Program MBG: Harus Mengandung Zat Gizi yang Dibutuhkan dan Berkelanjutan
(Baliekbis.com), Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan dilaksanakan Januari 2025 mendatang dinilai sangat bagus oleh kalangan profesi kesehatan. Dampak jangka pendek dan jangka panjang dari program makan sehat gratis ini meningkatkan konsentrasi dan prestasi belajar anak yang makan makanan bergizi cenderung lebih fokus saat belajar, tidak gampang lelah atau mengantuk. Penelitian menunjukkan anak yang sarapan atau makan sehat punya nilai akademik lebih baik.
Demikian disampaikan Dr. I Putu Suiraoka, SST., M.Kes., Ida Ayu Eka Padmiari,SKM, M.Kes. dan Pande Putu Sri Sugiani,DCN.,M.Kes. dari Persagi (Persatuan Ahli Gizi Indonesia) Bali saat acara penyerapan aspirasi Anggota DPD RI I.B. Rai Dharmawijaya Mantra dengan kalangan profesi kesehatan, Sabtu (14/12) di Renon Denpasar.
Menurut Dr. Suiraoka permasalahan gizi dan kesehatan pada anak sekolah bukan hanya dialami oleh masyarakat miskin tapi juga kelompok yang memiliki penghasilan tinggi. Hanya ada perbedaan yaitu dari sisi waktu mereka tidak memperoleh kesempatan mendapatkan makanan sehat karena waktu yang pendek seperti dikejar les dan juga ketersediaan makanan sehat di kantin sekolah.
Karena itu menurutnya perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu pastikan menunya gizi seimbang. “Jadi bukan sekadar gratis, tapi juga mengandung zat gizi yang dibutuhkan (karbohidrat, protein (hewani dan nabati), lemak baik, vitamin, dan mineral). Kalau bisa, dipilih dan digunakan bahan lokal supaya anak-anak juga familiar dan mendukung ekonomi petani atau produsen lokal,” jelasnya.
Melibatkan orangtua dan guru soal pentingnya gizi seimbang perlu berjalan paralel. Supaya anak-anak tetap makan sehat di rumah, dan mereka jadi punya kebiasaan makan yang baik. Yang tak kalah penting memantau dampak program ini, misalnya lewat pengukuran status gizi (berat badan, tinggi badan, atau hemoglobin untuk anemia).
Selain itu, pastikan programnya tidak berhenti di penyediaan makanan saja, tapi juga mendukung edukasi gizi anak. “Program ini harus berkelanjutan.
Takutnya pas berganti kebijakan, programnya berhenti,” ujarnya.
Program ini juga bisa melibatkan CSR dari perusahaan atau komunitas lokal. Pastikan makanan yang disediakan sesuai dengan budaya makan lokal agar anak-anak mau makan tanpa rasa terpaksa. Hindari stigma kalau program ini hanya diberikan ke anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Menyangkut gizi ini, dokter Suteja mempertanyakan siapa yang akan mengerjakan dan mengawasi. “Pengawasan ini sangat penting,” tegasnya.
Dari kalangan dokter juga terungkap sejumlah masalah di antaranya jumlah dokter dan distribusinya, gaji dokter, izin praktek serta makin banyaknya fakultas kedokteran.
“Jumlah dokter di Bali saat ini sekitar 7 ribu. Ini sudah penuh sesak. Rasionya 1:1.000,” ujar dr. Rudi.
Yang memprihatinkan lagi gaji dokter (baru) Rp3 juta/bulannya. Ini tak beda jauh dengan gaji ART. “Gaji ART saya Rp2,9 juta,” jelasnya.
Menjamurnya fakultas kedokteran juga menjadi perhatian. Jumlah yang ada sekarang yakni 4 dinilai sudah banyak. Tidak lama lagi akan bertambah.
Menanggapi aspirasi tersebut Rai Mantra menekankan masalah kesehatan dan pendidikan sangat penting dan harus diprioritaskan. “Masukan ini sangat penting dan akan kami teruskan untuk bisa ditindaklanjuti,” ujar mantan Walikota Denpasar dua periode ini. (bas)
Leave a Reply