PT SLP Sosialisasi Pertanian Organik di Taro Gianyar
(Baliekbis.com), PT. Songgolangit Persada (SLP), satu dari delapan mitra kerja Laboratorium Hayati Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Tanaman Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali memberikan penyuluhan dan sosialisasi pertanian organik menggunakan pupuk ramah lingkungan dan teknologi effective microorganisme (EM) kepada anggota Kelompok Tani Gunung Mekar, Banjar Let, Taro, Tegallalang, Gianyar, Bali, belum lama ini.
Staf Ahli PT SLP, Ir. I Gusti Ketut Riksa didampingi Kepala Cabang Pemasaran PT SLP, Bali – NTB, Ir. Irkham Rosidi dan Kepala Lab Hayati, Ir Wayan Sugiarta meminta anggota Kelompok Tani Gunung Mekar yang beranggotakan 40 orang petani tersebut untuk serius menggunakan pupuk organik ramah lingkungan dalam pengembangan tanaman jeruk, vanili, cabai, jahe merah, jahe gajah, lidah buaya, pisang dan jenis tanaman perkebunan lain di atas tanah kelompok tani seluas puluhan hektar itu dengan menerapkan pupuk organik Bokashi Kotaku maupun pupuk cair EM4.
Kedua jenis pupuk ramah lingkungan itu dapat dilakukan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, sekaligus menghindari penggunaan pupuk kimia dan pestisida untuk mencegah pencemaran lingkungan, sekaligus melakukan tindakan revitalisasi bumi. Pencemaran akibat penggunaan pupuk kimia, pestisida dan zat kimia lain dalam pengembangan bidang pertanian kini sangat dirasakan dampaknya, produk yang dihasilkan tidak bertahan lama, nasi yang dimasak dari beras juga tidak mempunyai aroma yang enak. Semua itu akibat penggunaan zat kimia, di samping setiap saat terjadinya bencana alam.
I Made Neka, Ketua Kelompok Tani Gunung Mekar mengungkapkan telah menggunakan produk EM4 dari PT Songgolangit Persada sejak tahun 2004 dan hasinya sangat baik. Salah satu contoh dalam budidaya vanili yang baru ditanam dalam dua minggu sudah muncul tunas baru yang sangat subur dan sehat. Dan saat ini hasil dari panen buah jeruk, lidah buaya dipasarkan ke Supermaket Tiara Dewata dan toko buah Moena fress dan sisanya ke pasar tradisional.
Keseriusan Made Neka menggunakan pupuk organik berawal dari melihat lahan temannya yang menggunakan pupuk kimia awalnya bagus namun kelanjutannya sering gagal. Tanah menjadi kering dan umur tanaman lebih pendek. Sedangkan dengan organik lambat tapi pasti, lebih sehat dan ramah lingkungan. “Saat ini kelompok kita setiap orang memiliki lahan minimal 1 hektar dan memiliki ternak sapi dan kambing sehingga mudah dalam membuat pupuk organik menggunakan kotoran hewan yang difermentasi menggunakan teknologi EM,” ujar pria energik ini.
Teknologi pupuk organik dan EM4 yang diproduksi di Desa Bantas, Kabupaten Tabanan dan di Desa Bengkel, Kabupaten Buleleng merupakan hasil penelitian Prof Dr Teruo Higa selama 12 tahun bersama mahasiswa yang kuliah di Universitas Ryukyus Okinawa Jepang (1968-1980) yang kini telah diterapkan lebih dari 100 negara di belahan dunia. “Temuan Prof Higa tentang EM sebagai sebuah teknologi yang bisa mengarah dan menunjuk pada berbagai dampak positif yang diharapkan bisa diterapkan Kelompok Tani Gunung Mekar, Banjar Let, Taro, Tegallalang, Gianyar,” ujar Riksa. (ist)