Pendidikan ‘Dibayar’ dengan Sampah, Dr. Komang Anik Sugiani: Ini Perjalanan Hati untuk Saya
(Baliekbis.com), Di tengah hiruk-pikuk perkotaan yang terus berkembang, ada sebuah cerita inspiratif dari pedesaan Bali yang mengubah sampah menjadi peluang pendidikan. Dr. Komang Anik Sugiani, seorang lulusan S3 dalam Teknologi Pendidikan, telah menciptakan perubahan nyata melalui Yayasan Project Jyoti Bali (YPJB). Aksi ini mengantarkannya meraih SATU Indonesia Awards dari Astra tahun 2021.
Dr. Komang Anik Sugiani, yang akrab dipanggil Anik, lahir dan besar di Kubutambahan, Buleleng, Bali. Daerah ini adalah rumah bagi banyak anak-anak yang memiliki potensi besar tetapi terbatas dalam akses pendidikan berkualitas. Anik merasa inilah panggilan untuk mengubah nasib anak-anak di komunitasnya. Mereka adalah bintang-bintang yang berpendar, tetapi terbatas dalam akses pendidikan berkualitas.
Anik bukan hanya seorang lulusan S3 Teknologi Pendidikan, tetapi juga seorang pendidik di Politeknik Ganesha Guru Singaraja. Baginya, pendidikan adalah alat yang kuat untuk mengubah dunia. Anik sadar betul bahwa memiliki gelar tinggi saja tidak cukup; yang lebih penting adalah bagaimana ia menggunakan pengetahuannya untuk melahirkan hasil yang nyata bagi masyarakat luas.
“Tidak perlu tunggu kaya untuk bantu orang lain. Materi mungkin membantu, namun tenaga dan pikiran juga perlu,” ungkap Anik saat wawancara online dengan media, Selasa (12/9).
Pada tahun 2016, Anik memulai perjalanan menuju perubahan dengan mendirikan Yayasan Project Jyoti Bali. Ia merasa bahwa akses pendidikan yang setara harus tersedia untuk anak-anak di pedesaan. Di Desa Mengening dan sekitarnya, tak banyak anak-anak yang bisa menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA, bahkan banyak yang harus berhenti sekolah di tingkat SD atau SMP. Kesempatan untuk mencapai pendidikan tinggi hampir tidak ada.
Awal berdirinya YPJB tentu tidak mudah, Anik sempat terkendala biaya dan tenaga pengajar. Tak mau menyerah, Anik terus berusaha mendapatkan banyak CSR dari instansi untuk menyokong kebutuhan finansial yayasan. Ia juga mulai bekerja sama dengan Pemkab Buleleng dan Pemprov Bali. Semangat anak-anak yang terus datang untuk belajar mendorong Anik bahwa ia harus lebih semangat juga berjuang demi anak-anak ini. Ia percaya, anak-anak ini akan menjadi orang hebat di masa depan nanti. Ia berharap anak-anak ini nantinya mampu melanjutkan ke jenjang lebih tinggi hingga S3, seperti dirinya.
“Perjuangan ini jangan berhenti di saya, harus ada ‘saya’ yang lainnya nanti,” harapnya.
Dengan latar belakang ini, Anik menciptakan konsep unik: pendidikan gratis yang “dibayar” dengan sampah plastik. Setiap hari, anak-anak berkumpul di Taman Pintar YPJB. Mereka datang dengan semangat dan membawa sampah plastik sebagai alat pembayaran. Sampah-sampah ini kemudian diolah dan dikelola, bahkan disimpan di bank sampah untuk menghasilkan pendapatan tambahan.
Program ini bukan hanya memberikan kesempatan pendidikan tambahan bagi anak-anak, tetapi juga mengajarkan mereka untuk lebih peduli terhadap lingkungan mereka. Sampah plastik yang dikumpulkan akan diolah menjadi produk inovatif yang memiliki nilai ekonomi, seperti batu bata ramah lingkungan, eco enzyme, dan bantal alas duduk.
Karena kelas diadakan setiap hari, Anik mengatur jadwal dengan bijak agar tidak mengganggu pendidikan formal anak-anak. Ini memungkinkan para siswa untuk terus belajar dengan nyaman. Setiap hari memiliki program berbeda, Senin terdapat kelas menari, Selasa kelas yoga, Rabu kelas go green and clean, Kamis sampai Jumat mendapatkan karate inkai. Kemudian hari Sabtu dilanjutkan dengan pendidikan seni budaya. Sedangkan hari Minggu anak-anak mendapatkan pembelajaran akademik berupa materi matematika, bahasa daerah, serta bahasa Inggris.
“Orang-orang sering bertanya. Mengapa saya mau melakukan ini? Kan tidak dapat uang. Saya tidak cari uang melalui ini. Ini adalah perjalanan hati untuk saya,” ungkap Anik.
YPJB hingga kini juga memberikan anak-anak peluang untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Tim YPJB membantu mencari orang tua asuh, beasiswa, dan sponsor. Hasilnya, banyak anak-anak yang berhasil melanjutkan ke bangku SMP dan SMA.
Pagi terang di Desa Mengening adalah saksi bisu dari perubahan yang terjadi, dari sampah menjadi pendidikan, dan dari mimpi menjadi kenyataan. Di bawah sinar Bali yang hangat, Dr. Komang Anik Sugiani dan Yayasan Project Jyoti Bali terus menyinari masa depan anak-anak dan masyarakat mereka, membawa harapan bagi generasi mendatang. (iam)