Percepat Upaya Penanganan Rabies di Bali, Tikor Daerah Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis Penyakit Infeksi Baru Provinsi Bali Gelar Rapat Koordinasi
(Baliekbis.com), Belum tuntasnya permasalahan rabies di Bali membuat pemangku kepentingan di tingkat provinsi berinisiatif mencari langkah strategis yang perlu dilakukan kedepannya untuk mendorong percepatan penanggulangan khususnya menciptakan kesadaran masyarakat terhadap masih adanya ancaman rabies. Tim Koordinasi (Tikor) Daerah Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis Penyakit Infeksi Baru Provinsi Bali menggelar rapat koordinasi yang dipimpin Sekretaris Tim I Made Rentin di Gedung BPBD Provinsi Bali, Senin (10/6).
Rentin (Sekretaris Tikor, seijin Ketua Tikor / Sekda Provinsi Bali) yang juga Kepala Pelaksana BPBD Bali mengatakan perlunya langkah konkrit, terpadu dan reguler untuk menyamakan persepsi dan tidak membiarkan kasus rabies di Bali berjalan fluktuatif. Meski sudah terjadi penurunan rabies dibandingkan tahun 2023, Bali masih harus terus berupaya untuk menahan adanya kasus baru di tahun 2024.
“Setelah mengevaluasi apa yang dilakukan masing-masing pokja di provinsi, selanjutnya kita akan berkoordinasi dengan kabupaten/kota bahkan melibatkan langsung perangkat desa,” ujar Rentin.
Perwakilan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI Pebi Purwo Suseno mendukung langkah yang dilakukan Tikor Provinsi Bali dan memberikan komitmen Kementan untuk ikut mengawal upaya pengendalian rabies di Bali. Pebi juga berharap adanya analisis mendalam terhadap kasus rabies di Bali agar diketahui penyebab pastinya. “Misalnya apakah desa tersebut sudah lama tidak mendapat program vaksinasi,” kata Pebi
Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) Animal Health Adviser, John Weaver mengatakan pentingnya data real time dan valid dalam upaya pengendalian rabies di Bali. Ini juga menurutnya akan membantu pemerintah untuk menyusun strategi komunikasi untuk perubahan perilaku masyarakat yang sadar ancaman rabies. “Penggunaan vaksin yang berkualitas lebih baik daripada vaksin murah tapi tidak efektif dan justru mengeluarkan biaya lebih,” katanya.
Akademisi Universitas Udayana Prof Dr. dr. Ni Nyoman Sri Budayanti, Sp.MK juga menyampaikan komitmen akademisi untuk mendukung pemerintah dalam penyelesaian persoalan rabies di Bali. “Paling tidak sebulan sekali kita bertemu membahas ini, karena banyak penyakit lain juga mengintai seperti flu burung,” ujarnya. Budayanti juga mengatakan pentingnya kewaspadaan terhadap rabies agar tidak berdampak ke sektor pariwisata.
Rapat juga diikuti oleh perwakilan Bappeda Bali, Balai Besar Veteriner Denpasar, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Pertanian Ketahanan Pangan Provinsi Bali dan Dinas Kominfos Provinsi Bali.