Selama Pandemi, Belasan Guru Depresi
(Baliekbis.com), Selama satu setengah tahun lebih proses belajar mengajar dilakukan secara daring, ternyata tidak saja membawa dampak pada orangtua dan anak didik yang mengalami tekanan psikologis. Namun menurut spesialis kedokteran jiwa dan juga Psikiater di RSUD Wangaya dr. I Gusti Rai Putra Wiguna selama pandemi ini ada 18 guru yang menjadi pasien poliklinik kesehatan Jiwa RSUD Wangaya. “Rata-rata keluhannya adalah stres yang dialami para guru ini,” jelasnya, Kamis (30/9).
Penyebab dari meningkatnya stres ini adalah adanya perubahan sistem proses belajar mengajar yang dinilai cukup memberatkan para guru ini. Para guru yang datang ke poliklinik ini adalah yang mengalami depresi akibat proses adaptasi yang harus dilakukan ketika adanya perubahan sistem mengajar.
Untuk rentan usia, dr. Rai mengatakan tidak saja berasal dari kalangan guru senior dengan rentan usia di atas 40 tahun, juga ada yang berasal dari kalangan guru yang berusia di bawah 35 tahun.
“Untuk yang di bawah 35 tahun ini, permasalahan utama yang menyebabkan mereka stres karena tidak adanya komunikasi yang baik dengan anak didiknya. Biasanya yang berusia di bawah 35 tahun ini mereka memiliki sifat perfeksionis, sehingga ingin melakukan pengajaran secara baik dengan sistem online tetapi ingin seefektif mungkin seperti tatap muka yang akhirnya membuat stres sendiri,” lanjutnya.
Dari tingkatan sekolah, rata-rata para guru yang mengalami depresi ini merupakan tenaga pendidik di sekolah dasar (SD) dan SMP. “Sedangkan guru SMA belum ada, mungkin karena mengajar anak SMA jauh lebih komunikatif, sehingga tingkat stresnya tidak terlalu parah,” tambahnya.
Selain depresi karena perubahan sistem mengajar, dr. Rai mengakui ada juga guru yang mengalami depresi karena penghasilannya dipotong selama pandemi covid-19. Untuk kasus ini, biasanya dikatakan dr. Rai data dari pasien guru sekolah swasta. (ist)