Sidang Ajudikasi KIP Bali, Termohon Tegaskan PT. DEB bukan Badan Publik
(Baliekbis.com), Sidang Ajudikasi Komisi Informasi Publik Provinsi Bali digelar kembali pada Kamis (19/1) di gedung KI (Komisi Informasi) Bali yang menghadirkan Pemohon I Wayan Adi Sumiarta, S.H.,M.Kn., I Made Juli Untung Pratama, S.H.,M.Kn. dan Made Krisna Dinata, S.Pd. dari Walhi Bali dengan Termohon PT. Dewata Energi Bersih (DEB) yang dikuasakan kepada Dr. Hendri Jayadi, S.H., M.H. Rolan Parasian, SH., Fitria Mayangsari, SH. dan Esra Agatha Hutagaol, S.H dari Hendri J Pandiangan & Partners Law Office.
Sidang dengan Majelis Komisioner terdiri dari Dewa Nyoman Suardana, S.Ag. (Ketua) dan anggota Ni Luh Candrawati Sari, SH., MH, Dr. Drs. I Wayan Darma, M.Si. dengan agenda Permohonan Informasi dari Pemohon terkait dokumen Studi Kelayakan Pembangunan Terminal LNG Sidakarya serta lampiran dan/atau dokumen pendukungnya. Sidang kali ini menggali keterangan dari para pihak berkaitan dengan legal standing para pihak.
Dalam sidang yang berlangsung sekitar dua jam itu termohon setelah membaca dan mempelajari secara teliti seluruh dalil-dalil permohonan Pemohon tertanggal 11 November 2022, maka dengan tegas
menolak seluruh dalil-dalil tersebut kecuali terhadap hal-hal yang secara tegas diakui kebenarannya oleh termohon.
Termohon juga dengan tegas menolak dalil pemohon dalam permohonannya mengenai Kedudukan Termohon yang menyatakan Perusahaan Daerah Bali merupakan salah satu pemegang saham pada Termohon sehingga unsur organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terpenuhi.
“Dalil ini jelas merupakan dalil yang mengada-ngada dan tidak sesuai dengan fakta hukum yang sebenarnya, sehingga patut demi hukum untuk dikesampingkan oleh Majelis Komisi Informasi yang memeriksa perkara ini,” ujar Dr. Hendri Jayadi, S.H., M.H.
Bahwa berdasarkan Perjanjian Pemegang Saham (Shareholders Agreement) antara PT. Padma Energi Indonesia (“Padma”) dengan Perusahaan Daerah Provinsi Bali (“Perusda Bali”) tertanggal 20 Mei 2020, dimana Padma merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan infrastruktur energi Liquified Natural Gas (“LNG”) dan Perusda Bali yang merupakan suatu Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Bali telah ditunjuk secara langsung oleh Pemerintah Daerah Provinsi Bali, untuk melaksanakan kebijakan pengembangan energi bersih dan terbarukan di Provinsi Bali.
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat 3 dari Perjanjian Pemegang Saham (Shareholder Agreement) aquo secara tegas dinyatakan dan disepakati oleh para pihak yaitu kewajiban pemenuhan setoran saham kepada perseroan atas nama Perusda Bali, maka Padma akan menanggung terlebih dahulu kewajiban pemenuhan setoran saham tersebut, dengan ketentuan Perusda Bali wajib melakukan pengembalian atas seluruh pemenuhan setoran saham tersebut kepada Padma, yang mana pengembalian tersebut diambil dari deviden yang merupakan hak Perusda Bali.
Berdasarkan uraian diatas secara tegas, jelas dan nyata bahwa setoran saham atas nama Perusda Bali dibayarkan terlebih dahulu (utang) oleh PT. Padma Energi Indonesia. Sehingga hal tersebut membuktikan bahwa Perusda Bali tidak melakukan penyetoran modal/saham yang menggunakan dana bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/ atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Hal mana dibuktikan juga dengan Surat Pernyataan Direktur Perusda Bali yang menyatakan baik setoran modal atau biaya-biaya operasional PT. Dewata Energi Bersih tidak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/ atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Berdasarkan perjanjian pemegang saham tersebut di atas maka Padma dan Perusda Bali mendirikan PT Dewata Energi Bersih sebuah perusahaan join venture berdasarkan Akta Pendirian Nomor 23 tertanggal 18 Januari 2020 yang dibuat di hadapan Putu Eka Lestary, S.H., Notaris di Denpasar. Disahkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU- 0003999.AH.01.01 Tahun 2020 tertanggal 22 Januari 2020 yang bergerak di bidang pengembangan, pembangunan serta pemeliharaan Terminal LNG, trading LNG, regasifikasi dan distribusi gas alam.
Dalam kerja sama kedua belah pihak sepakat untuk menempatkan modal Perseroan dengan persentase kepemilikan yakni PT Padma Energi Indonesia 80% dan Perusda Bali 20% yang digunakan dalam pelaksanaan proyek penyediaan Terminal LNG di Desa Sidakarya.
Secara tegas Termohon menyatakan bahwa PT. Dewata Energi Bersih bukan merupakan Badan Publik yang berkewajiban untuk memberikan informasi publik kepada Pemohon dalam hal ini Walhi Bali. Termohon dengan ini secara tegas menyampaikan eksepsi (nota keberatan) absolut, karena berdasarkan uraian diatas secara jelas dan nyata dibuktikan bahwa Termohon dalam hal ini PT. Dewata Energi Bersih bukan merupakan badan publik. Karena walaupun salah satu pemegang sahamnya adalah Perusda Bali, akan tetapi dalam penyertaan modal dan pembiayaan operasionalnya tidak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/ atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Terkait dokumen ditegaskan merupakan informasi yang bersifat rahasia karena memiliki nilai ekonomis dalam melakukan pelaksanaan pembangunan Terminal LNG. Sehingga jika dokumen-dokumen tersebut disampaikan maka hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. (bas)