Perencanaan Pariwisata: Kunci Mengatasi Tidak Terkendalinya Alih Fungsi Sawah Bali
(Baliekbis.com), Kekhawatiran terhadap tingginya alih fungsi lahan pertanian produktif di Bali hanya dapat dikendalikan melalui perencanaan pariwisata yang terintegrasi dan menyeluruh. Pembangunan akomodasi pariwisata, khususnya vila, yang menjadi penyebab laju alih fungsi sawah tak terkendali dipicu oleh tidak adanya perencanaan pembangunan kepariwisataan yang jelas baik di level provinsi, kabupaten, kecamatan, maupun desa di Bali.
Demikian disampaikan Ketua Laboratorium Subak dan Agrowisata FP Unud, Dr. I Made Sarjana, S.P., M.Sc., dalam dialog penyerapan aspirasi Anggota DPD Bali, Made Mangku Pastika, dengan Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Tukad Pakerisan di Denpasar, Selasa (23/7).
Dr. I Made Sarjana menuturkan perencanaan pariwisata Bali bersifat sporadis dan informal. Sporadis, katanya, hanya berdasarkan kepentingan pengusaha atau investor, di mana investor menentukan lokasi pembangunan, sementara pemerintah cenderung pasif atau menonton dengan dalih bukan kewenangan instansi mereka. “Perencanaan bersifat informal terindikasi bahwa rencana pariwisata hanya tersimpan di kepala penguasa, realisasinya tergantung hasil negosiasi dengan pemangku kepentingan lain utamanya para pengusaha,” tuturnya. Ditambahkan, lemahnya perencanaan tersebut memicu pembangunan pariwisata yang tidak ramah lingkungan tetap berlanjut di Bali. Terbukti, pembongkaran tebing di daya tarik wisata terkemuka seperti di Bali Selatan dan Nusa Penida memicu kontroversi.
Lebih jauh, Dr. I Made Sarjana menuturkan bahwa eksistensi sawah terdesak karena tidak berdayanya petani dalam menangkis keinginan investor membangun vila maupun restoran dengan pemandangan sawah. Agar mendapat pemandangan sawah, investor justru mengeksploitasi sawah itu sendiri. Secara internal, katanya, petani terpaksa menjual sawahnya karena kebutuhan dana untuk kegiatan upacara keagamaan, biaya pendidikan anak, maupun membangun tempat tinggal. “Minimnya perhatian pemerintah kepada subak akibat hilangnya institusi sedahan yang bertanggung jawab atas keberlangsungan subak di masa lalu. Kini urusan subak tidak jelas tanggung jawab siapa, sehingga ketika petani di subak menghadapi masalah, mereka bingung mau mengadu ke lembaga apa?” tanyanya retoris.
Sekretaris Unit Subak LPPM Unud, Dr. Sumiyati, S.TP., M.P., menambahkan ketidakjelasan lembaga mana yang menjadi “induk” subak dalam upaya menguatkan posisi tawar mengantisipasi ekses negatif penerapan kebijakan publik yang dapat mengancam eksistensi subak itu sendiri. “Saya punya pengalaman pahit, mencari data sekunder terkait subak untuk melengkapi penelitian. Saya cari ke dinas pertanian, dinas kebudayaan, dinas PUPR, bahkan lembaga lain yang bertugas memajukan adat dan kebudayaan Bali, ternyata datanya tidak ada. Ini kan memprihatinkan sekali,” ujarnya.
Pekaseh Subak Gede Masceti, Ketut Sugata, mengingatkan subak sebagai lembaga tradisional Bali memiliki fungsi ganda yakni menjaga keasrian alam dan kelestarian budaya berdasarkan ajaran agama Hindu harus dilestarikan. Pengakuan UNESCO bahwa subak sebagai warisan budaya dunia, kata Ketut Sugata, sepatutnya menjadi pelecut semangat pemerintah dan krama Bali untuk meminimalkan kebijakan dan perilaku yang menghancurkan subak. Ditambahkan, aturan yang tumpang tindih dan memarginalkan subak harus direvisi segera. “Perda No. 9 Tahun 2012 tentang subak sudah layak direvisi karena ada pasal-pasal yang melemahkan subak,” tuturnya. Ditambahkan, masyarakat harus lebih ramah lingkungan tidak membuang sampah plastik atau limbah cair industri maupun rumah tangga ke saluran irigasi yang berakibat kepada kesuburan tanah menurun juga pertumbuhan padi terganggu.
Forum Komunikasi DAS Pakerisan dipimpin Dr. Ir. Pande Ketut Diah Kencana, M.S. (ketua) dan Ida Bagus Sukarya (Sekretaris) didampingi sejumlah anggota termasuk kalangan akademisi yang mendalami kajian terkait subak seperti Prof. IGN Santosa, Dr. Sumiyati, Ir. I Wayan Tika, MP, serta Dr. I Made Sarjana. Ada juga praktisi pertanian seperti Drh. Arya Darma, Ketut Sugata, Wayan Selamat serta yang lainnya. (ist)