Peran Ekonomi Digital untuk Percepat Pemulihan Ekonomi
(Baliekbis.com),Purwantara menyelenggarakan seminar yang bertajuk “Kenal Ekonomi Digital Untuk Pengusaha Muda Mandiri Dan Kreatif” untuk memberikan literasi mengenai sistem pembayaran digital ke pengusaha muda dan UMKM.
Seminar tersebut dihadiri sekitar 20 peserta, dengan 3 orang narasumber. Acara ini dilaksanakan di Wistara Family Cafe, Denpasar, Minggu (10/12). Pemateri pertama, Rama Yurindra dari Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) menjelaskan, peran ekonomi digital dalam mempercepat pemulihan ekonomi. Ia mengatakan seminar ini merupakan lanjutan dari apa yang sudah digaung-gaungkan dalam G20 berkaitan dengan akselerasi ekonomi digital.
“Kalau kita bicara posisi Indonesia sangat strategis, kenapa? Karena saat ini, kalau kita lihat di negara-negara Asean sendiri, Indonesia adalah pencetak unicorn-unicorn Asia yang besar. Kita lihat gojek, ada grab, hari ini kalau tidak salah unicorn kita lebih dari 5, itu terbesar di Asia Tenggara saat ini,” jelas Rama.
Rama menjelaskan ini merupakan momentum bagi Indonesia, lantaran memiliki jumlah penduduk yang lumayan besar. Ia berharap ke depan Indonesia tidak hanya menjadi pasar saja, melainkan juga bisa berperan aktif sebagai produsen.
Pria yang akrab disapa Kang Rama ini menerangkan, keberadaan teknologi digital tersebut dalam konteks ekonomi digital mesti mampu mempercepat ekonomi recovery.
“Kami disini di industri fintech itu harusnya bisa memberikan solusi pemodalan bagi pelaku usaha kecil, dan saat ini agak susah mengakses pendanaan secara perbankan mungkin dengan syarat yang macam-macam, nah ini temen-temen di industri fintech bisa memperkecil gap untuk pendanaan UMKM,” ujarnya.
Lebih lanjut, narasumber kedua yakni Tyas Utomo yang skaligus CEO Purwantara, menerangkan fintech merupakan media yang memudahkan kita semua, serta mampu meningkatkan kapasitas penggunanya. “Fintech saya perhatikan bisa membuatnya menjadi mudah, tapi karena mudah semua orang bisa melakukan, nah jadi kita harus selalu mencari apa kelebihan kita sehingga kita bisa dicari orang,” kata Utomo.
Lebih jauh, pemateri ketiga Ihin Solihin menjelaskan, pihaknya sejauh ini berfokus dalam mengembangkan lembaga keuangan mikro. Hal tersebut ia lakukan lantaran di pedesaan masih banyak masyarakat yang belum memiliki rekening bank, sehingga mengalami kendala dalam aktivitas transaksi.
“Kita ngomongin di mikro itu, ternyata di desa-desa, di koperasi, di LPD (lembaga perkreditan desa) itu tidak semuanya orang punya rekening bank, bahkan dalam satu keluarga tidak punya rekening di bank,” jelas Solihin. Solihin mengungkapkan, ketika tahun 2014/2015 menjadi puncak dari “digital disruption” terdapat kekacauan karena digital ini, terjadi perubahan dari mulai pola bisnis, model bisnis, sampai cara interaksi sosial, ditambahlagi dengan munculnya pandemi Covid-19 di akhir 2019.
“Jadi banyak warung-warung yang tutup, banyak juga toko online yang buka, nah itu kenapa kita sekarang konsentrasi di lembaga keuangan mikro, bagaimana membangun ekosistem di lembaga keuangan mikro itu sendiri,” paparnya. (ist)