Reses Dr. Mangku Pastika: Dorong Anak Muda Bertani Harus Ada Contoh Nyata
(Baliekbis.com), Orang Bali itu ingin contoh. Kalau sudah diberi contoh dan tahu hasilnya, maka akan mau diikuti.
“Penting tunjukkan cara-cara bertani yang benar. Untuk mendorong anak muda mau bertani kita yang jadi contoh. Kalau sudah tahu, pasti mereka mau ikut,” ujar Anggota DPD RI Dr. Made Mangku Pastika,M.M. saat kegiatan reses menyerap aspirasi, Selasa (20/10).
Reses yang mengangkat tema “Suara Petani Muda Keren” ini dipandu Tim Ahli Nyoman Baskara didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja menghadirkan narasumber petani muda keren Nengah Sumerta dan Komang Edi Juliana yang sukses mengembangkan sejumlah produk pertanian.
Tema “Suara Petani Muda Keren” ini diangkat karena beberapa waktu lalu jarang ada anak muda yang mau bertani karena kesannya kotor dan miskin. “Sekarang adalah saat yang tepat membuktikan bertani itu tidak lagi kotor, miskin dan tua-tua orangnya,” ujar Mangku Pastika.
Mantan Gubernur Bali dua periode ini melihat sekarang banyak anak muda bahkan pengusaha yang beralih ke sektor pertanian karena prospeknya yang bagus.
Mangku Pastika mencontohkan, begitu banyaknya produk pertanian luar yang laris manis dipasarkan di Bali. Padahal Bali sejatinya memiliki potensi besar di sektor ini.
Untuk itu mantan Kapolda Bali ini mengajak semua optimis dengan pertanian, apalagi dengan hadirnya darah-darah muda yang sekarang terjun ke pertanian.
Namun demikian, komitmen para pemimpin sangat penting untuk mendukung sektor ini. “Saya ketika menjadi Gubernur mendirikan Program Simantri, SMK Bali Mandara untuk mendukung sektor pertanian,” ujarnya.
Sementara Petani Muda Keren I Nengah Sumerta yang sempat melakukan riset kecil-kecilan menemukan di pasar desanya, 80 persen sayuran yang dijual ternyata dari Lumajang (Jatim). Di Pasar Batu Kandik, setiap hari puluhan ton pisang juga datang dari Jawa. “Ini potensi yang besar,” ujarnya.
Melihat kondisi tersebut jebolan DIII Sastra Inggris yang sebelumnya sempat bertugas di SMA Bali Mandara ini, rela banting setir untuk bertani, apalagi melihat banyak petani hidupnya kurang sejahtera akibat produk petani lokal masih dibayar murah dan terjadinya persaingan yang tidak sehat.
“Ada petani punya tanah 50 are hidupnya miskin bahkan tidak punya rumah. Padahal dengan areal tersebut kalau dikelola dan produknya dipasarkan dengan bagus, hasilnya cukup besar,” jelas Sumerta yang kini membina sekitar seratus petani di sejumlah daerah.
Ia mencontohkan satu pohon mangga petani, buahnya hanya dihargai Rp 84 ribu. Padahal produksi satu pohon itu bisa ratusan kilo.
Petani selalu di posisi kalah, hanya untungkan pengepul. Oleh karena itu petani perlu didukung oleh stakeholder terkait termasuk pemerintah. “Petani harus punya patokan harga eceran terendah. Sehingga tak sampai merugi,” jelas Sumerta yang kini melakukan kerja sama dengan BUMDes dan wadah lainnya untuk membantu petani.
Sementara Komang Edi Juliana mengakui masalah pemasaran dan persaingan yang tidak sehat membuat petani kerap merugi. Karena itu penting adanya dukungan untuk membantu pemasaran selain peningkatan keterampilan petani. “Saya sangat salut dengan adanya sekolah pertanian serta Program Simantri yang sangat dirasakan manfaatnya,” tambah jebolan sekolah pertanian di Badung ini. (bas)