Penggunaan Rokok Elektronik di Bali Lebih Tinggi Dibandingkan Nasional
(Baliekbis.com), Salah satu strategi untuk mengurangi jumlah perokok sekaligus melindungi masyarakat dari paparan asap rokok maka diterbitkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor B.18.440/2488/KESMAS/DINKES Tahun 2023 tentang Pelarangan Iklan Rokok Luar Ruang.
Saat ini Indonesia menduduki posisi sebagai negara dengan jumlah perokok laki-laki tertinggi keempat di dunia. Sebagian besar peningkatan prevalensi perokok ini terjadi pada usia remaja yang meningkat sebanyak 1,3% dari tahun 2013-2018 menurut data Riskesdas. Selain itu, tren rokok elektrik kini
menjadi salah satu ancaman besar bagi peningkatan perilaku merokok, khususnya di kalangan remaja. Prevalensi penggunaan rokok elektronik (elektrik)
pada orang dewasa di Indonesia meningkat 10 kali dari 0.3% pada tahun 2011 menjadi 3.0% pada tahun 2021 (GATS 2021).
Prevalensi penggunaan rokok elektronik di Bali 4,2% lebih besar dari rata-rata nasional 2,8%. Berdasarkan Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018 di Indonesia, penggunaan rokok elektronik pada usia remaja justru angkanya lebih tinggi. Pada remaja di Indonesia usia 10 hingga 18 tahun angkanya 10,9%, sedangkan di Bali usia 10 hingga 18 tahun presentasenya sebesar 20,18%.
Perilaku merokok telah diketahui menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas hidup manusia, baik dari segi kesehatan dan ekonomi yang kemudian berpengaruh pada produktivitas. Misi menurunkan persentase merokok pada remaja ini menjadi penting mengingat sebentar lagi Indonesia akan memasuki masa bonus demografi yang disebut-sebut akan menjadi masa Indonesia Emas pada tahun 2045.
“Fokus pengendalian perokok remaja juga tidak luput dicantumkan dalam RPJMN 2020-2024, dimana pemerintah berkomitmen untuk menurunkan persentase perokok remaja dari 9,1% menjadi 8,7% di tahun 2024,” ungkap Ketua Udayana Central FK Unud Dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH, Ph.D. pada acara Sosialisasi dan Rapat Koordinasi terkait
Kebijakan Larangan Iklan Rokok di Bali, Rabu (14/6) di Denpasar.
Kegiatan sosialisasi terselenggara atas kerja sama dan dukungan dari Pusat Penelitian (Puslit) Udayana Central Fakultas Kedokteran Unud bekerja sama dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Pengurus Daerah Bali bertujuan untuk
mengoptimalkan penerapannya di masyarakat.
Dalam kegiatan yang melibatkan berbagai instansi terkait tersebut tampil sejumlah pemateri di antaranya Dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH, Ph.D. yang membawakan materi Situasi Pengendalian Iklan Rokok di Bali, Kebijakan dan Implementasinya, Dr. dr. I Nyoman Gede Anom, M.Kes. (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali) tentang Kebijakan Regulasi sebagai Upaya Promotif dan Preventif dalam
Pengendalian Perilaku Merokok di Provinsi Bali, Dr. Eva Susanti S.Kp.M.Kes. (Direktur PTM Kemenkes RI tentang TAPS BAN sebagai Instrumen Pengendalian Rokok dan Pencegahan perilaku Merokok dan Hery Chariansyah, SH, MH tentang Dasar Kebijakan Pelarangan Iklan Rokok (pengalaman dari berbagai daerah).
Salah satu cara untuk menekan jumlah perokok sekaligus melindungi masyarakat dari paparan asap rokok adalah melalui pembentukan kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pemerintah Indonesia telah menerbitkan beberapa aturan mengenai KTR yaitu PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Provinsi Bali telah menetapkan Perda Provinsi Bali No. 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang diikuti oleh adopsi Perda KTR di seluruh
kota/kabupaten di Bali. Selain itu, Pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok merupakan salah satu pilar yang diatur dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iklan, promosi, dan sponsor rokok menimbulkan keinginan anak dan remaja untuk mulai merokok, mendorong anak-anak perokok untuk terus merokok, dan mendorong anak-anak yang telah berhenti merokok untuk kembali merokok. “Pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir jangkauan industri rokok pada anak dan remaja. Kita berharap pemerintah bisa menerapkan larangan beli rokok bagi anak di bawah 18 tahun termasuk pembelian rokok eceran,” ujar Dr. Swandewi.
Salah satu upaya Provinsi Bali dalam pelarangan Tobacco Advertising, Promotion and Sponsorship (TAPS) ini adalah dengan mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Bali Tahun 2018 No.
480/1028/Kesmas/Diskes tentang Pelarangan TAPS dan Surat Edaran Gubernur Bali Tahun 2023 No. B.18.440/2488/Kesmas/Diskes tentang Pelarangan Iklan Rokok Luar Ruangan.
Gubernur Bali dalam sambutannya yang dibacakan Sekda Dewa Indra mengatakan Visi Pembangunan Daerah Bali “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, peda misi ke 6 yaitu mengembangkan sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi yaitu berkualitas dan berintegritas: bermutu, profesional dan bermoral serta memiliki jati diri yang kokoh yang dikembangkan berdasarken nilai-nilai kearifan lokal krama Bali.
“Pelarangan iklan rokok luar ruang merupakan salah satu upaya dalam melindungi masyarakat dari penggunaan rokok dan mengendalikan paparan produk rokok yang dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat. Paparan iklan rokok secara terus-menerus dapat merangsang minat beli konsumen, menjadi perokok pemula, tetap meniadi perokok, dan bahkan mulai lagi merokok setelah memutuskan berhenti,” ujar Dewa Indra.
Paparan iklan rokok membuat masyarakat mengesampingkan efek negatif dari rokok, sehingga menghambat upaya pengendalian perilaku merokok masyarakat. Dikatakan generasi muda merupakan target pemasaran khususnya oleh industri rokok sehingga perlu dilindungi dari pengaruh produk tembakau agar terhindar dari penggunaan rokok yang merupakan zat adiktif berbahaya. Hal Ini sesuai dengan Pasal 133 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menetapkan bahwa rokok adalah zat adiktif, yang periklanannya harus dikendalikan dan diatur pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Target pemerintah untuk menurunkan prevalensi perokok anak pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen di 2024. Iklan rokok merupakan media promosi yang menargetkan perokok baru khususnya anak dan remaja dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah perokok remaja dari tahun ke tahun. (bas)