Sidang Praperadilan Sengketa Merek Fettucheese, Tukang ‘Adon’ Kue Jadi Tersangka
(Baliekbis.com), Sidang praperadilan kasus sengketa merek Fettuchees, produk makanan ringan kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Rabu (21/6) menghadirkan saksi ahli yang diajukan pemohon OH.
Sidang dengan Hakim Tunggal I G.N.A. Aryanta Era menghadirkan saksi ahli Dr. Dr.Gde Made Swardhana. Menurut ahli, merek yang dipermasalahkan kurang tepat karena masih sangat umum. “Seperti ketika orang membuat usaha ayam betutu. Kalau sebatas itu kan gak ada masalah. Demikian halnya dengan kasus ini. Lain halnya kalau sudah memakai merek Ayam Betutu tertentu,” ujar Dosen FH Unud ini.
Ditanya kaitan dengan OH yang dijadikan tersangka, ahli juga merasa heran. Pasalnya OH ini hanya sebagai tukang adon kue di perusahaan yang dikelola tersangka TAC. “Nanti kalau ada seratus pekerja seperti itu, apa semua jadi tersangka,” ujarnya.
OH mengaku hanya sebagai pekerja di usaha TAC. “Saya tukang edon kuenya yang resepnya warisan dari ibu saya. Nama saya tidak ada di perusahaan, tapi kok dijadikan tersangka,” ujarnya.
Ia menjelaskan sebenarnya tidak ada masalah dengan kakak kandungnya TH, yang melaporkan ke polisi sehingga kini ia jadi tersangka. Padahal OH mengaku awalnya bergabung dengan sang kakak merintis usaha kue itu.
Namun karena tidak sejalan, lantas ia bekerja di perusahaan milik TAC. “Saya baru bekerja sebulan, sudah muncul masalah ini,” ujar istri seorang hakim ini. Ditanya kehadiran sang suami saat sidang, OH mengaku saat ini suaminya tengah cuti.
Terkait merek, baik OH maupun TAC mengatakan sebenarnya ada perbedaan. Dan nama merek yang kini masih dalam proses di KemenkumHAM juga tak ada masalah. “Kami masih ajukan izin ke KemenkumHAM, sejauh ini belum ada penolakan,” jelas TAC yang juga menjadi tersangka dalam kasus merek ini.
Sebagaimana diketahui baik TAC maupun penggugat TH sama-sama menggunakan nama merek dasar yang sama yakni Fettuchees, produk makanan ringan. “Kalau produk kami ada kata La Vallo-nya di belakang Fettuchees. Pun model dan susunan hurufnya termasuk kemasan juga beda,” tambah TAC.
OH berharap upaya praperadilan ini dikabulkan karena sangat tidak berdasar Polda menetapkannya sebagai tersangka mengingat ia bukan pemilik merek dan juga bukan pemilik badan usaha (UD. Atamimi Bali).
“Tidak ada satupun nama OH tercantum di akta pendirian UD ataupun perjanjian tertulis lainnya. Dalam arti Polda Bali menetapkan seseorang menjadi tersangka hanya berdasarkan asumsi, bukan kepastian hukum,” ungkap TAC.
Kalau sampai Praperadilan OH ditolak, patut diduga Hakim Tunggal yang menyidangkan perkara ini mengesampingkan dasar-dasar hukum di negara ini.
“Kami mohon keadilan dan kepastian hukum agar warga negara Indonesia bisa dilindungi hak-haknya apalagi pelaku usaha kecil. Bagaimana bisa seorang karyawan yang bekerja membuat adonan stick keju bisa dijadikan tersangka pelanggaran merek,” tambah TAC.
Dalam sidang praperadilan, kuasa hukum termohon Polda Bali menjelaskan sebelum menetapkan tersangka, penyidik telah mendapatkan dua alat bukti, termasuk keterangan ahli.
TH, produsen makanan kecil merek Fettucheese melaporkan OH yang merupakan adik kandungnya dan pengusaha TAC atas pelanggaran merek. Janda beranak dua itu telah mendaftarkan merek Fettucheese. Atas laporan itu, penyidik menetapkan OH dan TAC sebagai tersangka. Namun, keduanya mengajukan praperadilan atas penetapan itu. (bas)