Siswa Tak Dapat Sekolah, Gubernur Sarankan Buka Dua “Shift”
(Baliekbis.com), Banyaknya siswa yang tak dapat sekolah pada tahun ajaran baru ini membuat Gubernur Bali Mangku Pastika angkat bicara. Selain menilai kebijakan menteri yang kurang tepat sasaran, orang nomor satu di Bali ini menyarankan dibukanya kelas pagi-sore. “Harus ada kebijakan, kalau mungkin bisa dua shift, pagi dan sore. Tak masalah itu,” ujar Gubernur Pastika kepada wartawan usai menghadiri acara Malam Amal Mendiang Cece Riberu di Warung Tresni Renon, Sabtu (1/7/2017).
Gubernur menambahkan pihaknya akan melakukan rapat dengan para pejabat terkait karena menerima banyak keluhan terkait PPDB. Kebijakan baru ini dinilai tidak sinkron antara kebutuhan lapangan dengan peraturan. Padahal minat masyarakat bersekolah sangat luar biasa terutama masuk SMA/SMK. “Kita semua punya cita-cita wajib belajar 12 tahun tapi antara peraturan menteri dengan kondisi lapangan tak sinkron,” tegas Pastika. Dikatakan tak masalah anak anak masuk sekolah sampai hari Sabtu. Sekarang ini pendidikan sudah berbasis IT, jadi tak harus ada ruang kelas. Apalagi yang di kota-kota menurut Gubernur siswa sudah melek IT. “Anak anak semua punya laptop atau gadget sehingga bisa menerima pelajaran secara online,” tambahnya. Untuk itu Gubernur menganjurkan agar sekolah menerima kelas dua shift. Dunia kerja sekarang sudah online, tak manual lagi. Jadi harus disesuaikan dengan kebutahan lapangan. Meski memberikan solusi dua shif tapi Gubernur menekankan agar lebih bertitik berat pada cara-cara pembelajaran berbasis IT. “Sekolah pasti siap untuk itu,” jelasnya. Gubernur mencontohkan SMA Bali Mandara yang ditambah muridnya tahun ini. Sebelumnya 96 kini jadi 128, tapi harus IT. “Yang saya tambah asramanya, ruang kelasnya tak ditambah,” ujarnya.
Sementara itu pengamat pendidikan I Gusti Putu Artha,MSi mengaku kebijakan Menteri Pendidikan terkait PPDB ini telah membuat resah banyak pihak karena banyak yang tidak dapat sekolah. Ia bahkan melihat sejumlah cara diterapkan sebagian orangtua siswa agar anaknya dapat sekolah negeri. “Saya temukan penggunaan piagam palsu di sebuah sekolah dan saya sudah tanyai kepala sekolahnya soal itu,” jelas mantan Ketua KPU Bali ini tanpa merinci lebih lanjut. Artha mengatakan secepatnya pihaknya akan menemui pihak terkait termasuk Ombudsman untuk membahas soal ini. Artha juga melihat untuk penerimaan SM/SMK kewenangannya ada di tangan Provinsi. “Karena itu provinsi harus segera bertindak agar masalah ini bisa cepat terselesaikan,” ujar Artha.
Tokoh masyarakat NTT yang juga Ketua Flobamora Bali Yoseph Yulius “Yusdi” Diaz mengatakan banyak orangtua siswa kelimpungan karena anaknya yang mencari sekolah negeri tidak lulus. Parahnya lagi ketika mereka mau mendaftar di swasta juga ditolak dengan alasan sudah tutup. “Saya banyak didatangi orangtua siswa yang menanyakan soal itu. Mereka benar-benar resah saat ini karena anaknya tak dapat sekolah ,” ujar Yusdi. Mereka sebelumnya begitu yakin bisa dapat sekolah, ternyata tidak diterima karena terbentur sistem. Jika anak-anak itu samapai tak bersekolah dikhawatirkan akan muncul pengangguran usia dini. Yusdi berharap pemerintah segera turun tangan agar anak-anak itu bisa sekolah. “Kita dukung kebijakan Pak Gubernur untuk dua shift itu agar anak-anak dapat sekolah,” jelas Yusdi. Diingatkan untuk solusi saat ini, aturan itu dilonggarkan dulu sambil dievaluasi. Tujuannya agar siswa bisa dapat sekolah. Ke depan perlu direncanakan penambahan sekolah atau ruang kelas mengingat jumlah siswa terus bertambah. (bas)