Prof. Din Syamsuddin: Kekerasan Jangan Dilawan Kekerasan
(Baliekbis.com), Pertemuan FKUB yang digagas Ketua FKUB Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet dan dihadiri utusan Presiden Jokowi, Prof. Dr. Din Syamsuddin di Puri Denbencingah, Akah Klungkung, Jumat (22/12) dinilai tak maksimal dan dianggap telah membuang kesempatan baik untuk kepentingan bersama yaitu kerukunan berbangsa yang dirasa mulai berkurang.
Hampir tak ada poin strategis yang disampaikan dari pertemuan tersabut. Hal itu dikemukakan salah satu Pembina Paiketan Krama Bali Ida Rsi Acharya Waisnawa Agni Budha Wisesanatha didampingi Sekum Paiketan Krama Bali Jero Mangku Wayan Suteja seusai menghadiri pertemuan selama sekitar 5 jam yang melibatkan ratusan tokoh dari berbagai elemen masyarakat lintas agama itu.
Salah satu penglingsir Paiketan Krama Bali ini sangat menyayangkan, pertemuan penting itu mestinya dimanfaatkan dengan lebih baik sehingga bisa memberikan masukan-masukan riil kepada Presiden dan paling tidak kepada tokoh utusan itu sendiri yang peduli terhadap kerukunan umat. Tak terdengar sedikit pun ada ekspresi kalau Bali sedang merasa terancam sehingga hidup mulai terasa tak nyaman, tulis Ida Rsi Wisesanatha.
Menurutnya, dalam pertemuan itu sama sekali tak tergambarkan bagaimana meresahkannya gerakan kaum radikal yg sedemikian terbukanya telah terjadi secara nasional. “Ini semestinya perlu dikemukakan di depan Prof. Din Samyuddin selaku utusan Presiden, sebagai tokoh yang diutus Presiden Jokowi sehingga negara dalam hal ini benar-benar dapat hadir lebih antisipatif, lebih lugas, lebih dialogis dan lebih gamblang. Hindari ewuh pakewuh sepanjang masih dalam koridor mengamankan spirit dan etos Pancasila dan disampaikan secara sopan beretika.
Yang melegakan dan cukup memberikan platform kejiwaan dan sikap serta pengingatan di dalam menjaga kerukunan hidup berdampingan; adalah pernyataan-pernyataan Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet yang telah lugas dan tegas mengingatkan semua pihak, salah satunya untuk tidak ” lompat pagar” istilahnya terhadap etika, tidak usil membicarakan agama orang lain apalagi merendahkannya. Penglingsir Agung utra Sukahet bahkan menyebut Din Samsuddin sebagai tokoh besar Kerukunan Umat Beragama.
Sekum Paiketan Jero Mangku Suteja memberi catatan kritis terhadap pertemuan FKUB. Setidaknya ada 3 hal prinsip yang mesti dimunculkan oleh para tokoh lintas agama yakni Gerakan kaum misionaris agama hendaknya tidak mengganggu orang yang telah beragama karena ini akan menimbulkan konflik SARA, pembangunan rumah ibadah di Bali semestinya tetap mempertimbangkan faktor sosio-psikologis krama Hindu Bali sehingga tidak mengganggu keharmonisan antarumat beragama yg telah terjalin di Bali.
Penggunaan rumah dan ruko sebagai tempat ibadah apalagi tanpa ijin tentu harus ditindak tegas oleh pemerintah karena akan memunculkan konflik horizontal. Bali sebagai daerah pariwisata budaya Bali yang bernafaskan Agama Hindu dengan local wisdom-nya mestinya tetap dipertahankan. Jika dikaitkan dengan pernyataan Din Syamsuddin bahwa agama mayoritas harus melindungi agama minoritas dan agama minoritas menghormati agama mayoritas, maka kehidupan yang diwarnai keharmonisan antarumat beragam telah terjalin di Bali sejak berabad-abad lampau. Hal itulah yang mestinya terjadi terhadap umat Hindu dan agama lain di seluruh Indonesia. Mangku Suteja amat menyayangkan, justru hal-hal penting itu tidak muncul di dalam pertemuan FKUB.
Padahal tujuan kedatangan Din Syamsuddin ke pertemuan FKUB selain menggali kembali poin-poin pengikat antarumat beragama juga menyoroti kelompok radikal dari agama tertentu yang kerap mencederai keharmonisan antarumat beragama dan mengganggu keamanan dan ketertiban negara. Saran Din Syamsuddin, jika terjadi aksi oleh kaum radikal hendaknya dikembalikan kpd para tokoh atau tetuanya untuk membina. “Kekerasan jangan dilawan dengan kekerasan. Kekerasan yang menggunakan issu agama sebaiknya diselesaikan secara musyawarah mufakat dan kekeluargaan. Jika tidak selesai, sebaiknya dibawa ke jalur hukum” paparnya. (mer)