Perupa CYX Daeng Pamerkan Karya “Flora dan Fauna” di Maya Sanur
(Baliekbis.com), Perupa CYX Daeng yang memiliki nama asli Putu Adi Suweca memamerkan karyanya di Hotel Maya Sanur. Beberapa karya Putu ini banyak terinspirasi dunia flora dan fauna yang berortientasi atau cenderung bernuansa dekoratif: perpaduan dunia tradisi dan modern.
Dalam karya-karya Putu ini, elemen dekoratif sangat kuat, seperti penggunaan pola-pola rumit dan warna-warna cerah yang menambah daya tarik visual. Kendati pun demikian, karya-karya Putu Adi juga tampaknya melampaui sekadar dekoratif dengan memasukkan elemen-elemen surrealis dan ekspresionis yang menambah kedalaman dan penuh makna.
Pengamat sekaligus kolektor seni Agus Maha Usaha di sela-sela pameran, Kamis (20/2/2025) mengatakan karya yang dipamerkan ini fokusnya pada pengalaman emosional dan penggambaran yang dramatis dan intens. Gabungan warna cerah dan pola-pola rumit, menambah kesan magis dan fantastis pada karya-karyanya. Ini menciptakan efek visual yang ‘surreal’ dan ‘mimis’ (representasi ulang alam).
Teknik ini tambah Agus yang juga Ketua NCPI (Nawa Cita Pariwisata Indonesia) Bali ini memungkinkan dia untuk menghasilkan tekstur yang halus dan detail yang tajam, yang sering digunakan dalam seni lukisan untuk menciptakan kesan realistis dan hidup.
Putu benar-benar memahami dan mempraktekkan berbagai teknik melukis, termasuk di dalamnya kolaborasi atau sinergi teknik tradisi dan modern. Dengan demikian, secara signifikan meningkatkan keterampilan artistik dan memperluas cakrawala kreatif. Belum lagi adanya anasir repetitif dan pemenuhan bidang kanvas, merupakan unsur penting dalam seni rupa tradisi di Bali. Gambaran ini terekam dan terefleksi dari karya-karya Putu.
Motif yang berulang pada karya-karya Putu, tambah Agus Maha Usadha jelas menciptakan ritme visual yang menyenangkadan bahkan mengagumkan. Pengulangan ini adalah salah satu ciri khas seni dekoratif dan seni rupa tradisi yang membuat karya tersebut lebih harmonis dan terstruktur.
Dalam hal ini, Putu menunjukkan kepiawaian dalam menyeimbangkan elemen-elemen visual tersebut. Penempatan subject matter dan latar belakang yang seimbang, menciptakan komposisi yang menyenangkan dan menghasilkan estetik secara kenikmatan optik.
Detail-detail kecil dalam pola dan tekstur menambah kedalaman dan dimensi pada karyanya. Penggunaan detail ini menunjukkan kepiawaian dan sekaligus dedikasi Putu pada seni ini.
“Pameran ini sesungguhnya tidak lain dan tidak bukan didedikasikan untuk lebih menyemarakkan Perayaan Tahun Baru Imlek 2025 tempo lalu. Terutama sekali Perayaan Tahun Baru Imlek 2025 ini adalah “Tahun Ular Kayu” yang muncul hanya 60 tahun sekali,” tambah Agus Maha Usadha.
Dalam Kalender Tionghoa, makna ular kayu tidak lain: kecerdikan, ketajaman, pertumbuhan, pembarauan, kreativitas, dan kemampuan beradaptasi. Saya mencoba untuk memetik makna tersebut, yakni sebuah harapan membawa energi yang mendorong refleksi, perencanaan, dan inisiasi langkah baru. Tahun ini bisa menjadi waktu yang penuh peluang bagi banyak orang untuk meninjau kembali prioritas hidup, mengevaluasi tujuan jangka panjang, dan melepaskan hal-hal yang tidak relevan dan tidak produktif dalam kehidupan kita.
Makna tersebut yang sesungguhnya dapat dipetik, bagi siapa saja, termasuk bagi seorang seniman. Dengan perkembangan luar biasa ini, semoga tahun 2025 ini membawa kesuksesan, kemakmuran dan kebahagiaan bagi semua.
Pesona Sanur
Sanur konon berasal dari kata “Sa”, artinya “Satu” (Tunggal) dan “Nur”, artinya sinar (“teja”/”Cahaya”). Jadi, Sanur artinya: “Satu Cahaya” yang penuh pesona, dengan matahari terbit di ufuk timur memancarkan spirit dan pengharapan baru. Desa Sanur adalah tempat bersejarah. Tepatnya sejarah yang penuh dengan makna tidak saja budaya melainkan simbol peradaban manusia Bali kala itu.
Adanya Prasasti Balanjong bartarikh 835 Caka (tahun 911 Masehi) yang dikeluarkan oleh Raja Sri Kesari Warmadewa, seorang raja termasyur di Bali. Selanjutnya pernah sekelompok pedagang yang membawa tari Baris Cina melakukan pendaratan di Pura Kesumajati, Semawang. Mengingat lokasinya sangat strategis, Belanda menjadikan Pantai Sanur sebagai tempat pendaratan untuk melakukan intervensi dan melahirkan puputan Badung pada 1906.
Pantai Sanur yang penuh pesona itu, akhirnya membuat seorang perupa Adrien-Jean Mayeur de Merpres alias Le Mayeur terpikat dan menikahi penari legong Ni Pollok pada 1935. Mereka tinggal di Sanur dan kini menjadi Museum Le Mayeur.
Perdana Menteri India pertama, Panditt Jawaharlal Nehru mengadakan kunjungan ke Bali pada 14 Juni 1950. Saat Nehru ke Sanur, secara spontan menyebut Sanur sebagai Morning of The World.
Dramawan Putu Wijaya melahirkan karya naskah drama yang luar biasa, bertajuk: Lautan Bernyanyi pada 1976 pun karena terinspirasi oleh keanggunan dan pesona Pantai Sanur. Pun Prof. I Gusti Ngurah Bagus, “Sang Castodian Budaya Bali” membuat camp intellectual pada 1973 di Br. Intaran, Sanur untuk mengkaji dampak pariwisata bagi Bali pasca dibukanya Bandara I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Badung pada 1969.
Masih banyak lagi peristiwa bersejarah penuh makna di Sanur ini. Dalam kesempatan ini, jika boleh menyebut keberadaan perupa IB Nyoman Rai maupun Sang Kawiku dan Sulingggih Besar Ida Pedanda Made Sidemen dengan karya luar biasa dan melegenda antara lain Geguritan Salampah Laku. (ist)
Leave a Reply