Peran Pecalang Saat Pandemi Covid-19 Bertambah
(Baliekbis.com),Peran Desa Adat bersama Pecalang di Bali tidak berhenti pada penyaluran bantuan pemerintah dan pengawasan warga menghadapi pandemi COVID-19.
Sebagai garda terdepan lebih pada tugas ganda. Termasuk juga memberi informasi terkait kependudukan. Kegiatan ini jelas sangat membantu pemerintah, terutama pada Catatan Sipil (Capil) dan Dinas Sosial (Dinsos).
Bahkan, selama ini mereka dalam bayang-bayang ancaman pidana dan denda terhadap kelalaian terjadi yang tertuang di Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin sebagai tolak ukur penyaluran bantuan sosial.
Sementara, Kelian Adat dan Pecalang seolah menjadi tameng, menyelamatkan muka pejabat dari tekanan ketidak pastian akhir bencana. Khususnya Pecalang merupakan salah satu motor penggerak berbagai sektor dan mendapat tempat di hati warga. Mereka bahu-membahu sebagai pejuang tangguh tanpa digaji demi negeri atau desa tempat tinggalnya.
Memiliki peran begitu vital, tidak salah jika Gubernur Bali Wayan Koster sampai ke pusat memperjuangkan Perda Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat sebelum pandemi. Terbukti, dibentuknya Satgas Gotong Royong oleh Gubernur Bali dalam penanggulangan pandemi COVID-19 di Bali yang jadi urat nadinya adalah Desa Adat.
Menurut salah satu Kelian Adat Banjar Eka Dharma, Desa Sumerta Kauh, Kecamatan Denpasar Timur, Komang Nurjaya, Rabu (6/4), kalau banyaknya data kependudukan terdahulu dari dinas yang kurang update, sehingga tidak sinkron dengan data yang ada sekarang.
Data terbaru penerima batuan sembako dari kedinasan dikatakan awalnya masih tidak sesuai dengan realita di lapangan lantaran dinas masih banyak mengunakan data lama.
“Tapi bantuan kemarin BLT sudah mulai disinkronisasi karena kedinasan bekerja sama secara langsung dengan adat untuk memvalidasi data, sehingga tepat sasaran,” ucapnya.
Selanjutnya, Komang Nurjaya menambahkan Kalau dari Banjar Adat sendiri data terbarukan itu pasti. Karena setiap saat diperbarui. Mendata ‘krama’ suatu contoh masuk dalam pembagian adanya upakara dalam pelemahan. Krama yang mampu dan tidak, jelas terdata.
Sisi lain juga disinggung terkait bahasa ambigu dari pemerintah adalah bagi yang membutuhkan. Kalau melihat situasi sekarang ini semua warga membutuhkan. Di sisi lain katagori warga kurang mampu juga tidak jelas batasnya. “Tapi kalau pihak banjar adat diminta untuk mendata ulang, kita siap,” singgungnya. (sus)