Sejumlah Tokoh dan Lembaga di Bali Mendukung Langkah Tegas Kejaksaan Menahan Dua Terpidana Penista Nyepi 2023
(Baliekbis.com), Seperti diketahui, Putusan Mahkamah Agung : 1664 K/Pid/2024 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 55/PID/2024/PT DPS Jo Putusan Pengadilan Negeri Singaraja No : 2/Pid.B/2024/PN Sgr telah berkekuatan hukum tetap (incraht) yang memerintahkan eksekusi terhadap dua terpidana penistaan Hari Raya Nyepi di Desa Sumberklampok atas nama Achmat Saini (51) dan Mokhamad Rasad (57) dengan menjatuhkan sanksi hukuman 4 (empat) bulan penjara bagi kedua terpidana.
Atas dasar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut, Kejaksaan Tinggi Bali dan Kejaksaan Negeri Buleleng menahan Paksa Terpidana Nyepi di Sumberklampok tahun 2023 karena sudah mangkir dari 3 (tiga) kali dari pemanggilan Kejaksaan dan menolak untuk menjalani hukuman sesuai Putusan/Perintah Mahkamah Agung.
Langkah tegas Kejaksaan ini mendapat apresiasi positif dari Anggota Komisi III DPR RI, Dr. I Wayan Sudirta, S.H, M.H, sekaligus berterima kasih kepada Kajati Bali, Kejaksaan Negeri Buleleng dan jajaran, serta aparat kepolisian, yang akhirnya melakukan upaya paksa berupa eksekusi atas dua terpidana penodaan hari suci Nyepi pada tahun 2023, setelah kedua terpidana tiga kali mangkir dari undangan Kejari Buleleng.
Penahanan paksa dua terpidana Nyepi mendapat reaksi dari MUI melalui pemberitaan bahwa MUI akan melaporkan eksekusi yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Bali atas penistaan perayaan Nyepi di Sumberklampok Buleleng dua tahun lalu, https://radarbali.jawapos.com/hukum-kriminal/705904765/eksekusi-terpidana-penistaan-nyepi-2023 dikecam-mui-akan-adukan-kepada-pemerintah-pusat-begini-alasannya.
Atas reaksi MUI tersebut LBH Paiketan Krama Bali memandang perlu mengeluarkan sikap resmi sebagai bentuk dukungan kepada langkah tegas Kejaksaan Tinggi Bali dan Kejari Buleleng. Berikut ini adalah pernyataan sikap resmi LBH Paiketan Krama Bali, Kamis (24/4/2025) sebagaimana disampaikan oleh Ketua LBH Paiketan Krama Bali, I Wayan Gede Mardika, S.H, M.H dan diketahui oleh Ketua Umum Paiketan Krama Bali Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si terkait kasus ini :
1. Mendukung penuh langkah tegas Kejati Bali dan Kejaksaan Negeri Buleleng yang telah mengeksekusi paksa terpidana Nyepi karena sudah mangkir 3 kali dari pemanggilan Kejaksaan. Langkah ini merupakan bentuk penegakan hukum dan sejalan dengan prinsip equality before the law artinya setiap warga negara berkedudukan sama dan sederajat di hadapan hukum (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945).
2. Kejati Bali dan Kejari Buleleng tidak perlu gentar terhadap ancaman atau intimidasi atau intervensi dari MUI. Kejaksaan sebagai lembaga Negara tidak perlu takut terhadap intervensi pihak-pihak tertentu yang memprovokasi masyarakat untuk melawan hukum.
3. Mendukung langkah penegakan hukum, menegakkan kebenaran dan keadilan. Dalam Penegakan hukum dan sistem hukum tidak boleh ada sentimen mayoritas atau minoritas. Keadilan dan kebenaran harus ditegakkan.
4. Pemerintah, lembaga-lembaga Negara dan segenap rakyat Indonesia khususnya di Bali harus tunduk dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi : Negara Indonesia adalah Negara hukum dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi : Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (equality before the law). Pasal 27 ayat (1) itu berlaku termasuk dalam penegakan hukum atas kasus penistaan Hari Raya Nyepi di Desa Sumberklampok tahun 2023.
5. Penistaan terhadap agama apa pun tidak bisa dibiarkan apalagi dibela oleh oknum-oknum dengan penuh provokatif yang berpotensi memecah-belah masyarakat. Negara harus hadir untuk menyelesaikan kasus penistaan agama mana pun. Dalam Negara Pancasila, semua agama memiliki kedudukan yang sama dan sederajat (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945) dan tidak ada istilah mayoritas dan minoritas di depan hukum.
6. LBH Paiketan Krama Bali mengajak semua para pimpinan lembaga/majelis agama dan keagamaan untuk terus meningkatkan kerjasama dalam memberikan edukasi kepada umatnya termasuk Krama Bali agar memperkuat komitmen Moderasi Beragama, toleransi dan kerukunan antarumat beragama sebagaimana tercantum dalam Perpres No. 58 Tahun 2023 yang diatur oleh Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 3 Tahun 2024 dan dilandasi oleh Pasal 28E dan Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945.
Dukungan terhadap langkah tegas Kejaksaan mengeksekusi paksa dua terpidana penistaan Hari Raya Nyepi di Desa Sumberklampok juga disampaikan oleh Pimpinan Prajaniti Provinsi Bali dan Kantor Hukum Gede Harja & Associates di Kota Singaraja.
Dalam siaran persnya Rabu, 23 April 2025 yang ditandatangani oleh Sekretaris I Made Dwija Suastana, S.H, M.H dan Ketua, dokter Wayan Sayoga, Prajaniti Provinsi Bali pada intinya menyatakan sikap dan dukungan serupa dengan LBH Paiketan Krama Bali. Pada point 3 pernyataan sikapnya, Prajaniti Bali mengecam dengan tegas kepada siapa pun yang menciptakan kegaduhan di Bali. Cara-cara barbar primitif sudah tidak mendapat tempat ditengah jaman yang terus bergerak maju. Pada point 4, Prajaniti Bali meminta kepada warga Bali dan pejabat di Bali agar tidak berdiam diri dan duduk santai, jika tidak mau Bali mengalami duka kegelapan lebih parah di kemudian hari. “Bangkitlah dengan penuh keberanian untuk menjaga dan merawat budaya Bali yang kita warisi bersama” seru Prajaniti Bali.
Sementara itu, melalui siaran persnya, Kamis 24 April 2025, Gede Dimas Bayu Hardi Raharja, S.H, M.H dari kantor Hukum Gede Harja & Associate di Singaraja juga mendukung penuh langkah tegas Kejaksaan menahan paksa dua terpidana Nyepi. Menurut Dimas Raharja, tidak ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan oleh Kejaksaan atas nama Negara untuk menegakkan hukum sesuai Putusan Mahkamah Agung, selain melakukan penahanan paksa karena para terpidana telah 3 (tiga) kali mangkir dari panggilan Kejaksaan Negeri Buleleng. Menurut Dimas Raharja melalui pemberitaan dinyatakan bahwa para terpidana Nyepi setelah dijemput paksa menyatakan legowo, menerima dan menjalani hukuman karena tidak ingin ada kegaduhan. Dimas Raharja membandingkannya dengan kasus yang menimpa Ahok atas penistaan Agama Islam di Jakarta pada 27 September 2016. Walaupun Ahok mendapat dukungan malam seribu lilin, namun Ahok menjalani penahanan tanpa perlu adanya upaya paksa. (ram)
Leave a Reply