Pertumbuhan Buah Tidak Optimal, Virus Mosaik Ancam Budidaya Melon di Bali
(Baliekbis.com), Penyebaran virus mosaik menjadi ancaman dalam budidaya melon di Bali, apalagi penyebaran virus ini terdeteksi terjadi di seluruh kabupaten di Bali. Variasi gejala pada tanaman melon seperti mosaik, belang disertai keriting daun, penebalan tulang daun, dan kuning daun. Tanaman melon dengan gejala kerdil dan malformasi daun juga ditemukan di beberapa lokasi survei. Penyebaran virus mosaik pada tanaman melon di Bali ini disampaikan oleh Dewa Gede Wiryangga Selangga saat mempertahankan disertasinya dalam sidang terbuka Program Studi Doktor (S3) Ilmu Pertanian Universitas Udayana di Denpasar pada Jumat (11/11/2022).
“Tanaman yang terinfeksi virus pertumbuhannya tidak optimal, buahnya kecil, dan rasa buahnya kurang manis,” kata Dewa Gede Wiryangga Selangga. Suami dari Dr. Listihani, S.P., M.Si. ini mengungkapkan dalam satu tanaman sering ditemukan adanya infeksi lebih dari satu patogen, seperti tanaman kerdil disertai mosaik pada daun yang menyebabkan ukuran buah menjadi kecil. Infeksi satu patogen pada jenis tanaman yang sama dapat mengakibatkan gejala berbeda.
Menurut Dewa Gede Wiryangga, berdasarkan analisis sikuensing mengonfirmasi bahwa virus yang menginfeksi tanaman dengan gejala kuning adalah Squash leaf curl virus (SLCV), Squash leaf curl China virus (SLCCNV), dan Squash leaf curl Philipina virus (SLCPHV). SLCV dan SLCCNV sudah lama menginfeksi tanaman Cucurbitaceae di Indonesia sejak tahun 2015 sampai sekarang. SLCPV baru pertama kali dilaporkan menginfeksi tanaman Cucurbitaceae di Indonesia dalam penelitian ini. SLCV, SLCCNV, dan SLCPV ditularkan secara efektif melalui kutukebul Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae) secara persisten sirkulatif nonpropagatif.
“SLCV dan SLCP mempunyai frekuensi yang paling tinggi menginfeksi pertanaman melon di daerah Denpasar, Badung, Buleleng, dan Jembrana dibandingkan dengan virus lainnya. Keberhasilan dalam identifikasi virus dominan pada tanaman melon yang ditularkan oleh kutukebul menunjukkan pentingnya pengamatan faktor-faktor yang berasosiasi terhadap epidemi virus tersebut,” ujar ayah dari Dewa Ayu Nayaka Srikandi. Dewa Gede Wiryangga menyebutkan produktivitas tanaman melon secara signifikan dipengaruhi oleh persentase insidensi penyakit mosaik. Semakin berat tingkat kejadian penyakit, semakin rendah produksi buah melon. Penurunan hasil hingga 30.15% pada lahan dengan tingkat keparahan penyakit sebesar 61.8%.
Ia menambahkan ukuran dan kualitas hasil panen berpengaruh terhadap harga jual melon di pasaran. Jika hasil panen berukuran besar dan kualitas umbi baik tidak ada cacat fisik, maka harga jualnya pun tinggi. Harga jual melon di pasaran berkisar Rp 25 000 per kg, sedangkan harga jual dari petani rata-rata Rp 18 000 per Kg. Selain potensi kehilangan hasil, laporan PRSV-W sebagai OPTK A1 golongan 1 (Organisme Penggangu Tanaman Karantina yang belum pernah masuk dan dilaporkan di Indonesia dan tidak bisa dibebaskan dari media pembawa), dapat merevisi daftar OPTK yang ada pada Permentan No. 25 tahun 2020. Dampaknya dapat berimplikasi pada aktivitas ekspor dan impor benih serta bahan perbanyak tanaman melon.
Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, M.P. sebagai Promotor menyampaikan bahwa kajian genetik terhadap PRSV-W dan virus melon lainnya sangat penting sebagai informasi dasar dalam perakitan varietas tahan dan berperan dalam merumuskan teknik pengendalian yang tepat serta ramah lingkungan. Kajian ini harus menjadi perhatian peneliti dan pemulia tanaman dalam pengembangan budidaya melon ke depannya. (ist)