Putu Suasta,M.A.: Tertibkan Galian C Bodong yang Rusak Lingkungan
(Baliekbis.com),Pengamat sosial Putu Suasta,M.A. mendesak pemerintah Bali segera mengambil tindakan kongkrit dalam menertibkan seluruh galian C bodong yang menghancurkan lingkungan hidup.
Keterlambatan pemerintah dan aparat dalam bertindak akan melipatgandakan kerusakan lingkungan, keanekaragaman hayati, fasilitas umum (jalan raya, sekolah, pura), penduduk maupun korban jiwa.
Oleh karena, berbagai pertemuan pemimpin dunia baik Konferensi Perubahan Iklim PBB Conference of The Parties (COP)27, KTT ASEAN, KTT G20 tahun 2022 yang sukses di gelar di Bali menekankan pada antisipasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Apalagi Pemerintah Bali memiliki visi pembangunan “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, sudah sepatutnya garda terdepan dalam menyelamatkan lingkungan baik darat, laut dan udara. Namun perusakan lingkungan jalan terus, aktivitas galian C tidak saja memakan korban jiwa, salah satunya seorang tewas di bawah kaki Gunung Agung, Desa Sebudi, Selat Karangasem beberapa waktu lalu.
Namun kini salah satu sekolah dipicu longsor, sebagian bangunannya termasuk padmasana tidak bisa difungsikan dengan normal. Belakangan juga dilaporkan oleh pihak setempat, tanah dan bangunan mulai retak. “Kondisi itu sungguh memprihatinkan, pembangunan SDM yang cerdas justru dihambat oleh oknum – oknum yang melakukan perusakan alam,” ujar alumnus UGM dan Cornell University ini kepada awak media bertepatan pada Tumpek Wariga di Denpasar, Sabtu (10/12).
Suasta yang juga budayawan ini sangat menyayangkan peristiwa itu terjadi, di tengah-tengah perhatian dunia terhadap lingkungan semakin besar, beragam masalah bisa timbul bisa alam rusak. budaya dan adat Bali sangat bergantung pada pelestarian alam dan lingkungannya. Ia menyarankan sebaiknya pemerintah Bali dan masyarakatnya harus memperhatikan secara serius penanganan lingkungan, khususnya proyek tambang galian C. Bahkan kasus galian C di Bali sudah menjadi sorotan nasional dan internasional sampai KPK RI dan Kejaksaan Agung mengendus adanya masalah beberapa lembaga yang terkait.
Menurut Suasta, para leluhur begitu besar memberikan penghormatan kepada alam melalui perayaan (Yadnya) kepada tumbuh-tumbuhan (Tumpek Wariga), hewan dan binatang (Tumpek Uye) maupun pelaksanaan Bhuta Yadnya. Selain itu, warisan kearifan lokal, Tri Hita Karana sesuai desa-kala- patra diharapkan benar – benar menjadi fondasi dalam setiap pembangunan Bali sehingga sumber daya manusia (SDM) bisa bersaing secara global.
Upaya itu dalam mendukung agenda pembangunan yang disepakati dalam Sidang Umum PBB pada September 2015, yaitu Agenda 2030 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang inklusif dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya. “Jika hal ini dibiarkan terjadi berlarut – larut, alam akan punya cara dalam menyeimbangkan,” tegas Suasta.
Lingkungan sekolah sepatutnya dijaga tetap hijau dan lestari, bukan diberikan ada penambangan. Apalagi penambangan itu bodong, jika berizin pun patut di kaji kembali sehingga tidak merugikan publik. Penambangan galian dekat SMPN 3 Bebandem tengah disoroti publik karena memberikan dampak kepada keberadaan sekolah, apalagi dekat dengan kuburan.
Untuk itu, pihaknya mengajak para elit-elit terdidik, tokoh masyarakat, partai politik, LSM, universitas, ikut bersuara mencegah terjadinya kerusakan alam Bali yang lebih masif. Mendesak kaum intelektual muda, mahasiswa, orang partai, Pemimpin Partai, DPRD tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun DPR dan DPD Dapil Bali bersuara menyelamatkan lingkungan dan kehidupan alam Bali.
Selain itu, LSM, ahli lingkungan dan pers agar semakin getol menyuarakan pembangunan yang menimbulkan kerusakan lingkungan di tengah ancaman perubahan iklim. Pada kesempatan itu, Suasta mengingatkan agar Pemda Bali konsisten menjaga alam, hutan lindung, kawasan konservasi, taman nasional, tahura, gunung, bukit, sungai, danau, sawah, ladang dan jalur hijau sesuai dengan janji kampanye gubernur.
Ia pun mengajak para pejuang lingkungan seharusnya konsisten mengkritisi segala bentuk pembangunan yang merusak lingkungan tanpa tebang pilih. Mengingat lingkungan Bali semakin memprihatinkan yang perlu mendapatkan perhatian serius, khususnya kondisi hutan – hutan yang ada di Bali. Diduga adanya illegal loging yang luput dari pantauan aparat.
Padahal keberadaan hutan di pegunungan memiliki fungsi vital dalam menjaga sumber mata air. Begitu juga di pesisir ada Hutan Mangrove, selain menghasilkan berbagai komoditas perikanan dan kehutanan, juga berperan untuk mencegah abrasi pantai, menstabilkan daerah pesisir, menyaring limbah secara alami, mencegah intrusi air laut, sebagai habitat dan tempat pemijahan beberapa jenis satwa yang tinggal di wilayah mangrove. Indonesia sebagai negara maritim dengan dua per tiga luas wilayahnya adalah lautan, memiliki hutan mangrove terbesar di dunia.
Luas hutan mangrove Indonesia sebesar 3,31 juta hektar merupakan 20% dari total luas mangrove di dunia. Namun teridentifikasi 600.000 hektar diantaranya kritis. Pemerintah terus berupaya untuk merehabilitasi dan membangun pusat mangrove dunia di beberapa provinsi sebagai salah satu komitmen Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim. Presiden Jokowi menargetkan pada akhir 2024, 600 ribu hektare lahan mangrove sudah harus terrehabilitasi.
“Untuk itu, apabila ada yang berani merusak hutan di Bali yang sakral (bertaksu) tentu melanggar baik sekala dan niskala,” ujarnya. Termasuk melanggar UU No. 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan turunan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Th. 2021 Pasal 58, bahwa kawasan hutan yang boleh di rubah peruntukannya hanya hutan produksi yang non produktif. “Dengan kata lain bahwa hutan konservasi dan hutan lindung tidak boleh dirubah,” tegasnya. Merubahnya akan berakibat pidana bagi siapa saja yang terlibat cepat maupun lambat.
Dikatakan pula, pihaknya menyambut baik kedatangan Koordinator Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyoroti dugaan ada galian C ilegal yang berpotensi korupsi di Bali. Hal itu yang mengindikasikan, situasi alam Bali dinilai sudah genting sehingga KPK turun ke Bali, khususnya terang – terangan menyoroti galian C. Mengingat banyak pembangunan dan mega proyek proyek di Bali memanfaatkan tambang galian C. “KPK turun pasti sudah pegang data, cepat atau lambat pasti kena, tentu akan diproses baik secara formal dan informal,” tegas Suasta. (ist)