Sidang Penggelapan, Mantan Teler BPR SU Dituntut Tujuh Tahun dan Denda Rp10 Miliar
Sidang yang berlangsung singkat dipimpin Ketua PN Gianyar Ida Ayu Sri Adriyanthi AW didampingi Wawan Edy Prasetyo dan Ni Luh Putu Pratiwi sebagai hakim anggota. Bertindak sebagai kuasa hikum terdakwa I Wayan Adi Sumiarta, SH., M.Kn, dan I Made Juli Untung Pratama, SH., M.Kn dari Gendo Law Office.
Usai persidangan, Adi Sumiarta menegaskan bahwa dirinya keberatan dengan tuntutan penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sampai Rp10 miliar, yang diajukan oleh JPU dalam persidangan. Padahal, tidak satupun alat bukti yang membuktikan kliennya melakukan tindakan-tindakan kejahatan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Perbankan Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pada persidangan-persidangan sebelumnya banyak fakta-fakta yang diabaikan oleh JPU. Seperti dalam persidangan sebelumnya pihak BPR SU menggunakan alat bukti simulasi sebagai alat bukti dalam persidangan. “Fakta persidangan diabaikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pada persidangan-persidangan sebelumnya banyak fakta-fakta yang diabaikan oleh JPU. Seperti dalam persidangan sebelumnya pihak BPR SU menggunakan alat bukti simulasi sebagai alat bukti dalam persidangan. “Fakta persidangan diabaikan,” ujarnya.
Adi menjelaskan pada persidangan-persidangan sebelumnya banyak fakta-fakta yang diabaikan oleh JPU. Seperti dalam persidangan sebelumnya pihak BPR SU menggunakan alat bukti simulasi sebagai alat bukti dalam persidangan. “Fakta persidangan diabaikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Adi menjelaskan bahwa pada dakwaan kliennya dituduh melakukan perbuatan yang merugikan BPR SU sebesar Rp7 miliar sesuai dengan laporan Satuan Pengawas Internal (SPI) BPR SU. Namun, saat persidangan, justru saksi-saksi, seperti Direktur Utama, Kepala Bagian Operasional dan Direktur Operasional dan Bisnis BPR yang diajukan oleh JPU, menerangkan bahwa kerugian BPR adalah Rp5 miliar sebagaimana yang ada pada alat bukti laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara. Hal tersebut merupakan fakta bahwa tuntutan JPU tidak manusiawi karena tidak ada bukti yang kuat menunjukkan kliennya melakukan kejahatan sebagaimana yang ada di surat tuntutan, termasuk jumlah kerugian yang tidak sesuai antara yang diklaim perusahaan dengan laporan dari OJK. “Tuntutan JPU tidak manusiawi,” ujarnya.
Hal tersebut merupakan fakta bahwa tuntutan JPU tidak manusiawi karena tidak ada bukti yang kuat menunjukkan kliennya melakukan kejahatan sebagaimana yang ada di surat tuntutan, termasuk jumlah kerugian yang tidak sesuai antara yang diklaim perusahaan dengan laporan dari OJK. “Tuntutan JPU tidak manusiawi,” ujarnya.
Hal tersebut merupakan fakta bahwa tuntutan JPU tidak manusiawi karena tidak ada bukti yang kuat menunjukkan kliennya melakukan kejahatan sebagaimana yang ada di surat tuntutan, termasuk jumlah kerugian yang tidak sesuai antara yang diklaim perusahaan dengan laporan dari OJK. “Tuntutan JPU tidak manusiawi,” ujarnya.
Atas hal tersebut, Adi Sumiarta selaku kuasa hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan pembelaan terhadap kliennya. “Kami akan siapkan pledoi untuk membela hak dan kepentingan terdakwa,” ujarnya. Sidang dengan agenda pembelaan dari terdakwa (Pledoi), akan dilanjutkan pada hari Selasa, 3 Mei 2020. (ist)