PUPAR Unud Kritisi Rancangan UU Kepariwisataan yang Disusun Tim Ahli DPRRI
(Baliekbis.com), Pusat Unggulan Pariwisata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Udayana (PUPAR LPPM Unud) menjadi institusi yang ditunjuk mengkritisi draft rancangan UU Kepariwisataan Republik Indonesia. Penunjukkan mengingat PUPAR sebagai pemangku kepentingan pariwisata dari elemen akademisi.
Hal itu diungkapkan Ketua Tim Uji Konsep Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan Kuntari, SH., MH., saat diskusi dengan tim PUPAR di Gedung Pasca Sarjana Unud, Senin (27/6). Menurut Kuntari, tim ahli DPR yang hadir di Unud sebanyak 11 orang bertujuan minta masukan dari akademisi pariwisata untuk menyempurnakan draf RUU yang sedang disusunnya. “Kami ingin mengoptimalisasi peran akademis dalam menyusun RUU ini,” tegas Kuntari. Ditambahkan, draft RUU kepariwisataan ini sebagai pengganti UU No. 10 Tahun 2009. Draft yang disusun terdiri dari 18 Bab dan 79 pasal.
Ketua PUPAR Ir. Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc., Ph.D menyatakan terima kasih atas kepercayaan tim ahli DPRRI kepada PUPAR untuk memberikan masukan draft RUU Kepariwisataan. Diakui, Bali sebagai destinasi pariwisata sering dijadikan “benchmarking” atau patokan kesuksesan pembangunan pariwisata. Hanya saja, kata Agung Suryawan, Ph.D., pembangunan pariwisata di Bali seperti pisau bermata dua. “Selain pembangunan pariwisata berdampak positif tetapi negatif, silahkan yang positif silahkan diadaptasikan di daerah lain,” jelasnya.
Berbagai konsep kepariwisataan didiskusikan antara tim ahli DPR dengan PUPAR diantaranya istilah daya tarik wisata, destinasi maupun kawasan pariwisata. Agung Suryawan Wiranatha, Ph.D menjelaskan daya tarik wisata sebelumnya dikenal dengan istilah obyek, mengingat secara internasional istilahnya tourism attractions sehingga diartikan daya tarik wisata.
Dicontohkan, Pantai Sanur atau museum masuk daya tarik wisata. Destinasi wisata adalah kumpulan daya tarik wisata, dilengkapi fasilitas, aksesibilitas, dan didukung masyarakat. Sanur, katanya dapat dikatakan sebagai destinasi pariwisata tingkat kabupaten/kota karena ada berbagai daya tarik, ada aksesibilitas, akomodasi dan didukung masyarakat.
Agung Suryawan Wiranatha, Ph.D mengharapkan RUU Kepariwisataan harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). “Saat ini banyak travel agen yang dikelola secara online disamping ilegal atau tidak bayar pajak, juga sering susah dimintai pertanggungjawaban jika terjadi masalah yang merugikan masyarakat pariwisata atau memperburuk citra pariwisata,” tuturnya. Ditambahkan, regulasi terhadap pariwisata yang membahayakan (resiko tinggi) harus diatur sebaik mungkin agar kejadian yang membahayakan wisatawan dapat diantisipasi.
Tim PUPAR Unud yang ikut menerima tim ahli DPRI antara lain Dr. IBGA Pujaastawa, Dr. Anak Agung Raka Dalem, Dr. I Made Sarjana, serta Agus Muriawan Putra, M.Par. Berbagai aspek dikritisi pada draft RUU Kepariwisataan contohnya jenis wisata spa diganti dengan wisata kebugaran wellness tourism dimana spa, yoga maupun meditasi menjadi aktivitas/daya tariknya.
(sumber: www.unud.ac.id)