Ribuan Orang akan Hadiri Upacara “Chau Tu” dan “Yen Kung” di Vihara Satya Dharma
(Baliekbis.com), Ribuan orang diperkirakan akan ikut kegiatan upacara “Chau Tu” dan “Yen Kung” di Vihara Satya Dharma, Denpasar pada Sabtu (10/11) mendatang. Chau Tu merupakan upacara pelimpahan jasa, sebagai perwujudan cinta kasih kepada para leluhur, orang tua, dan almarhum keluarga yang sudah meninggal.
Hal ini disampaikan Ketua panitia acara yang juga Ketua FBC Bali, Anny Go, Minggu (4/11) di Denpasar. Ia didampingi Mahadhamu Bagus Satrya W (Wakil FBC BALI), Kasdi Taman ( Ketum Vihara Satya Dharma), Darvin Jimmy Tat (Ketua Pelaksana Harian Vihara Satya Dharma), Donny Harvis, Sudiarta Indrajaya ( Ketua INTI Bali), Chandra Salim (Ketua Humas FBC Bali), Sofian (humas acara Chau Tu) dan segenap panitia FBC dan Vihara Satya Dharma.
Menurut Anny, kegiatan ini digelar oleh Flourishing Buddhist Centre (FBC) bekerja sama dengan Vihara Satya Dharma, Benoa, pukul 18.00 Wita. “Target awal kami 1.000 orang, namun kami perkirakan yang akan hadir antara 2.000 hingga 3.000 peserta,” ujar Anny. Kegiatan bertajuk “Dhamma Talk, Chau Tu dan Yen Kung” ini dipimpin langsung Yang Mulia Passang Rinpoche, seorang Guru Besar Agama Buddha yang mempunyai vihara di berbagai negara dan banyak murid yang menyertai beliau dimana saja berada.
Dalam kegiatan ini, para peserta akan diajak untuk melakukan puja “Chau Tu”, “Yen Kung”, dan Pelimpahan Jasa. Puja Chau Tu merupakan perbuatan yang luar biasa baik dan sangat dianjurkan dalam Sutra Sang Buddha. Upacara Chau Tu dilakukan umat Budha sebagai perwujudan akan cinta kasih dan bakti kepada para leluhur, orangtua, dan keluarga yang sudah meninggal dunia.
Ada kemungkinan para leluhur dan orangtua kita yang sudah meninggal terlahir di alam yang penuh dengan penderitaan, akibat perbuatan masa lampau mereka. Dengan upacara Chau Tu, maka akan dapat membantu memberikan pelimpahan jasa kebajikan untuk mereka, agar mereka dapat terlahir kembali di alam yang lebih bahagia.
Untuk keluarga yang melaksanakan Chau Tu juga berkesempatan melakukan kebajikan welas asih dan dapat menanam benih-benih kebaikan yang akan berbuah karma baik di kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang.
Puja Yen Kung (utang karma masa lalu), merupakan puja untuk mengikis karma buruk bawaan dari kehidupan masa lampau kita. Karena dalam ajaran Buddha terdapat kepercayaan reinkrnasi dan samsara (lingkaran kehidupan). Umat Buddhist meyakini di kehidupan lampau kita mungkin saja melakukan tindakan membunuh mahkuk hidup secara sengaja atau tidak sengaja, melukai, memiftnah, melakukan kejahatan yang merugikan mereka, dan tindakan tindakan lain yang menciptakan karma buruk bawaan untuk kehidupan kita sekarang.
Puja Yen kung merupakan persembahan untuk para “penagih utang” dari mahluk-mahluk yang tidak kelihatan, yang mungkin telah mengikuti kita dalam beberapa kehidupan dan juga kehidupan saat ini. Semoga mahluk tersebut ikut berbahagia atas kebajikan kita dan memaafkan tindakan kita di masa lampau. Tindakan kebajikan ini memberikan pahala yang luar biasa untuk para mahluk tersebut dan untuk diri kita sendiri.
Dan yang terakhir adalah puja Ing Ling. Ini merupakan puja untuk tindakan sengaja atau pun tidak sengaja oleh orang tua dalam aborsi (membuang janin dalam rahim), karena walaupun seorang janin dalam rahim yang belum dilahirkan, dalam ajaran Buddha telah dikatakan bahwa janin telah bernyawa. Semoga arwah janin dapat berbahagia dan dapat kesempatan untuk terlahir kembali menjadi manusia dan dapat belajar Buddha Dharma dan mencapa keBuddhaan. Dan bagi orang tua yang melaksanakan Puja Ing Ling agar terbebas dari karma membunuh, dan bebas dari karma ketakutan akan perbuatan tindakan aborsi.
Dengan semua kenaikan yang telah kita lakukan maka semua perbuatan ini akan kita limpahkan jasanya kepada semua mahluk hidup yang ada di atas bumi, kepada semua orang tua, kepada semua yang hadir yang ikut dalam acara tersebut agar mereka semua mencapai keBuddhaan, kebahagiaan, kesehatan, dan kesuksesan dalam hidup ini
“Meski berlokasi di dalam wihara, namun acara ini terbuka untuk umum dari latar belakang agama apapun, bebas biaya alias gratis, dan tanpa tiket. Acara ini didedikasikan untuk kebahagiaan semua mahluk,” ujar Anny.
Menurut Anny, Bali sangat beruntung menjadi lokasi dari kegiatan upacara ini. Selain bisa membawa manfaat positif bagi warga atau peserta yang mengikutinya, juga berdampak positif bagi keharmonisan Pulau Bali. Acara serupa juga telah digelar di beberapa tempat lainnya seperti di Medan, Jakarta, dan Makassar, dan Kualalumpur Malaysia, dan selalu dihadiri oleh ribuan orang dari berbagai kalangan atau agama.
“Upacara Chau Tu dan Yen Kung kali ini adalah juga sebagai penutup kegiatan “Road Show” Passang Rinpoche selama tahun 2018. Tahun depan Passang Rinpoche akan melakukan syuting film “Sakyamuni” dan tidak lagi melakukan kegiatan yang sama. Sehingga kali ini benar-benar menjadi kesempatan yang sangat berharga bagi semua umat, khususnya bagi umat di Bali,” pungkas Anny. (ams)