Prof. Sri Darma: Hadapi Tantangan Global, Dosen Wajib Belajar ke LN
(Baliekbis.com), Rektor Undiknas University Prof. Sri Darma mengatakan tantangan ke depan bukan lagi di dalam negeri, melainkan global. Untuk itu dosen di Undiknas wajib belajar ke luar negeri guna meningkatkan daya saing. Demikian dikatakan Rektor Prof. Sri Darma saat melaunching sekaligus bedah buku 4 Srikandi FH Undiknas, Senin (23/10) di Kampus Undiknas.
Adapun buku yang dilaunching oleh Rektor Undiknas yakni “Hukum Perlindungan Anak Korban Pedofilia” ditulis Dr. AAA Ngr. Tini Rusmini Gorda,S.H., M.H., “Menyoal Sanksi Pidana Anak Yang Berkonflik dengan Hukum” oleh Dr. Ni. Nyoman Juwita Arsawati,S.H.,M.H., “WRDDHI GRHIYAD Prinsip Perjanjian Kredit Menurut Hindu” dan “Sanksi Perkawinan Terlarang di Bali Dulu dan Kini” oleh Dr. Ida Ayu Sadnyini, S.H.,M.H. Rektor Sri Darma mengatakan dosen nantinya berperan sebagai mediator dan mengantarkan mahasiswa untuk bisa mendapatkan sumber bacaan. Sumber utama pembelajaran itu sendiri adalah media elektronik. “Jadi buku diharapkan jadi referensi,” jelasnya. Sementara terkait bedah buku “Hukum Perlindungan Anak Korban Pedofilia” ditulis Dr. AAA Ngr. Tini Rusmini Gorda,S.H., M.H., Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan hadirnya buku ini bisa menjadi ruang untuk membahas masalah kekerasan seksual yang terjadi pada anak sekaligus memberikan perlindungan yang lebih besar bagi korban kekerasan tersebut. Sebab selama ini pembahasan terhadap kasus seperti itu lebih banyak pada pelakunya. “Justru untuk korbannya kurang mendapatkan perhatian,” jelasnya. Padahal korban kekerasan seksual ini mengalami trauma psikologis yang berkepanjangan.
Dikatakan kasus pedofilia banyak terjadi di kota-kota wisata dan ini jadi tempat bagi predator dalam melakukan aksinya. Indonesia bahkan dianggap sebagai surga pedofilia karena hukumnya sangat lemah dimana untuk pembuktiannya harus ada saksi. “Bagaimana kita bisa hadirkan saksi dalam kasus-kasus seperti itu,” ujarnya. Kasus kekerasan pada anak ini terus meningkat sehingga Indonesia dikatakan berada dalam situasi darurat. “Bukan hanya kawasan wisata yang menjadi surga pelaku pedofilia, juga rumah, sekolah dan pondok sudah tak lagi aman,” jelasnya. Kejahatan seksual ini bukan lagi dilakukan perorangan juga bergerombol sampai 10 orang. Parahnya kasus-kasus pedofilia dianggap sebagai penyimpangan seksual, padahal faktanya kekerasan itu dilakukan atas kesadarannya sendiri. Dalam penanganan korbannya juga belum maksimal. Pembahasan kasus ini justru lebih banyak pada pelakunya dengan berbagai pertimbangan, seperti HAM ketika ada usulan untuk dikebiri atau hukumannya diperberat. Sementara Deputy Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dr. Ir. Lies Rusdianty.,MSi. mengatakan pelaku pedofilia ini semakin mengkhawatirkan karena mereka punya jaringan di seluruh dunia. Dampak kekerasan seksual pada anak ini akan dialami hingga dewasa. “Dan ia bisa menjadi pelaku pedofilia baru akibat prilaku yang pernah dia rasakan,” ujarnya. (bas)