Putusan MA, Terpidana Kasus Penyerobotan Tanah Penyandang Disabilitas Tetap Divonis 2 Tahun 6 Bulan
(Baliekbis.com),Keluarga korban penyerobotan tanah yang pemiliknya penyandang disabilitas bernama Dewa Nyoman Oka memberikan apresiasi atas penetapan Mahkamah Agung No : 1/Panmud Pidana/2020 1096 K/2019 yang isinya menolak memori kasasi Jaksa Penuntut Umum dan memori kasasi dua pelaku penyerobotan Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika.
Sebelumnya kedua pelaku divonis 2 tahun enam bulan penjara karena memalsukan keadaan di surat permohonan sporadik, sebagaimana Putusan Pidana Pengadilan Negeri Gianyar Nomor 19/Pid.B/2019/PN.Gin, tertanggal 29 April 2019 jo. Putusan Pidana Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 26/Pid/2019/PT.Dps tertanggal 15 Juli 2019.
Perwakilan Rumah Tahanan Kelas II B Gianyar Nyoman Lastri membenarkan terkait dimasukkannya 2 terpidana tersebut hari ini, Senin (20/1/2020).
“Kami tadinya resah karena kedua terdakwa tersebut masih berkeliaran sebagai Tahanan Kota, dan dari keluarga korban berharap kasus ini ditangani sesuai hukum yang berlaku secara adil dan tidak sampai berlarut-larut,” ujar Dewa Putu Sudarsana didampingi pengacara Made Somya Putra, SH, MH. yang mewakili korban Dewa Nyoman Oka, Senin (20/1/2029).
Persoalannya sekarang, Lanjut Sudarsana, kapankah tersangka lain yakni mantan Kepala Desa, Bendesa Adat dan Kelian Dinas yang terlibat dalam proses pemalsuan surat hingga terbitnya sertifikat tanah di Desa Pejeng Kaja Gianyar diadili?
Merujuk dari bukti-bukti otentik selama persidangan, ketiganya pernah memberikan surat keterangan palsu dalam permohonan surat permohonan sporadik para terdakwa. Dan ketiganya juga terlibat dalam proses pemalsuan surat hingga terbitnya sertifikat tanah di Desa Pejeng Kaja Gianyar dengan korban Dewa Nyoman Oka. Dewa Sudarsana berharap mereka juga harus dilakukan proses hukum untuk tegaknya keadilan. “Sekarang, dua pelakunya sudah dimasukkan ke jeruji besi. Sedangkan tiga lainnya masih bebas meski berstatus tersangka,” tambah Dewa Sudarsana.
Pengacara I Made Somya,SH, MH menjelaskan kasus ini bergulir karena adanya persengkongkolan kelima pelaku terkait tanah yang telah ditempati keluarga Dewa Nyoman Oka sejak puluhan tahun, yang tiba-tiba disertifikatkan oleh Dewa Merta dan Dewa Swastika yang masih kerabat jauh Dewa Oka.
“Korban Dewa Oka yang cacat fisik ini tidak tahu kalau tanahnya seluas 25 are yang ditempatinya sudah disertifikatkan pihak lain,” jelas Somya dari LBH Pemacekan MGPSSR ini. Sebelum kasusnya masuk ke ranah hukum, berbagai upaya dan pendekatan sudah dilakukan pihak Dewa Oka terhadap para pelaku. Namun tidak membuahkan hasil hingga kasusnya bergulir ke pengadilan
Pengadilan Tinggi Denpasar dalam putusannya menyatakan Dewa Nyoman Oka adalah sah sebagai ahli waris Dewa Putu Degeng dan sah menguasai tanah yang dikuasainya saat ini. Pengadilan Tinggi Denpasar juga memutuskan Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika melakukan perbuatan melawan hukum dengan membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah tertanggal 15 Mei 2013, sehingga segala produk hukumnya termasuk SHM Nomor 886/Desa Pejeng Kaja, sudah tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Dengan terbitnya putusan MA No : 1/Panmud Pidana/2020 1096 K/2019 ini maka telah memperkuat posisi korban Dewa Nyoman Oka selaku penyandang disabilitas telah mendapat harapan dengan putusan ini, bahwa keadilan telah datang walau bagi yang orang yang tak berdaya. Majelis Hakim kami nilai telah menyelami kasusnya secara utuh dan dibantu dengan doa keluarga Dewa Nyoman Oka serta restu leluhurnya,” ujar Somya.
Diceritakan Dewa Nyoman Oka hidup sebatangkara dan mengalami cacat fisik. Di luar dugaannya tanah warisan yang dikuasai dan ditempatinya disertifikatkan oleh tetangganya Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika yang dibantu oleh Kepala Desa Pejeng Kaja waktu itu I Dewa Putu Artha Putra, Bendesa Adat I Wayan Artawan dan Kepala Dusun I Nyoman Sujendra dengan membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah tertanggal 15 Mei 2013, dimana dalam surat tersebut menghapus keberadaan Dewa Nyoman Oka.
Sehingga terbitlah SHM Nomor 886/Desa Pejeng Kaja atas nama Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika. Atas perbuatan Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika tersebut akhirnya keluarga Dewa Nyoman Oka melaporkan surat palsu tersebut. Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika kemudian divonis 2 tahun 6 bulan. Sedangkan I Dewa Putu Artha Putra, I Wayan Artawan dan I Nyoman Sujendra saat ini masih berstatus tersangka di Polda Bali. (hdy)