Rai Mantra: Kerja Paruh Waktu Munculkan Pengangguran Semu
(Baliekbis.com), Bali ke depan menghadapi masalah semakin kompleks di balik bonus demografi. Ketersedian tenaga kerja yang besar tidak menjamin warganya bisa mengisi peluang yang ada.
“Justru terjadi pengganguran semu karena banyak yang kerja paruh waktu,” ujar Anggota Komite III DPD RI I.B. Rai Dharmawijaya Mantra, Jumat (6/12) pada diskusi dalam rangka penyerapan aspirasi di Kantor Sekretariat DPD RI Renon Denpasar.
Diskusi yang menghadirkan narasumber Dinas Perhubungan Bali, Organda Bali, Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Bali serta perusahaan ojek online membahas terkait maraknya pemberitaan banyak ojek online yang tidak ber-KTP Bali namun dapat menjadi driver ojek online hanya berbekal surat keterangan domisili.
Dalam diskusi juga mengemuka masalah persaingan tenaga kerja, kemacetan dan angkutan umum. Rai Mantra menekankan berbagai masalah yang muncul harus segera dicarikan solusinya agar tidak muncul gejolak diskriminasi yang bisa mengarah ke SARA. “Sebenarnya aturan secara legalitas sudah jelas, cuma masih sering diabaikan,” jelas mantan Walikota Denpasar ini.
Rai Mantra juga menekankan pentingnya perlindungan tenaga kerja. Bali ini demand-nya tinggi yang membawa dampak pada SDM-nya. Jadi sebagai daerah pariwisata, penting
menjaga pelestarian budaya dan peran tenaga kerjanya.
Terkait isu rekrutmen KTP Bali atau non-Bali menurut Ketua Organda Bali Nyoman Arthaya Sena hal ini sengaja diangkat untuk kepentingan tertentu dan merupakan upaya untuk mencapai keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Sedangkan isu koperasi dan marginalisasi tenaga kerja, hal ini sebenarnya telah diatur secara jelas dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 serta diperkuat oleh Peraturan Gubernur Bali Nomor 40. Dalam regulasi tersebut, penyelenggaraan angkutan khusus sudah memiliki izin resmi dan dilakukan melalui kerja sama yang bersifat mutualistik dengan pihak aplikasi. Ini adalah hubungan bisnis-to-bisnis yang telah diatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ia berharap agar semakin banyak ruang yang diberikan kepada masyarakat Bali untuk bekerja di sektor transportasi ini untuk mendukung pariwisata. “Kami berharap ke depannya tidak ada lagi persaingan tidak sehat atau intimidasi dari pihak-pihak tertentu. Kami ingin sektor ini berjalan profesional dan mendukung pertumbuhan ekonomi Bali secara adil dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Sebelumnya dalam pemberitaan sejumlah media terungkap keluhan terkait banyaknya driver taksi online yang tidak memiliki KTP Bali. Perusahaan taksi online merekrut driver tanpa memperhatikan kewarganegaraan daerah atau KTP yang dimiliki oleh calon mitra. Padahal, dalam ketentuan pendaftaran mitra, perusahaan hanya menerima KTP sesuai dengan asal daerah masing-masing.
Namun, Bali ternyata menjadi pengecualian. Dalam ketentuan pendaftaran untuk wilayah Bali, pihak perusahaan taksi online justru menerima semua jenis KTP dari seluruh Indonesia, tidak terbatas hanya pada warga Bali.
Hal ini memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat Bali, yang merasa keberadaan driver non-Bali bisa memengaruhi perekonomian lokal dan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia bagi penduduk asli.
Selain itu, kendaraan-kendaraan berpelat luar Bali juga banyak ke Bali yang disediakan oleh penyedia jasa ojek online. Hal ini dikhawatirkan berdampak pada kemacetan, keamanan, dan ketidaksesuaian dengan regulasi yang berlaku.
Menanggapi hal tersebut, Pj. Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, menegaskan pihak penyedia jasa ojek online harus mematuhi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 40 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Transportasi. Mestinya mereka sudah mengubah sesuai Perda 40/2019.
Menindaklanjuti persoalan ini, Mahendra Jaya menegaskan akan menginstruksikan Kepala Dinas Perhubungan Bali untuk segera mengambil langkah konkret memanggil layanan aplikasi ojek online.