Puncak HUT ke-50 Ikayana Dibuka Wamen Pariwisata, Rai Mantra: Budaya Energi Besar Wujudkan Indonesia Emas

(Baliekbis.com),Wakil Menteri (Wamen) Pariwisata Republik Indonesia Ni Luh Ernik Ermawati membuka secara resmi puncak perayaan HUT ke-50 Tahun Ikatana (Ikatan Alumni Universitas Udayana) yang ditandai dengan pemukulan gong, Sabtu (22/03/2025) bertempat di Dharma Negara Alaya Lumintang Denpasar.

HUT ke-50 Ikayana kali ini yang dirangkai dengan Seminar Nasional bertajuk “Pengejawantahan Pariwisata Budaya sebagai Sumber Daya Alam Tak Berwujud” dihadiri Ketua Ikayana Dr. I.B. Rai Dharmawijaya Mantra yang juga Anggota DPD RI Perwakilan Bali.

Hadir pula pada acara tersebut Anggota DPD RI Dapil Provinsi Papua, Pdt. David Harold Waromi, Rektor Universitas Udayana, Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, Wakil Walikota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, dan beberapa instansi terkait lainnya.

Dalam sambutannya. I.B. Rai Dharmawijaya Mantra menyampaikan perayaan kali ini cukup spesial karena menyambut angka ke 50 (Setengah Abad) berdirinya Ikayana. Dengan Mengangkat Tema “Harmoni Ikayana menuju Indonesia Emas, Ikayana Bertekad Untuk Ikut Berpatisipasi Aktif Dalam Pembangunan Berkelanjutan”.

Pengejawantahan dari tema tersebut kemudian
diaplikasikan dalam Seminar Nasional sebagai buah hasil pemikiran Ikayana dalam memberikan kontribusi kepada Negara Kesatuan RI.

“Indonesia sangatlah luar biasa, memiliki 2 potensi Modal Sumber Daya Alam; Berwujud (Tangible) dan Tidak Berwujud (Intangible Asset) meliputi budaya, tradisi, kearifan lokal, dan nilai-nilai sosial yang merupakan sumber daya yang sulit ditiru dan menjadi modal besar kekayaan budaya nusantara sebagai potensi dalam pembangunan kepariwisataan budaya yang menjadi energi menuju Indonesia Emas,” jelasnya.

Rai Mantra menegaskan modal budaya ini penting sebagai aset strategis dalam pembangunan berkelanjutan yang memiliki nilai kompetitif dan komparatif yang kuat. “Budaya tidak hanya menjadi daya tarik wisata, tetapi energi besar dalam mewujudkan Indonesia Emas,” ujarnya.

Untuk itu seminar ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap kebijakan strategis nasional dalam pengelolaan pariwisata budaya. “Meningkatkan pemahaman dari pemerintah pusat hingga daerah mengenai modal budaya sebagai keunggulan manajerial dalam industri pariwisata dan mendorong reinterpretasi, reintegrasi, dan adaptasi budaya dalam pengelolaan pariwisata,” tambah mantan Walikota Denpasar ini.

Sementara Wamen Pariwisata Ni Luh Ernik Ermawati menekankan pentingnya unsur budaya dalam menuju Indonesia Emas 2045.

“Salah satu misi RPJPN tahun 2025 – 2045 adalah Memantapkan Ketahanan Sosial Budaya dan Ekologi yang bertujuan untuk meningkatkan ketangguhan individu, keluarga, dan masyarakat melalui optimalisasi modal budaya serta pelestarian sumber daya alam,” ujarnya.

Misi ini sekaligus menjadi salah satu arah kebijakan kepariwisataan Indonesia dimana pembangunan kepariwisataan dilakukan dengan memperhatikan kemajuan kebudayaan, kelestarian lingkungan, serta ketahanan terhadap bencana.

Dijelaskan Indonesia ditargetkan mencapai rasio PDB Pariwisata 5% pada tahun 2029 dan kontribusi PDB 8% pada tahun 2045. Dalam usaha mencapai target tersebut, Kementerian Pariwisata merumuskan beberapa strategi meliputi pengembangan talenta unggul, pengelolaan destinasi pariwisata, penguatan ekosistem industri, dan beberapa hal lainnya.

Hasil dari seminar ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap kebijakan strategis nasional khususnya dalam pengelolaan Pariwisata Budaya. Serta meningkatkan pemahaman baik itu dari pemerintah pusat maupun daerah serta masyarakat mengenai Modal Budaya yang menjadi keunggulan manajerial dalam industri pariwisata.

Dalam sesi Ikayana Award terungkap fakta menarik, Dr. dr. A.A. Sri Wahyuni, SpKJ, Penerima Dharma Ikayana Bidang Pemberdaya Masyakat dan juga Ketua Yayasan Lentera Bali mengutarakan keprihatinannya terhadap dunia pariwisata.

“Tidak terkendalinya pariwisata sangat berdampat terhadap anak-anak kita di Bali. Mereka lebih memilih mencari 1 dolar, 5 dolar setiap harinya, dibandingkan melanjutkan sekolahnya. Ini adalah persoalan budaya (mentalitas) yang harus menjadi perhatian kita bersama,” ungkap Sri Wahyuni. (ist)

Leave a Reply

Berikan Komentar