluarga karyawan LPD se- Kabupaten Gianyar, juga melaksanakan upacara nganyaran,’’ ungkap Wayan Patera, di sela sela nyangra sejumlah pejabat dari Pemkab Gianyar dan Pemkab Tabanan. Serangkaian upacara nganyaran di Pura Kahyangan Jagat Samuatiga ini, Kabag Kesra Pemkab Gianyar, Ngakan Putu Jati Ambarsika, menegaskan kewajiban pemerintah untuk turut sert menjaga dan melaksanakan upacara di Pura Kahayngan Jagat Samuantiga. Hal ini disebutkan terkait dengan keberadaan Pura Samuantiga itu sebagai Pura Kahyangan Jagat, sekaligus menjadi tempat suci dicetuskannya pura kahyangan tiga dan desa pakraman yang ada sampai saat ini.
Dituturkan pula, di abad ke 11 Bali yang dipimpin Raja Udayana, sempat diwarnai dengan konflik akibat banyaknya sekte dengan keyakinan yang berbeda. Perbedaan yang disertai dengan fanatisme sempit itu kemudian disertai dengan mengakui kelompok maupun sektenya yang terbaik. Kondisi iniah kemudian mengancam akan tersulutnya perpecahan di masyarakat.
“Berdasarkan kondisi itu (ancaman perpecahan-red), maka raja Udayana melaksanakan pertemuan seluruh sekte yang ada dengan mengundang khusus ahli tata Negara dan pemerintahan asal Jawa Timur bernama Mpu Kuturan,” tuturnya seraya mengakui dari pertemuan itu kemudian disepakati untuk merekonsiliasi seluruh sekte yang ada, sehingga disepakati membentuk desa pakraman dan pembangunan tempat peribadatan yang disebut dengan Pura Kahyangan Tiga.
Tercetusnya Pura Kahyangan Tiga dan Desa Pakraman inilah, diakui kini menjadi salah satu benteng penting Bali dalam menjaga eksistensinya dengan adat budaya, serta seni dan budaya yang dilandasi oleh ajaran suci agama Hindu. Jati Amabrasika juga mengakui, kewajiban pemerintah melaksanakan upacara penganyaran di Pura Kahyangan Jagat Samuantiga ini, juga sesuai dengan Raja Purana Pura Besakih. Dalam Purana itu disebutkan, jika pada jaman silam tanggungjawab kegiatan upacara di tempat suci menjadi tanggung jawab raja, maka dalam kekinian kewajiban pemerintahlah untuk melaksanakan kegiatan ritual di Pura Kahyangan Jagat adalah tanggung jawab pemerintah bersama warga masyarakat.
Terkait dengan prosesi Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Kahyangan Jagat Samuantiga, yang puncaknya berlangsung 29 April lalu, akan diakhiri dengan prosesi Ida Bhatara Masineb 11 Mei. Upacara Ida Bhatara Masineb iini dilaksanakan, sehari setelah dilaksanakan upacara Pemelastian di Pantai Masceti Desa Medahan Kecamatan Blahbatuh. Pemelastian yang melibatkan sekitar 50 pralingga tapakan Pura Kahyangan Tiga di 15 desa pakraman ini, dilaksanakan dengan berjalan kaki dari area suci Pura Kahyangan Jagat Samuantiga sejak pukul 05.00 pagi hari.
Selanjutnya sehari setelah masineb, akan dilaksanakan upacara majaga jaga di area suci Pura Kahyangan Jagat dan dilanjutkan dengan Penyepian Pura tanggal 14 Mei 2018. Pada hari Penyepian Pura ini, seluruh area suci Pura Kahyangan Jagat Samuantga pantang dilakukan kegiatan, bahkan memasuki area suci Pura Samuantiga tidak diperkenan. Layaknya hari Raya Nyepi di Tilem Kesanga. (ist)