Sidang Praperadilan Dugaan Korupsi Dana SPI, Tim Kuasa Hukum Unud: Penetapan Tersangka Prof. Antara Cacat Hukum
Tim kuasa Hukum yang membacakan pembuktian secara silih berganti pada sidang di PN Denpasar, Senin (17/4) berlangsung sekitar 2 jam. Dijelaskan bentuk alat bukti surat dan/atau keterangan ahli, bukan hasil audit internal yang dilakukan oleh Termohon (Kejaksaan Tinggi Bali) dan bahkan belum tuntas pada tempus dinyatakannya Pemohon sebagai Tersangka.
Dalam hal ketiadaan alat bukti surat dan/atau keterangan ahli yang dapat menjelaskan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara dan/atau perekonomian negara, Pemohon memandang bahwa keberadaan alat-alat bukti lain tidak serta merta dapat digantikan oleh alat bukti keterangan saksi yang jelas-jelas tidak dapat menjelaskan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara.“Mengingat penetapan tersangka tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku berdasarkan KUHAP, maka jelas penetapan tersangka tidak sah dan harus dibatalkan,” ujar salah satu Tim Kuasa Hukum Unud Ketut Ngastawa. Oleh karena secara formal Termohon dalam mengeluarkan penetapan tersangka tidak memenuhi prosedur yang disyaratkan KUHAP, maka jelas penetapan tersangka cacat hukum. “Dan sangat patut dan berdasar hukum apabila penetapan tersangka dibatalkan dan selanjutnya proses penyidikan terhadap tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Nomor: Print-1139/N.1/Fd.2/10/2022 tanggal 24 Oktober 2022 dihentikan,” tegas Pasek.
Karena penetapan sebagai tersangka tidak sah dan dibatalkan, maka penetapan pencegahan yang dilakukan oleh Termohon haruslah dinyatakan tidak sah dan batal sejak putusan ini dibacakan. Untuk itu, tim penasehat Hukum minta Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili Permohonan Praperadilan a quo berkenan menjatuhkan putusan dengan amar putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal/batal demi hukum dan tidak sah penetapan tersangka terhadap Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng (Pemohon) yang dikeluarkan oleh Termohon berdasarkan Surat Penetapan Tersangka
3.Memerintahkan Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng (Pemohon) berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Nomor: Print-1139/N.1/Fd.2/10/2022 tanggal 24 Oktober 2022;
4. Memerintahkan Termohon untuk menyatakan tidak sah Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor KEP-44/D/Dip.4/03/2023 tentang Pencegahan Ke Luar Negeri, tanggal 24 Maret 2023 atas nama Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng (Pemohon);
5. Memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng (Pemohon) dari tahanan apabila Pemohon berada di dalam tahanan sejak Putusan dalam perkara ini diucapkan;
6. Menyatakan batal dan tidak sah segala Penetapan yang telah dikeluarkan oleh Termohon terhadap Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng (Pemohon);
7. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara praperadilan a quo. Atau apabila Hakim yang memeriksa dan memutus Permohonan Praperadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bali Gede Astawa dan kawan-kawan dalam sidang tersebut menyampaikan akan mempelajari dokumen pihak Pemohon karena terdapat beberapa catatan tambahan yang dikoreksi oleh pihak Pemohon. “Karena itu, kami memohon penundaan untuk penyesuaian jawaban,” kata Astawa.
Sebelum menutup persidangan secara resmi, Hakim Tunggal Agus Akhyudi menetapkan jadwal sidang dengan agenda jawaban dari pihak Termohon yang akan digelar pada Selasa 18 April 2023. Sebelumnya, pada 8 Maret 2023, penyidik Pidana Khusus Kejati Bali menetapkan Rektor Universitas Udayana Bali Prof. I Nyoman Gde Antara sebagai tersangka dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun 2018-2020. (ist)