“Sekala Niskala” Pulang ke Tanah Bali
(Baliekbis.com), Pada tanggal 9 dan 11 Februari 2018, film ‘Sekala Niskala’ pulang ke tanah Bali, tempat yang menjadi latar belakang serta cerita film ini. Bekerjasama dengan ARMA Foundation, Museum, and Resort serta Bentara Budaya Bali, pemutaran film ini terbuka bagi masyarakat Bali agar dapat menjadi penonton pertama sebelum film ini dirilis di bioskop Indonesia pada tanggal 8 Maret 2018 mendatang.
Kamila Andini, sutradara perempuan muda yang menghabiskan lebih dari 5 tahun untuk melahirkan film ‘Sekala Niskala’ mengatakan, “Sejak awal saya ingin memberikan sesuatu untuk Bali. Seperti persembahan kepada tempat yang saya sangat hargai budayanya, filosofi hidupnya, dan manusia- manusianya yang berkarya. Itu kenapa saya ingin seluruh bakat yang ada di dalam layar adalah bakat Bali, meskipun kita semua tau itu bukan keputusan yang mudah saat kita ingin masuk ke pasar bioskop.
Tapi saya percaya bakat-bakat Bali punya caranya sendiri untuk memesona, seperti yang selama ini selalu terjadi saat saya datang ke Bali. Bali punya kekuatan yang berbeda, kekuatan yang nyata. Untuk itu, kali ini, saya harus mengungkapkan harapan yang nyata dan jujur. Saya sungguh berharap, di tempat di mana kehidupan dimaknai lewat budaya, seni dan karya, karya seperti ini bisa dihargai dan diapresiasi.”
Film ‘Sekala Niskala’ berbahasa Bali dan diperankan oleh para seniman Bali seperti Ayu Laksmi dan I Ketut Rina. Film ini juga menampilkan dua bintang baru, Thaly Kasih dan Gus Sena, yang kekuatan seni peran serta tarinya menjadi pusat perhatian dalam film ini. Film ini juga didukung oleh koreografer Ida Ayu Wayan Arya Satyani, serta bekerja sama dengan sanggar-sanggar tari di Bali dalam proses pembuatannya.
Setelah film panjang Kamila Andini yang pertama, ‘The Mirror Never Lies’, ia ingin mencari dirinya lebih jauh lagi. Film seperti apa yang ingin ia buat dan cerita seperti apa yang ingin ia sampaikan. “Saya ingin kembali ke akar, sebagai manusia Timur. Ide utama dalam film ini adalah saya ingin menggambarkan manusia Indonesia, dan juga Asia, yang holistik.”
Bali dalam hal ini adalah salah satu tempat yang keholistikannya masih bisa dirasakan dalam keseharian. Sekala Niskala (The Seen and Unseen) adalah filosofi yang mereka percayai dalam hidup; hidup selaras dengan semua yang terlihat, dan juga tidak terlihat. Konsep ini sangat mendefinisikan Indonesia dalam pandangan Kamila Andini, bahwa kita dibentuk dari kepercayaan, mitos, dan semesta yang holistik.
Siaran Pers
Lalu dalam prosesnya, Dini – panggilan akrabnya – menemukan cerita Tantri, putri dari mitos Bali yang menyampaikan dongeng fabel. “Saya juga menemukan mitos tentang kembar buncing (kembar perempuan dan laki-laki) dan relasi mereka yang misterius. Dari sinilah cerita ‘Sekala Niskala’ dimulai. Cerita tentang hubungan saudara kembar dan koneksinya pada kehidupan, dalam realita yang magis,” ungkapnya.
Film ‘Sekala Niskala’ pertama kali ditayangkan di dunia di ajang kompetisi prestisius Toronto International Film Festival 2017. Kemudian berkeliling ke berbagai festival seperti Busan, Singapura, Tokyo, Jogja-NETPAC, dan Dubai. Pada pertengahan bulan Februari 2018, ‘Sekala Niskala’ akan tayang perdana di Eropa dalam ajang kompetisi di Berlinale International Film Festival. Tidak hanya diputar di berbagai layar manca negara, namun film ini berhasil mendapatkan penghargaan sebagai Film Remaja Terbaik di Asia Pacific Screen Awards 2017, memenangkan Grand Prize di Tokyo FILMeX 2017, dan dinobatkan sebagai film terbaik dengan Golden Hanoman Award di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2017.
Film berbahasa Bali ini kemudian akan tayang di bioskop-bioskop Indonesia mulai tanggal 8 Maret 2018. Produser film ini, Ifa Isfansyah, menyatakan, “Saya ingin setiap film yang saya buat mempunyai umur yang panjang. Salah satu caranya adalah mempertemukan dengan penonton seluas dan seberagam mungkin baik melalui jalur distribusi konvensional maupun menciptakan jalur distribusi alternatif. Bioskop adalah platform distribusi yang sangat tepat untuk penonton yang bersifat lebih umum dengan jangkauan yang luas. Film yang saya buat bukan hanya selesai sebagai bentuk ekspresi saja, namun juga harus mampu menjadi media edukasi kepada masyarakat tentang keberagaman sinema. Dengan ‘Sekala Niskala’ diputar di bioskop, bentuk sinema Indonesia menjadi semakin beragam dan sudah seharusnya hal tersebut tersampaikan kepada penonton film kita.” (ist)